Program: MAHAZI (Madrasah Haji dan Ziarah)
Audio: Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين
Halaqah yang ke-6 dari Silsilah Manasik Umrah adalah Perincian Mengqashar Shalat 5 Waktu.
Seandainya seseorang dia melakukan perjalanan yang panjang dalam safarnya. Kita tinggal di sana, kita tinggal di hotel dan kita tidak terus menerus berada di dalam kenderaan, kita singgah di sana beberapa hari. Apakah selama di sana, misalnya kita shalat sendirian? Tadi kalau kita shalat bersama imam, maka kita menyempurnakan. Bagaimana seandainya kita di sana telat, misalnya kemudian kita solat Dzuhur bersama dengan jamaah yang lain? Apakah kita menyempurnakan atau kita mengqashar? Ini yang ingin kita sampaikan disini.
Para ulama menjelaskan kalau misalnya dia berada di jalan, ini jelas dalam perjalanan di pesawat atau antara Madinah ke Mekah, maka kita ini statusnya sebagai seorang musafir.
Kalau misalnya dia singgah di sebuah daerah dalam waktu tertentu seperti Madinah, misalnya, maka para ulama menjelaskan ini adalah pendapat jumhur ulama, mayoritas para ulama.
Ada beberapa perincian:
1. Kita mengetahui kapan meninggalkan daerah tersebut.
2. Kita tidak tahu kapan kita meninggalkan daerah tersebut.
Kalau misalnya kita mengetahui kapan meninggalkan daerah tersebut, maka kalau misalnya tinggal di kota Madinah lebih dari 4 hari. Dan jadi maksud dengan 4 hari ukurannya bagaimana, kita solat fardhu di Madinah selama 21 shalat dihitung. Kalau kita sampai 21 shalat di Madinah, berarti kita tinggal di sana lebih dari 4 hari, maka hukumnya seperti seorang muqim.
➡️ Berarti ketika sampai di Madinah, status kita ini seperti orang muqim. Meskipun kita shalat sendirian, tetap kita menyempurnakan shalat. Jadi baik solat di belakang imam yang muqim maupun kita solat sendirian, nanti kalau sudah sampai Madinah karena kita lebih dari 4 hari, maka kita menyempurnakan shalat.
Kalau kita sebagai muqim, berarti kita nanti tetap menjaga solat rawatib. Ya, solat rawatib ini tetap kita jaga karena kita statusnya seperti seorang yang muqim.
Ini keadaan yang pertama.
Bagaimana seandainya kurang dari 4 hari? Kurang dari 4 hari berarti kurang dari 21 shalat 5 waktu tadi, maka statusnya adalah sebagai seorang musafir. Artinya seandainya kita solat sendirian karena kita tahu bahwasanya kita rencananya kurang dari 3 hari di Madinah, misalnya, maka kita boleh untuk mengqashar shalat karena status kita sebagai seorang musafir.
Baik, bagaimana seandainya dia tidak tahu kapan dia meninggalkan daerah tersebut? Kalau dia tidak tahu, maka dia mengqashar meskipun lebih dari 4 hari. Kalau misalnya tidak tahu kapan dia meninggalkan Madinah, mungkin penerbangan tidak tentu atau ada keperluan yang dia juga tidak tahu kapan selesainya, maka selama dia disana, meskipun lebih dari 4 hari, maka dia boleh untuk mengqashar shalatnya karena dia tidak tahu kapan dia meninggalkan daerah tersebut.
Dalam sebuah hadith pernah Nabi ﷺ beliau tinggal di Tabuk selama 20 hari, beliau mengqashar solat.
أَقَامَ بِتَبُوكَ عِشْرِينَ يَوْماً يقْصُرُ الصَّلَاةَ
“Rasulullah ﷺ tinggal di Tabuk selama dua puluh hari dengan mengqashar shalat.”
✅ Pernah beliau ﷺ tinggal di Tabuk karena ada keperluan, mungkin perang Tabuk, tinggal disana selama 20 hari dan beliau dalam keadaan mengqashar shalat.
✅ Demikian dalam hadith yang lain, beliau ﷺ pernah tinggal 17 hari mengqashar shalat.
✅ Abdullah Ibn Omar pernah berada di Azerbaijan selama 6 bulan dalam keadaan mengqashar solat karena saat itu beliau tidak tahu kapan meninggalkan Azerbaijan. Beliau terkepung dengan salju dan tidak tahu kapan selesai, maka selama 6 bulan beliau mengqashar shalatnya.
❓ Bagaimana seandainya seseorang ragu-ragu apakah dia ini sudah 80 km atau belum? Ragu-ragu apakah ini sudah 80 km sudah statusnya adalah safar atau belum?
✅ Maka dalam keadaan demikian dia menyempurnakan shalatnya. Kalau dia ragu-ragu, maka dia menyempurnakan.
Karena Nabi ﷺ mengatakan:
دَعْ مَا يَرِيْبُكَ، إِلَى مَا لَا يَرِيْبُكَ
“Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu.”
❓ Kapan seseorang dinamakan safar?
✅ Seseorang dinamakan safar adalah ketika dia meninggalkan bangunan-bangunan yang ada di kotanya. Artinya meninggalkan, berpisah antara dirinya dengan bangunan tersebut. Kalau misalnya sudah berpisah dengan bangunan yang terakhir di kota tersebut, maka dia baru dinamakan dengan safar. Jadi kalau hanya sekedar keluar dari rumahnya, maka ini belum dinamakan safar.
Kapan dinamakan safar? Ketika dia meninggalkan bangunan yang terakhir dari kotanya, meskipun dia masih melihat dengan matanya, tapi kalau fisiknya sudah meninggalkan kota tersebut, maka dia sudah dinamakan sebagai seorang musafir.
Insyaallah kita melanjutkan pada kesempatan yang akan datang. Semoga kita sampaikan ini bermanfaat dan jazakumullahu khairan atas perhatiannya.
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته