Program: MAHAZI (Madrasah Haji dan Ziarah)
Audio: Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين
Halaqah yang ketiga dari Silsilah Manasik Umrah adalah Fiqh Thaharah Ketika Safar.
InsyaAllāh pada kesempatan kali ini kita akan membahas beberapa hal yang berkaitan ahkam dan hukum-hukum atau ibadah-ibadah yang kita lakukan ketika dalam keadaan safar. Dan di sana ada ketentuan-ketentuan khusus atau hukum-hukum khusus yang terkait dengan ibadah tersebut.
Di antara ibadah yang perlu kita perhatikan karena di sana ada hukum-hukum yang khusus terkait ibadah yang dilakukan ketika safar adalah :
1. Masalah thaharah (bersuci).
Maka asal dari bersuci adalah dengan air sebagaimana kita ketahui bersama. Kemudian kalau misalnya di sana tidak ada air, baru seseorang melakukan tayamum. Apabila tidak ada air, maka seseorang melakukan tayamum. Dan yang membatalkan tayamum sama dengan yang membatalkan wudhuʼ.
Bagaimana cara melakukan tayamum? Karena mungkin saja dalam satu keadaan bila قَدَرُ اللَّهِ kita nanti safar dalam keadaan tidak ada air, maka bagaimana caranya untuk melakukan tayamum?
Mudah. Seseorang menepukkan kedua tangannya di sesuatu, misalnya di kaca pesawat atau misalnya di kerusi depannya misalnya, ditepukkan, kemudian setelah itu dia tiup, kemudian setelah itu dia usapkan di wajahnya sekali, kemudian dia mengusap kedua telapak tangannya sekali.
Ini cara tayamum:
1. Dia tepukkan.
2. Kemudian dia tiup.
3. Kemudian dia usapkan di wajah sekali.
4. Kemudian di kedua telapak tangan kanan sekali, kemudian kiri sekali.
Ini cara untuk melakukan tayamum.
Sekali lagi, itu kalau tidak ada air. Kalau misalnya di pesawat masih ada air, maka kita menggunakan air. Jangan kita menggunakan tayamum, karena yang namanya tayamum ini disyaratkan ketika tidak ada air. Adapun masih ada air, maka kita harus menggunakan air.
Dan tentunya ketika di pesawat ini harus diperhatikan, air ini terbatas. Sehingga kalau kita berwudhu, maka والله تعلى أعلم untuk kemaslahatan bersama kita mencukupkan dengan sesuatu yang wajib saja. Artinya, wajibnya sekali, jadi kita membasuh tangannya sekali, membasuh kaki sekali. Karena kondisi di pesawat tentunya berbeda dengan kondisi di bawah, air terbatas.
Sehingga kita berharap dengan kita ngirit (tidak boros) dan juga mencukupkan diri dengan sesuatu yang wajib tadi, maka ini bisa maslahat untuk semuanya.
Ini yang berkaitan dengan masalah thaharah. Biasanya permasalahan di sini ketika di pesawat. Ada sebagian jamaah meskipun ada air di pesawat, dia bertayamum. Maka والله تعلى أعلم, kalau kita kembali kepada dalil, tayamum ini dilakukan ketika tidak ada air. Tapi selama masih ada air, maka kita berwudhu.
2. Membasuh kaos kaki
Kemudian yang selanjutnya tentang masalah membasuh kaos kaki, mengusap kaos kaki. Apabila seseorang berwudhu, ketika seseorang memakai kaos kaki dalam keadaan dia suci, maka nanti ketika batal, kemudian dia ingin berwudhu, boleh dia tidak melepas kaos kaki dan hanya mencukupkan diri dengan mengusapnya. Boleh dia tidak melepas kaos kaki dan mencukupkan diri dengan mengusap bagian atas kaos kakinya. Untuk orang yang safar, maka yang seperti ini diperbolehkan selama 3 hari 3 malam.
Dari semenjak kapan? Dari semenjak pertama kali dia mengusap. Contoh misalnya dia berwudhu jam 6, berwudhu jam 6, kemudian dia memakai kaos kaki, batal. Ya, kemudian nanti pas dzuhur, karena tadi dia jam 6 pagi memakai kaos kakinya, kemudian dalam keadaan suci, nanti pas dzuhur dia ingin berwudhu dan tidak ingin melepas kaos kakinya, maka boleh dia mengusap kaos kakinya dari semenjak mengusap yang pertama kali, misalnya jam 11 atau jam 12. Maka dihitung 3 hari 3 malam.
Itu keringanan bagi dia, boleh bagi dia untuk tidak melepas kaos kakinya. Dan bagi dia, boleh bagi dia untuk tidak melepaskan kaos kakinya. Ini mungkin saja di antara kita nanti ada yang melakukan demikian, maka itu adalah sebuah rukhsah (keringanan) bagi orang yang keadaannya seperti itu.
Dan untuk orang yang mukim, maka keringanannya adalah selama satu hari satu malam.
Jadi untuk yang mukim satu hari satu malam, ada pun orang yang musafir maka tiga hari tiga malam.
✅ Mukim – 1 hari 1 malam
✅ Musafir – 3 hari 3 malam
Ini beberapa hal yang berkaitan dengan masalah safar.
Jazakumullah khairan, insyaallah kita melanjutkan pada kesempatan yang akan datang. Semoga apa yang kita sampaikan ini bermanfaat.
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
Syukron Jazakillahi Khayran, catatannya sangat membantu saya karena belum ada materi ini sebelumnya.
Klik next post, maka akan menuju ke aqidah thohawiyah.
Semoga bisa diperbaiki.
Terimakasih