Home > Bimbingan Islam > Silsilah Ringkas Fiqih Thaharoh > Halaqah 04 : Air Musta’mal Dan Air Bekas Minum

Halaqah 04 : Air Musta’mal Dan Air Bekas Minum

🎙 Ustadz Ahmad Anshori, Lc حفظه لله تعالى
📗 Kitāb Al-Fiqhu Al-Muyassar (الفقه الميرس) Panduan Praktis Fikih dan Hukum Islam
〰〰〰〰〰〰〰

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد الله وصلاة و السلام على رسول الله أما بعد

Pada pertemuan kali ini kita akan membahas tentang Hukum air musta’mal dan hukum air bekas minum manusia dan hewan.

• Air Musta’mal

Yang disebut dengan air musta’mal adalah air bekas basuhan wudhu ataupun bekas mandi janabah.

Tentang status hukum air ini, apakah suci dan bisa mensucikan, maka ada perbedaan pendapat?

Pendapat yang tepat air musta’mal itu suci dan bisa untuk bersuci, asalkan salah satu di antara tiga sifat air tersebut tidak berubah (warna, rasa, aroma/bau.).

Dalīl yang menunjukkan hal ini disebutkan dalam sebuah hadīts bahwa Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam ketika berwudhu, maka para Sahabat Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam berebut untuk mengambil air bekas wudhu Beliau. Dan diriwayatkan juga bahwa Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah menyiramkan air bekas wudhu Beliau kepada Jabir bin Abdillāh yang ketika itu Jabir sedang sakit.

Kemudian juga diterangkan di dalam riwayat yang lain, para Sahabat Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam demikian pula para istri Beliau, biasa berwudhu mengambil air dari gayung. Dan ketika seorang itu berwudhu, mengambil air dengan tangannya dari gayung tentu tidak mungkin terhindar dari tetesan-tetesan air musta’mal dari anggota wudhunya.

Andaikan itu adalah sesuatu yang najis, tentu Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan para Sahabat tidak akan melakukan itu. Dan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam tentu akan melarangnya andaikan itu najis dan tidak bisa untuk bersuci.

Terlebih ditegaskan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallāhu ‘anhu, Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam berkata:

إنَّ المُؤمِنَ لا ينجُسُ

_”Sesungguhnya orang beriman itu tidak najis.”_

(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 371)

Kemudian berkaitan tentang hukum bekas jilatan manusia ataupun hewan.

• Hukum Bekas Jilatan Manusia

Bekas jilatan manusia atau bekas minum manusia maka hukumnya adalah suci karena Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam menegaskan:

المُؤمِنَ لا ينجُسُ

_”Orang beriman itu tidak najis.”_

Baik ketika haid atau ketika suci. Bahkan para ulama juga menegaskan baik itu muslim maupun kafir. Maka air liurnya atau bekas minumnya tidaklah najis.

• Bekas Minum Hewan

Bekas minum hewan, najis atau tidak?

Para ulama sepakat bahwa bekas jilatan atau bekas minumnya hewan: الأَنْعَامِ (unta, sapi dan kambing) adalah suci.

Adapun bekas minum hewan-hewan buas yang dagingnya haram dimakan, maka berdasarkan pendapat yang kuat hukumnya suci asalkan airnya banyak. Tetapi kalau airnya sedikit kemudian dijilat serigala (misalnya), maka airnya menjadi najis. Ini status bekas jilatan ataupun bekas minuman hewan buas yang haram dimakan dagingnya.

Ukuran banyak dan sedikitnya adalah dua qullah, berdasarkan sabda Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

إِذَا بَلَغَ اَلْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ اَلْخَبَثَ

_”Jika air itu telah sampai dua qullah maka tidak akan najis.”_

(Hadīts riwayat Ahmad 2/27, Abu Dawud nomor 63)

Dua qullah dalam takaran modern sekitar 250 liter.

Berikutnya ada permasalahan tambahan tentang beberapa hewan yang dikecualikan, padahal dia tergolong binatang buas yaitu kucing. Khusus jilatan kucing (bekas minum kucing) maka ini suci walaupun dia tergolong binatang buas, walaupun airnya sedikit.

Ini berdasarkan sabda Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ إِنَّمَا هِيَ مِنَ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ أَوِ الطَّوَّافَاتِ

_”Sesungguhnya (kucing itu jilatannya) tidak najis, kucing adalah binatang yang senantiasa bertemu bersama kalian.”_

(Hadīts riwayat Ahmad 5/296)

Andaikan binatang (kucing) ini najis sehingga jilatannya juga najis tentu ini akan memberatkan umat Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam (manusia). Karena hewan ini senantiasa hidup berbaur dengan manusia.

Kemudian tentang bekas minum atau jilatan anjing, ini jelas hukumnya najis bahkan ini najis yang berat.

Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan dalam hadīts Abu Hurairah:

طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ

_”Cara mensucikan bejana salah seorang di antara kalian yang dijilati anjing adalah dengan membasuhnya tujuh kali dan basuhan pertama menggunakan tanah.”_

(Hadīts riwayat Al Bukhāri nomor 172 dan Muslim nomor 279-91)

Jadi tidak cukup dicuci dengan menggunakan sabun (sunlight) tapi harus dicuci dengan air sebanyak tujuh kali. Dan cucian pertama tidak menggunakan air melainkan menggunakan tanah.

Kemudian tentang jilatan atau bekas minumnya babi maka jelas ini juga najis. Berdasarakan firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla:

فَإِنَّهُۥ رِجۡسٌ

_”Sesungguhnya babi adalah binatang yang kotor.”_

(QS. Al An’ām: 145)

Demikian.

والله أعلمُ بالـصـواب

____________________

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top