🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abu Syuja
📝 Ahmad bin Al-Husain bin Ahmad Al-Asfahāniy (Imam Abū Syujā’)
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد
Para sahabat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Kita memasuki halaqah tentang “Menguburkan Mayyit” atau دفن الميت
قال المؤلف رحمه الله: ((ولا يبنى عليه ولا يجصص))
⑺ Berkata penulis rahimahullāh:
((“Dan tidak dibangun diatasnya juga tidak disemen”))
Hal ini berdasarkan hadīts Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
“Bahwasanya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam melarang untuk menyemen atau menplester kuburan, dan juga melarang untuk duduk diatas kuburan, dan juga melarang untuk membangun di atas kuburan.”
(Hadīts Riwayat Imam Muslim nomor 970, dan 4 Imam lainnya kecuali Imām Bukhāri rahimahullāh)
قال المؤلف رحمه الله: ((ولا بأس بالبكاء على الميت من غير نوح ولا شق جيب))
⑻ Berkata penulis rahimahullāh:
“((Tidak mengapa menangisi mayyit tanpa meratapi atau dengan merobek-robek pakaian.))”
Hal ini berdasarkan hadīts dari Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
إِنَّ اللَّهَ لاَ يُعَذِّبُ بِدَمْعِ الْعَيْنِ وَلاَ بِحُزْنِ الْقَلْبِ وَلَكِنْ يُعَذِّبُ بِهَذَا – وَأَشَارَ إِلَى لِسَانِهِ – أَوْ يَرْحَمُ
“Bahwasanya Allāh Subhānahu wa Ta’āla tidak mengadzab dengan sebab keluarnya air mata, atau dengan sebab sedihnya hati akan tetapi Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengadzab dengan ini atau merahmatinya (sambil beliau mengisyaratkan kepada lisannya).”
(Hadits Riwayat Muslim nomor 924)
Artinya, seorang yang menangis karena kesedihan atau keluar air mata karena kesedihan yang disebabkan meninggalnya kerabatnya atau orang yang dicintainya, maka ini adalah hal yang tidak mengapa (merupakan fitrah).
Akan tetapi seorang diadzab apabila lisannya meratapi atau seorang diberikan rahmat apabila lisannya mengucapkan dzikir-dzikir yang disyari’atkan oleh Islām.
Dan juga tidak diperbolehkan untuk melakukan نائحة (meratapi mayyit) atau disebut sebagai niya’ah, ini merupakan larangan di dalam Islām.
Berdasarkan sabda Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ
“Bahwasanya orang yang meratapi mayyit dan berteriak-teriak kemudian mengucapkan perkataan-perkataan yang menunjukan tidak ridhā, maka apabila dia tidak bertaubat sebelum dia meninggal maka pada hari kiamat akan dibangkitkan dan dipakaikan atau dituangkan kepadanya cairan dari tembaga dan dipakaikan pakaian penyakit gatal.”
(Hadīts Riwayat Imām Muslim nomor 934 dan Imām Tirmidzi)
Begitu juga tidak diperbolehkan untuk merobek-robek pakaian.
Kata Beliau (shallallāhu ‘alayhi wa sallam):
لَيْسَ مِنَّا مَنْ ضَرَبَ الْخُدُودَ، وَشَقَّ الْجُيُوبَ، وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ
“Bukan termasuk golongan kami, orang-orang yang memukulkan pipinya atau merobek-robek pakaiannya atau juga menyeru dengan seruan Jāhiliyyah.”
(Hadīts Riwayat Imām nomor 1298 dan yang empat kecuali Imām Abu Dāwūd)
==> Memukulkan pipinya, sebagaimana yang dilakukan sebagian orang tatkala meninggal orang yang dikasihinya kemudian dia menangis berteriak-teriak kemudian memukul-mukul badannya, pipinya, ini perkara yang dilarang.
==> Merobek-robek pakaiannya, ini banyak terjadi, orang yang tidak ridhā dengan taqdir Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
==> Menyeru dengan seruan Jāhiliyyah, sebagaimana yang dilakukan sebagian orang tatkala ada yang meninggal maka dia berteriak-teriak dan menyeru mengucapkan perkara-perkara yang tidak diridhāi didalam syari’at Islām.
قال المؤلف رحمه الله: ((ويعزى أهله إلى ثلاثة أيام من دفنه))
⑼ Berkata penulis rahimahullāh:
((Kemudian memberikan tak’ziyyah (menguatkan hati orang yang terkena musibah) sampai 3 (tiga) hari dari penguburannya.))
Ini merupakan batasan yang disebutkan di dalam madzhab Syāfi’i dan makruh lebih dari itu, karena akan membangkitkan (mengungkit) kesedihan atau musibah yang terjadi pada seseorang.
Dan di sana ada hadits yang menunjukan keutamaan orang memberikan tak’ziyyah:
مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يُعَزِّي أَخَاهُ بِمُصِيبَةٍ إِلاَّ كَسَاهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ مِنْ حُلَلِ الْكَرَامَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Tidak ada seorangpun yang memberikan tak’ziyyah apabila saudaranya terkena musibah, kecuali akan Allāh pakaikan pakaian kemulian pada hari kiamat.”
(Hadits Riwayat Ibnu Majah nomor 1601)
==> Memberikan tak’ziyyah maksudnya menguatkan hati orang yang terkena musibah, kemudian memberikan hiburan.
قال المؤلف رحمه الله: ((ولا يدفن اثنان في قبر إلا لحاجة))
(10) Berkata penulis rahimahullāh:
((Dan tidak dikuburkan dua mayyit dalam satu kuburan kecuali karena hajjah [kebutuhan].))
Ini merupakan perkara yang dimakruhkan dan diharāmkan apabila seseorang dikuburkan dikuburan yang sama kecuali apabila ada hajjat (kebutuhan), maka di sini hukumnya berbeda. Sebagaimana yang terjadi pada satu peperangan, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menguburkan beberapa orang dalam satu kuburan.
Demikian yang bisa disampaikan.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
و اﻟسّلامــ عليكـمــ ورحمـۃ اﻟلّـہ وبركاتہ
Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
———————————-