Kitab: Aqidah Ath-Thahawiyah
Audio: Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
Transkrip: ilmiyyah.com
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله
Halaqah yang ke-119 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Al-Aqidah Ath-Thahawiyah yang ditulis oleh Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullāh.
Beliau mengatakan:
وَذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ تَعَالَىٰ مَوْلَى أَهْلَ مَعْرِفَتِهِ
Kenapa Allāh ﷻ mengeluarkan pelaku dosa besar dari Neraka dan memasukkan mereka ke dalam Surga? Karena Allāh ﷻ, Dialah Mawlā, Dialah yang menolong orang-orang yang mengenal-Nya. Ini juga perlu kita ingatkan bahwa mengenal saja tidak cukup, tapi harus mentauhidkan Allāh ﷻ. Maula ahli Tauhīdihi, mungkin demikian lebih tepat.
Adapun hanya sekadar ma’rifat (mengenal Allāh ﷻ), maka ini tidak cukup untuk menjadikan seseorang ditolong oleh Allāh ﷻ dan dikeluarkan dari Neraka. Kemudian beliau mengatakan
وَلَمْ يَجْعَلْهُمْ فِي الدَّارَيْنِ كَأَهْلِ نُكْرَتِهِ
Allāh ﷻ tidak akan menjadikan mereka, yaitu orang-orang yang bertauhid, di dua negeri (dunia dan akhirat) seperti orang yang tidak mengenal-Nya. Jadi ada ahlul ma’rifah (orang yang mengenal Allāh ﷻ) dan ada ahlun-nukrah (orang yang tidak mengenal Allāh ﷻ).
Dan kalau tadi kita sebutkan bahwa yang lebih tepat adalah ahli Tauhīd, maka berbeda dengan ahli syirk, yaitu Allāh ﷻ tidak menjadikan orang yang mentauhidkan-Nya sama dengan orang yang menyekutukan-Nya.
الَّذِينَ خَابُوا مِنْ هِدَايَتِهِ، وَلَمْ يَنَالُوا مِنْ وَلَايَتِهِ
Yang mereka rugi tidak mendapatkan hidayah dari Allāh ﷻ, dan mereka tidak mendapatkan sedikit pun kecintaan dari Allāh ﷻ.
Allāh ﷻ tidak akan menyamakan orang yang di dunia ini pernah mengatakan Lā ilāha illallāh dengan lisannya, meyakini di dalam hatinya bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allāh ﷻ, serta mengesakan-Nya dengan lisan dan perbuatannya, dengan orang-orang musyrik, orang-orang kafir, dan orang-orang munafik.
Allāh ﷻ tidak akan menyamakan mereka, meskipun seorang yang bertauhid melakukan dosa besar. Namun, Allāh ﷻ tetap memuliakan dia dari satu sisi, yaitu dengan menjadikannya bersyahadat dengan dua kalimat syahadat. Maka, dia tidak akan disamakan dengan orang-orang musyrik.
Allāh ﷻ Maha Adil, satu titik pun jika itu adalah kebaikan, maka Allāh ﷻ pasti akan mendatangkannya.
وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.”
(QS. Az-Zalzalah: 7-8)
Tidak akan Allāh ﷻ dzalimi. Allāh ﷻ akan membedakan antara satu orang dengan yang lain, termasuk antara orang yang bertauhid dengan orang yang syirik. Seorang yang bertauhid, meskipun dia berdosa, maka akan ada kelebihan yang Allāh ﷻ berikan kepadanya. Jika dia masuk ke dalam Neraka, maka dia tidak akan dikekalkan oleh Allāh ﷻ.
Allāh ﷻ berfirman:
أَفَنَجْعَلُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ كَٱلۡمُجۡرِمِينَ ٣٥
“Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (kafir)?
(QS. Al-Qalam: 35)
Tidak akan disamakan oleh Allāh ﷻ! Ini adalah orang Islam, meskipun dia melakukan dosa besar, tetap tidak akan Allāh ﷻ samakan dengan orang-orang musyrikin, dan orang-orang munafiqin.
Dan apakah disamakan antara orang Islam yang taat dengan orang Islam yang melakukan dosa besar? Tidak akan disamakan oleh Allāh ﷻ!
