Home > Bimbingan Islam > Kaidah Dasar Jual Beli > Halaqah 06 : Hukum Asal Jual Beli Adanya Hak Pembatal Akad

Halaqah 06 : Hukum Asal Jual Beli Adanya Hak Pembatal Akad

🎙 Ustadz Muhammad Ihsan, M.HI حفظه لله تعالى
📗 Kitāb Qawā’du Fīl Buyū’ (قواعد في البيوع)
📝 Fadhillatus Syaikh Sulaiman bin Salim Ar-Ruhaili حفظه لله تعالى
〰〰〰〰〰〰〰

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله الذي علَّمَ القرآن علَّم الإنسانَ ما لم يعلَم
وصلى الله على نبينا محمّد وعلى آله وصحبه وسلم عدد من
تعلم و علم اما بعد

Ikhawaniy A’ādzaniyallāh wa Iyyakum wa Rahimakumullāh.

Ini pertemuan kita yang keenam dari kajian tentang kaidah-kaidah yang berkaitan dengan jual beli. Kita telah sampai pada kaidah yang kedelapan, yaitu:

األصل ثبوت الخيار في البيوع

_▪︎ Hukum Asal Jual Beli Adanya Hak Pembatalan Akad_

Apa maksudnya?

Maksudnya adalah setiap transaksi jual beli memberikan hak pilih kepada penjual atau pembeli untuk melanjutkan atau membatalkan akad. Dalam istilah fiqih lebih dikenal dengan istilah khiyar (pilihan untuk membatalkan akad).

Diantara jenis-jenis khiyar atau hak untuk membatalkan akad, adalah:

⑴ Khiyar Majelis

Khiyar mejelis adalah hak untuk membatalkan akad baik penjual dan pembeli selama mereka berdua masih berada dalam satu majelis.

Selama mereka berada dalam majelis akad, dalam tempat transaksi, maka mereka berdua (penjual dan pembeli) memiliki hak pilih untuk membatalkan akad tersebut walaupun jual belinya telah selesai.

Selama mereka masih bersama, selama mereka masih berada di satu tempat transaksi, maka mereka masih diperkenankan untuk membatalkan akad.

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا، أَوْ يَقُولُ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ اخْتَرْ ‏

_”Dua orang yang melakukan transaksi jual beli memiliki hak untuk melanjutkan atau membatalkan akad, selama mereka berdua belum berpisah atau ketika salah seorang di antara keduanya berkata kepada yang lainnya: putuskanlah, selesaikanlah, pilihlah.”_

(Hadīts shahīh riwayat Al Bukhāri nomor 2109)

Kapan hak ini hilang?

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا

_”Selama mereka belum berpisah.”_

Maknanya adalah ketika mereka telah berpisah, ketika pembeli telah meninggalkan majelis akad, maka ketika itu hilanglah hak pilih. Maka akad menjadi lazim dan tidak boleh lagi penjual atau pembeli membatalkan akadnya. Kecuali mereka berdua sama-sama ridha untuk membatalkan akad.

Kalau seandainya pembeli kembali lagi kepada si penjual lalu mengatakan, “Afwan, ana tidak jadi beli barang ini,” (misalkan) maka penjual memiliki hak untuk menolak permintaan pembeli karena akad telah selesai.

Namun selama mereka bersama, selama mereka belum berpisah (masih di satu tempat) masih di tempat jual beli, masih di tempat transaksi, ketika pembeli membatalkan maka hal itu diperkenankan.

Misalkan, membeli sebuah barang. Lalu dia berdiri di situ ngobrol dengan penjual selama 10 menit atau 15 menit. Lalu dia berubah pikiran dan berkata kepada penjual, “Afwan, ana tidak jadi beli,” lalu dia batalkan, “Kembalikan lagi duit saya,” maka hal itu diperkenankan.

Inilah yang dinamakan oleh para ulama khiyar majelis. Jadi selama mereka belum berpisah.

Tetapi ketika mereka berpisah maka tidak ada lagi khiyar, tidak ada lagi hak pilih untuk membatalkan akad
Atau salah seorang diantara keduanya berkata kepada pihak lain, misalkan:

“Putuskanlah,” “Selesaikanlah,” “Hilangkan khiyarmu,” “Khiyarkan hakmu,” “Gugurkan hakmu,” lalu diterima oleh pihak lainnya maka ketika ini akadnya menjadi lazim.

Misalkan:

Pembeli telah selesai membeli barang, barang telah dia pegang uang telah ia serahkan. Lalu penjual berkata kepada pembeli, “Ikhtar.” “Sekarang pilih ini selesai atau tidak? Putuskan sekarang!”

Lalu pembeli bilang, “Ana ridha, ana putuskan ana tidak bakal kembalikan barang ini, ana sudah selesai (akad kita selesai).”

Ketika seperti ini, maka hilanglah hak khiyar dari seorang pembeli. Ketika mereka telah sama-sama ridha untuk memutuskan hak, untuk menggugurkan haknya, maka tidak ada lagi memiliki hak untuk membatalkan akad.

Itu yang pertama.

⑵ Khiyar Syarat.

Apa itu khiyar syarat?

Hak membatalkan akad bagi penjual maupun pembeli selama syarat yang disepakati atau selama kurun waktu yang disepakati.

Misalkan:

Pembeli membeli barang kepada penjual lalu pembeli berkata, “Berikan saya waktu selama lima hari untuk membatalkan akad,” “Berikan saya kesempatan berikan saya hak lima hari untuk membatalkan akad.”

Penjual berkata, “Thayyib, saya berikan waktu lima hari.”

Sehingga, ketika barang telah dibawa pulang oleh si pembeli dan uang telah dia serahkan kepada penjual, kemudian dihari yang ketiga pembeli menghubungi penjual kembali lalu dia berkata, “Afwan ana tidak jadi beli,” maka ketika itu akad bisa dibatalkan.

Si Pembeli mengembalikan barang yang telah dibeli dan Si Penjual mengembalikan uang yang telah dia terima. Karena kesepakatan awal (syarat) tadi diajukan oleh seorang pembeli, “Berikan saya waktu selama lima hari.” Ketika penjual meridhai hal tersebut maka syarat tersebut wajib dilaksanakan.

Thayyib, itulah yang dinamakan dengan khiyar syarat. Ini khiyar hak pilih (melanjutkan atau membatalkan) sesuai dengan kesepakatan antara penjual dan pembeli, sesuai dengan syarat yang diajukan.

Dan ini termasuk dengan kaidah yang sebelumnya, hukum sesuai dengan syarat yang diajukan. Dan hal ini sah selama tidak bertentangan dengan syariat Islām.

⑶ Khiyar Ghabn

Khiyar hak pilih yang diberikan kepada seorang pembeli, ketika pembeli merasa tertipu karena harganya jauh dari harga pasar.

Contoh:

Si A datang kepada Si B ingin membeli sebuah barang. Ketika Si B tahu bahwa Si A ini adalah orang yang tidak paham barang tersebut dan tidak tahu harga pasar, padahal sebenarnya harga tersebut berkisar (misalnya) diantara 100 ribuan, tetapi Si B ini menjual kepada Si A dengan harga 300 ribu dan Si A tidak tahu harganya.

Ketika Si A mengetahui bahwasanya dia tertipu, maka dia diberikan hak untuk mengembalikan barang tersebut kepada Si B.

Kalau seandainya dia ridha maka tidak masalah. Si A ridha, “Ya sudahlah tertipu.” Lalu dia meridhai itu, maka hilang (gugur) hak.

Namun seandainya dia ingin menggunakan haknya, dia datangi Si B lalu dia bilang, “Ternyata anda menipu saya, kembalikan lagi uang saya, saya tidak mau menjalankan, saya tidak mau membeli dari anda.” Maka hal tersebut diperkenankan.

Karena apa?

Karena dia maghbud, tertipu. Itu khiyar ghabn.

⑷ Khiyar ‘Aib

Khiyar ‘Aib adalah hak pembatalan akad yang dimiliki oleh seorang pembeli jika dia menemukan aib pada barang yang dijual, setelah transaksi jual beli.

Jadi dia mengetahui adanya aib atau cacat pada barang tersebut setelah akad jual beli. Maknanya adalah kalau seandainya telah dia tahu aib atau cacat tersebut ketika akad dan penjual telah menjelaskan bahwanya barang ini ada cacatnya ini dan itu, lalu mereka sepakat dan pembeli tidak mempermasalahkan hal tersebut, mereka sepakat dengan satu harga maka tidak ada lagi pilihan kepada pembeli untuk membatalkan akad (tidak diperkenankan lagi).

Si A membeli mobil ke Si B. Lalu dua hari kemudian dia datang lagi dan mengatakan, “Afwan ana tidak ridha dengan cacat itu,” maka ini tidak diterima karena dia telah mengetahui cacat itu sebelumnya. Ketika akad terjadi dan dia meridhai hal tersebut.

Namun seandainya penjual tidak menjelaskan cacat yang ada pada mobil tersebut, lalu dua atau tiga hari kemudian Si Pembeli menemukan ada kecacatan di mobil itu, maka dia boleh membatalkan akad atau pilihan kedua dia cukup menerima uang selisih harga.

Misalkan mobil itu harga pasarannya 250 Juta, ketika dia ada cacat yang seperti ini dan ditanyakan kepada orang yang ahli. Kemudian orang ahli itu mengatakan, kalau ada cacat seperti itu harganya cuma 220 Juta.

Maka Si Pembeli di sini tinggal meminta 30 Juta kepada Si Penjual, ganti rugi terhadap cacat yang ada pada mobil yang dia jual. Maka ini diperkenankan.

Kemudian para ulama membahas aib yang mana yang boleh dikomplain oleh seorang pembeli?

Mereka menjelaskan bahwa aib yang boleh dikomplain adalah aib yang bisa mempengaruhi harga. Adapun aib-aib yang dimaafkan adalah cacat yang sudah dianggap biasa oleh masyarakat atau ahli.

Ketika seorang ahli melihat ternyata mobil ini tidak masalah, tidak mempengaruhi harga (misalkan), maka hal seperti ini tidak dianggap aib yang melazimkan memberikan hak pilih kepada Si Pembeli.

Cacat yang dihitung adalah cacat yang bisa memengaruhi harga seperti yang telah kita jelaskan.

Misalnya, mobil yang memiliki cacat seperti itu harga jualnya menjadi 220 Juta, sedangkan si pembeli ketika tidak mengetahui cacat tersebut dia membeli mobil tersebut 230 Juta, maka hal seperti ini si pembeli diberi dua pilihan:

① Pembeli boleh membatalkan akad secara keseluruhan.

② Pembeli boleh mengambil ganti rugi dari cacat yang dia terima.

Wallāhu Ta’āla A’lam.

Kita cukupkan pembahasan kita sampai sini. Kita telah selesai membahas tentang beberapa kaidah yang berkaitan dengan jual beli dan delapan kaidah yang kita bahas ini adalah kaidah-kaidah dasar yang seharusnya diketahui oleh orang-orang yang bertransaksi jual beli. Terlebih bagi teman-teman yang bekerja sebagai pebisnis atau berjualan.

Maka mereka harus memahami kaidah-kaidah ini jangan sampai dia terjatuh kepada hal-hal yang terlarang dalam syariat Islām.

وصلّى الله على نبينا محمّد وعلى آله وصحبه وسلّم ثم و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

____________________

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top