Home > Bimbingan Islam > Silsilah Ringkas Fiqih Thaharoh > Halaqah 03 : Air Yang Tercampur Dengan Benda Najis dan Benda Suci

Halaqah 03 : Air Yang Tercampur Dengan Benda Najis dan Benda Suci

🎙 Ustadz Ahmad Anshori, Lc حفظه لله تعالى
📗 Kitāb Al-Fiqhu Al-Muyassar (الفقه الميرس) Panduan Praktis Fikih dan Hukum Islam
〰〰〰〰〰〰〰

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد الله وصلاة و السلام على رسول الله أما بعد

Selanjutnya kita akan berbicara tentang status air yang tercampur benda najis dan benda suci.

• Status Air Yang Tercampur Benda Najis

Jika ada air tercampur benda najis, kemudian salah satu dari tiga sifatnya berubah yaitu:

① Aromanya atau baunya,
② Rasanya,
③ Warnanya.

Maka jika salah satu dari tiga sifat air ini berubah karena sebab tercampurnya air tersebut oleh benda najis, maka air tersebut menjadi najis berdasarkan kesepakatan seluruh ulama. Sehingga tidak boleh dipergunakan baik itu untuk dikonsumsi atau untuk bersuci.

Dan air tersebut tidak bisa mengangkat hadats dan juga tidak bisa menghilangkan najis, artinya tidak bisa untuk bersuci.

Kemudian catatan berikutnya adalah:

Air itu dinyatakan najis ketika bercampur dengan benda najis kemudian salah satu dari sifat tiga yang saya sebutkan tadi berubah, maka air tersebut menjadi najis meskipun najis yang masuk tersebut sedikit atau pun banyak. Maka air tersebut dinyatakan sebagai air yang najis.

Kemudian yang berikutnya adalah:

Jika air tercampuri benda najis kemudian air tersebut banyak, maka air tetap suci sehingga boleh digunakan untuk bersuci dan air itu tidak najis. Ukuran banyaknya air ini ditetapkan oleh syari’at yaitu disebutkan di dalam hadīts Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

إِذَا بَلَغَ اَلْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ اَلْخَبَثَ

_”Jika air itu telah sampai dua qullah maka tidak akan terkontaminasi oleh najis.”_

(Hadīts riwayat Ahmad 2/27, Abu Dawud nomor 63)

Dalam hadīts yang Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:

إِنَّ اَلْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ

_”Air itu suci tidak akan dipengaruhi oleh benda najis.”_

(Hadīts riwayat Ahmad dalam musnadnya 3/15)

Artinya adalah air yang banyak.

In syā Allāh dua hadīts ini saling menafsirkan, dan yang dimaksud banyaknya di sini adalah dua qullah.

Berapakah dua qullah itu?

Dua qullah itu, ukurannya kurang lebih 250 liter. Ini ukuran dua qullah yang aman. Kalau pakai liter zaman sekarang kurang lebih 250 liter, kalau menggunakan bak mandi kurang lebih 1 X 1 meter dengan tinggi 1 meter. Bak mandi yang seperti itu terisi penuh, maka lebih dari 250 liter (1000 liter).

Jadi kalau airnya dua qullah atau lebih kemudian ada benda najis, seperti jipratan air kencing misalnya, maka air tersebut tetap dianggap suci dan bisa digunakan untuk bersuci.

Kemudian permasalahan berikutnya adalah:

• Status Air Yang Tercampur Benda Suci

Jika air tercampur oleh benda yang suci, bagaimana status air tersebut, apakah bisa untuk bersuci?

Maka jawabannya adalah jika benda suci yang mencampuri air tersebut menyebabkan penamaan air tersebut menjadi berubah.

Artinya adalah sifat benda itu mendominasi air sehingga tidak lagi disebut air maka tidak boleh digunakan untuk bersuci. Seperti yang saya jelaskan pada pertemuan sebelumnya.

Misalnya ada air tercampur dengan kopi maka air ini sifat kopi telah mendominasi sehingga orang-orang menyebutnya kopi, bukan lagi air atau air tercampuri oleh teh, ini juga sifat tehnya sudah mendominasi sehingga tidak bisa digunakan untuk bersuci namun bukan berarti air tersebut najis. Air tersebut suci tetapi tidak bisa mensucikan.

Kalau air yang bercampur dengan benda suci tetapi benda suci tersebut tidak mendominasi penamaan air ataupun tidak mendominasi sifat air maka air tetap disebut suci dan bisa digunakan untuk bersuci.

Misalnya:

Ada air tercampur sedikit oleh teh atau terkena kopi.

Ada air di bak mandi dan ini sering terjadi, sedikit terkena sabun, maka air tersebut tetap suci dan bisa digunakan untuk mensucikan. Karena nama yang dominan tetap air bukan sabun.

Dalīlnya apa?

Dalīlnya adalah surat An Nissā ayat 43.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan:

وَإِن كُنتُم مَّرۡضَىٰٓ أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوۡ جَآءَ أَحَدٞ مِّنكُم مِّنَ ٱلۡغَآئِطِ أَوۡ لَٰمَسۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمۡ تَجِدُواْ مَآءٗ فَتَيَمَّمُواْ صَعِيدٗا طَيِّبٗا

_”Jika kalian sakit atau sedang safar atau selesai melaksanakan buang hajat atau berhubungan badan dengan pasangan, lalu tidak mendapatkan air untuk bersuci maka bertayamumlah!”_

Dalam ayat ini Allāh menyebut air dalam bentuk nakirah. Nakirah adalah kata yang bermakna umum di dalam bahasa Arab.

Kata: مَآءٗ ini adalah berstatus nakirah ditambah lagi dia berada dalam konteks kalimat nafi atau peniadaan.

فَلَمۡ تَجِدُواْ مَآءٗ

_”Dan kalian tidak mendapatkan air.”_

Dalam kaidah ushul fiqih dinyatakan kalau ada kata nakirah dalam dalīl terletak dalam konteks kalimat penafi’an maka itu menunjukkan umum. Sehingga air di sini mencakup air secara umum, baik itu air yang murni (benar-benar air) air turun dari langit, air sungai atau air salju.

Air yang murni ataupun air yang tercampur, asalkan tercampurnya ini oleh benda suci dan tidak mendominasi penamaan dan sifat air. Maka tetap bisa digunakan untuk bersuci.

Demikian.

والله أعلمُ بالـصـواب

____________________

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top