Orang Islam yang taat, maka mereka bersegera masuk ke dalam Surga dan diselamatkan oleh Allāh ﷻ. Adapun orang yang melakukan dosa besar, maka dia terancam dengan dosanya, tidak akan disamakan oleh Allāh ﷻ.
Dan ini berlaku di mana-mana.
Ketika seseorang di alam kubur, tidak akan disamakan antara orang yang taat dengan orang yang berbuat maksiat. Tidak akan disamakan antara orang yang berbuat maksiat di antara orang Muslim dengan orang yang berbuat maksiat di antara orang-orang kafir.
Allāh ﷻ Maha Adil. Ketika dibangkitkan dari alam kubur, tidak akan disamakan oleh Allāh ﷻ.
Sama-sama orang Islam, tetapi ketenangannya dalam melihat kejadian-kejadian besar di Hari Kiamat berbeda. Sama-sama orang Islam, tetapi ketika mereka berada di Padang Mahsyar, keadaan mereka berbeda sesuai dengan kadar keimanan dan ketaatannya.
Yang jelas, Allāh ﷻ tidak akan menyamakan antara orang-orang Muslim dan orang-orang kafir. Dan Allāh ﷻ tidak akan menyamakan antara orang yang taat dengan orang yang tidak taat.
Allāh ﷻ berfirman:
أَمۡ حَسِبَ ٱلَّذِينَ ٱجۡتَرَحُواْ ٱلسَّيِّـَٔاتِ أَن نَّجۡعَلَهُمۡ كَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَٰتِ سَوَآءٗ مَّحۡيَاهُمۡ وَمَمَاتُهُمۡۚ سَآءَ مَا يَحۡكُمُونَ ٢١
“Apakah orang-orang yang mengerjakan kejelekan menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, yaitu sama dalam kehidupan dan kematian mereka? Sungguh, buruklah apa yang mereka sangka itu.”
(QS. Al-Jātsiyah: 21)
Ini adalah persangkaan yang sangat buruk! Allāh ﷻ tidak akan menyamakan mereka.
Kemudian beliau berdoa:
اللَّهُمَّ يَا وَلِيَ الإِسْلَامِ وَأَهْلِه، مَسِّكْنَا بِالإِسْلَامِ حَتَّى نَلْقَاكَ بِهِ
“Ya Allāh, wahai yang melindungi Islam dan orang-orang Islam, peganglah kami dengan keislaman sampai kami bertemu dengan-Mu dalam keadaan tetap berpegang teguh padanya.”
Di sini beliau menyebutkan Waliyal-Islām karena sebab itulah ahlu al-kabā’ir (pelaku dosa besar) tetap dikeluarkan dari Neraka oleh Allāh ﷻ, disebabkan adanya keislaman dan keimanan di dalam hati mereka. Mereka mengatakan Lā ilāha illallāh dan tidak membatalkan keislamannya dengan kekufuran.
Makanya beliau mengatakan, “Wahai yang menolong Islam dan yang menolong orang-orang Islam.” “Peganglah kami dengan keislaman,” yaitu tetapkan kami di atas keislaman, supaya dengan keislaman ini kami masuk ke dalam Surga.
حَتَّىٰ نَلۡقَاكَ بِهِ
“Sampai kami bertemu dengan-Mu dalam keadaan membawa keislaman ini,” yakni kami tetap berpegang dengan kalimat Lā ilāha illallāh dan tidak membatalkan keislaman tersebut dengan pembatal keislaman.
Dan ini, di antara pelajaran yang bisa kita ambil, bagaimana Al-Imām Abu Jaʿfar Aṭ-Ṭaḥāwī raḥimahullāhu taʿālā menulis dan meresapi apa yang beliau tulis, serta mengetahui bagaimana keutamaan Islam dan Tauhid. Kemudian beliau selingi dan sisipi dengan doa.
Dan ini juga dilakukan oleh para ulama lainnya.
Seperti ketika Al-Imām Muḥammad bin ʿAbdil-Wahhāb raḥimahullāhu taʿālā dalam Nawāqiḍul-Islām, beliau menyebutkan tentang pembatal-pembatal keislaman. Maka di akhir kitab, beliau berdoa kepada Allāh ﷻ, semoga Allāh ﷻ melindungi kita dari pembatal-pembatal keislaman.
Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته