🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abu Syuja
📝 Ahmad bin Al-Husain bin Ahmad Al-Asfahāniy (Imam Abū Syujā’)
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد
Para sahabat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Kita memasuki halaqah yang ke-72 dan pembahasan kita kali ini adalah tentang “Menguburkan Mayyit” atau دفن الميت
Hukum menguburkan mayyit adalah fardhu kifayyah, artinya apabila telah dilakukan oleh sebagian orang maka gugur kewajiban bagi yang lain sebagaimana yang sudah disebutkan pada pertemuan sebelumnya.
Diantara dalilnya adalah:
⑴ Hadīts dari Abū Said Al Khudri radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu:
اذْهَبُوا فَادْفِنُوا صَاحِبَكُمْ
“Pergilah kalian dan kuburkanlah teman kalian ini.”
(Hadīts Riwayat Imām Muslim nomor 2236)
⑵ Hadīts dari Jābir radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, beliau bersabda:
ادْفِنُوا الْقَتْلَى فِي مَصَارِعِهِمْ
“Kuburkanlah orang-orang yang terbunuh pada peperangan (para syuhada) pada tempat mereka terbunuh.”
(Hadīts Riwayat Imām Abū Dāwūd, At Tirmidzi dan Imām An Nasā’i, lafazh ini milik An Nasā’i nomor 2005)
Di mana mereka dikuburkan?
Di sini secara umum, bahwa orang-orang yang meninggal dunia dari kalangan kaum Muslimin, maka lebih afdāl bila dikuburkan di tempat perkuburan (kuburan kaum Muslimin).
Dan ini merupakan kesepakatan para imām madzhab yang empat.
Dalīlnya adalah:
⑴ Hadīts (dari sunnah):
كان نبي صلى الله عليه وسلم يدفن الموتى بالبقيع
“Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam menguburkan orang-orang yang meninggal di Baqi’.”
Berkata Imām An Nawawī di dalam kitāb Al Majmu’:
حديث الدفن بالبقيع صحيح متواتر
“Hadīts tentang menguburkan orang yang meninggal di Baqi’ adalah shahīh dan merupakan hadīts yang muttawatir (artinya tersebar dikalangan para shahābat radhiyallāhu Ta’āla ‘anhum).”
Kemudian di sana ada masalah, bolehkah seseorang menguburkan mayyit di rumahnya?
Disini para ulamā ada khilaf. Diantara mereka ada yang membolehkan dengan berdalīl kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam bahwasanya beliau (shallallah ‘alayhi wa sallam) dikuburkan di rumahnya.
Namun sebagian ulamā mengatakan perkara itu adalah makruh karena bisa mengantarkan seseorang kepada kesyirikan.
Adapun yang terjadi pada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, merupakan kekhususan bagi beliau (shallallāhu ‘alayhi wa sallam).
Dan ada hadīts dari Abū Hurairah radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ
“Dan jangan jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan.”
(Hadīts Riwayat Imām Muslim nomor 780)
Berdasarkan hadīts ini dapat diambil faedah bahwasannya tidak menguburkan mayyit di rumah seseorang.
Kita lihat di sini, tulisan dari Abū Syujā dalam Matannya, ada beberapa poin di dalam masalah menguburkan mayyit:
قال المؤلف رحمه الله: ((ويدفن في لحد))
⑴ Berkata penulis rahimahullāh:
((Dan hendaknya menguburkan di dalam lahat.))
Lahat lebih afdāl daripada shak, apabila tanahnya dalam keadaan kuat.
Lahat adalah menggali lubang di bawah kuburan dengan menyimpang dari kuburan tersebut seukuran dari mayyit (sekedar secukupnya untuk mayyit tersebut).
Ini adalah lebih afdāl apabila tanahnya cukup kuat, namun apabila tanahnya mudah runtuh maka yang lebih afdāl adalah dengan membuat ash shak.
Ash shak adalah mengali lubang di bawah kuburan tersebut secara tegak lurus.
Ini dilakukan oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam sebagaimana hadīts yang diriwayatkan oleh Sa’ad bin Abi Waqas radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu.
Bahwasanya beliau berkata pada saat sakit, beliau mengatakan:
الْحَدُوا لِي لَحْدًا وَانْصِبُوا عَلَىَّ اللَّبِنَ نَصْبًا كَمَا صُنِعَ بِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
“Apabila kalian membuat kuburan maka buatlah lahat, kemudian ditutup dengan bata sebagaimana itu dilakukan kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.”
(Hadits Riwayat Muslim nomor 966)
قال المؤلف رحمه الله: ((مستقبل القبلة))
⑵ Berkata penulis rahimahullāh:
((Menghadap kiblat.))
Menghadap kiblat, hal ini adalah satu hal yang diwariskan turun-temurun dari kalangan salaf.
√ Mendudukan mayyit tersebut seperti seorang sedang shalāt.
Mayyit diletakan dibagian kanan atau bahu kanan menempel dengan tanah, kemudian wajahnya dihadapkan ke kiblat.
Ini adalah sunnah yang diwariskan secara turun temurun dari kalangan salaf.
قال المؤلف رحمه الله: ((ويسل من قبل رأسه برفق))
⑶ Berkata penulis rahimahullāh:
((Kemudian memasukan mayyit tersebut dari bagian kepala terlebih dahulu dengan perlahan-lahan.))
Hal ini sebagaimana diriwayatkan:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سل من قبل رأسه
“Bahwasanya beliau (shallallāhu ‘alayhi wa sallam) dimasukan dari bagian kepalanya terlebih dahulu.”
Diriwayatkan oleh Imām Syāfi’i dengan sanad yang shahīh.
قال المؤلف رحمه الله: ((ويقول الذي يلحده: بسم الله وعلى ملة رسول الله صلى الله عليه وسلم))
⑷ Berkata penulis rahimahullāh:
((Orang yang memasukan mayyit ke dalam lahat mengucapkan:
[Bismillāhi wa’alamillati Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam]“Dengan nama Allāh dan di atas millah Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.”))
Berdasarkan hadīts:
أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا وَضَعَ الْمَيِّتَ فِي الْقَبْرِ قَالَ ” بِسْمِ اللَّهِ وَعَلَى سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ”
Bahwasanya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam apabila meletakan mayyit di dalam kuburan, maka beliau mengatakan:
(Bismillāhi waalamillati Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam)
“Dengan nama Allāh dan diatas millah Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.”
(Hadīts Riwayat Ashabus Sunnan (para penulis kitāb sunnan) dan di shahīhkan oleh Ibnu Hibban akan tetapi Imām Ad Daruquthi mengatakan hadīts ini adalah hadīts yang mauquf).
قال المؤلف رحمه الله: ((ويضجع في القبر بعد أن يعمق قامة وبسطة))
⑸ Berkata penulis rahimahullāh:
((Kemudian diletakan di dalam kuburannya setelah kuburan tersebut digali setinggi ukuran orang standard dengan mengangkat tangannya, [sekitar 175 atau 180 Cm]))
Ini berdasarkan hadīts, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
احْفِرُوا وَأَعْمِقُوا وَأَوْسِعُوا
“Galilah dan dalamkanlah serta luaskanlah.”
(Hadīts Riwayat Ashabussunnan dengan sanad yang shahīh)
قال المؤلف رحمه الله: ((ويسطح القبر))
⑹ Berkata penulis rahimahullāh:
“Hendaknya meratakan kuburan tersebut.”
Berdasarkan hadīts dari Fadhallāh radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُ بِتَسْوِيَتِهَا(القبر)
“Saya mendengar Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, beliau memerintahkan untuk meratakannya (meratakan bagian atas kuburan).”
(Hadīts Riwayat Imām Muslim nomor 968 dan Abu Dāwūd nomor 3219)
Akan tetapi tidak mengapa untuk meninggikannya sekedar sejengkal tangan.
Berdasarkan hadīts dari Jābir radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu:
أنه ألحد لرسول الله صلى الله عليه وسلم لحدا ، ونصب عليه اللبن نصبا ورفع قبره قدر شبر
“Bahwasanya dibuatkan lahat untuk Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam kemudian diletakan batu bata kemudian diangkat atau ditinggikan kuburan beliau sekedar satu jengkal tangan.”
(Hadīts Riwayat Baihaqi dan Ibnu Hibban dan dishahīhkan oleh beliau)
Tidak mengapa untuk memberikan tanda berupa batu untuk menandakan bahwasanya ini adalah kuburan.
Namun tidak diperbolehkan untuk membuat nisan tertulis sebagaimana yang banyak terjadi di kalangan kaum Muslimin.
Hal ini berdasarkan hadīts Anas radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ أَعْلَمَ قَبْرَ عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ بِصَخْرَةٍ
“Bahwasanya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam memberikan tanda kuburan ‘Utsman bin Mazh’un dengan batu.”
(Hadīts Riwayat Ibnu Mājah nomor 1561 dan Abu Dāwūd nomor 3206 dengan sanad yang hasan)
Demikian yang bisa disampaikan pada pertemuan ini, semoga bermanfaat.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
———————————-