🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA حفظه لله تعالى
📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah Fīl ‘Aqīdah (شرح أصول الإيمان نبذة في العقيدة)
📝 Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ
〰〰〰〰〰〰〰
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
إن الحمد الله وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله واصحابه و من والاه، و لا حول ولا قوة إلا بالله اما بعد
Sahabat BiAS, kaum muslimin rahīmani wa rahīmakumullāh.
In syā Allāh kita kembali melanjutkan pembahasan dari Risalah Syarah Ushul Iman Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullāhu ta’āla.
Dan in syā Allāh kita masuk pada pembahasan:
الإيمان بالقدر ثمرات جليلة منها
▪︎ Bebagai macam buah yang sangat indah yang berkaitan dengan beriman dengan takdir Allāh
Orang yang mereka beriman dengan takdir Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan merasakan buah-buah indah.
الاعتماد على ألله تعالي عند فعل الأسباب
⑴ Dia akan bersandar kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla ketika melakukan berbagai macam sebab.
Kita memang diperintahkan untuk melakukan sebab. Sebab kaya itu di antaranya adalah dengan bekerja, sebab kita banyak ilmu di antaranya dengan belajar dan mengumpulkan ilmu.
Tetapi kita tidak boleh bersandar kepada sebab, sebab yang menentukan segala-galanya adalah Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Maka ketika seseorang dia telah melakukan sebab kemudian hasilnya tidak seperti yang dia inginkan dia akan tenang (tentram).
Kenapa?
Karena dia kembalikan kepada Allāh Ta’āla, dia tidak bersandar kepada sebab, karena sebab satu di antara (di bawah) kendali kekuasaan Allāh Ta’āla. Manusia yang melakukan sebab tetapi hasilnya kembali kepada ketentuan (kekuasaan) Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
أن لا يعجب المرء بنفسه عندحصول مراده
⑵ Orang yang beriman kepada takdir Allāh Subhānahu wa Ta’āla, dia tidak akan terkena sifat ujub, dibuat kagum dengan dirinya sendiri, seakan-akan dirinya luar biasa, sehingga bisa mewujudkan sesuatu yang dia inginkan.
Kenapa?
Karena orang yang beriman dengan takdir Allāh, tahu persis bahwa semua yang dia dapatkan, semua yang bisa dia lakukan, semua yang bisa dia raih, semua karena nikmat Allāh semata.
Nikmat Allāh yang Allāh takdirkan dengan sebab kebaikan yang dia lakukan sehingga dia mendapatkan apa yang dia inginkan. Sehingga dia akan menyandarkan kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Inilah bedanya Fir’aun dengan nabi Sulaiman.
Inilah bedanya Qarun dengan Utsman bin Affan.
Kalau Fir’aun dengan kekuasaanya dia menjadi sombong bahkan mengatakan, “Saya tuhan kamu yang paling tinggi (أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَىٰ)”.
Qarun dengan kekayaannya mengatakan, “Semua yang diberikan ini karena ilmu yang aku miliki atau kehebatan yang aku miliki (وَمَا أُوتِيتُمْ الا مِنَ الْعِلْمِ عندى)”.
Berbeda dengan nabi Sulaiman, kerajaannya luas, kemampuannya banyak, kelebihannya sangat banyak tetapi nabi Sulaiman mengatakan, “هذا من فضل ربي, ini semua karunia dari Allāh”.
Sehingga seorang mukmin yang beriman dengan takdir dia tidak akan ujub.
الطمأنينة والراحة النفسية
⑶ Takdir itu akan membuat dia tenang (thuma’ninah) dan ketenangan ini yang dicari oleh manusia di negeri dimanapun, status sosial apapun. Semua mencari ketenangan.
Ketenangan itu hanya akan terjadi ketika seseorang mengimani Allāh, di antaranya beriman kepada takdir Allāh Ta’āla. Di mana semua kejadian ini telah ditakdirkan Allāh Ta’āla, sehingga orang tidak akan dibuat goncang dengan apapun yang menimpa dia.
Oleh karena itulah, ketika seorang mukmin tertimpa musibah, maka ucapannya bagaimana?
قدر الله وماشاء فعل
_”Apa yang Allāh kehendaki terjadi itulah yang terjadi.”_
Sehingga dia tidak akan marah, tidak akan ngamuk, dia tidak akan melampiaskan kejengkelannya. Dia akan kembalikan kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Dia diatur oleh Allāh Ta’āla, dia diperintahkan menempuh sebab, melakukan sebab kemudian dia gagal atau dia terkena musibah tanpa dia duga. Maka semua itu akan dia kembalikan kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Seorang mukmin akan tenang akan tentram, yang dia yakini dari ayat Allāh Subhānahu wa Ta’āla,
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍۢ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِى كِتَـٰبٍۢ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَآ
_”Tidak ada musibah yang menimpa di bumi dan tidak pula pada diri kalian sendiri, kecuali telah tercatat dalam kitab (Lauhul Mahfūdz) sebelum Allāh menciptakannya._
إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌۭ
_Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allāh.”_
(QS. Al-Hadīd: 22)
لِّكَيْلَا تَأْسَوْا۟ عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ
_”Agar kalian tidak putus asa dengan apa yang hilang dari kalian._
وَلَا تَفْرَحُوا۟ بِمَآ ءَاتَىٰكُمْ
_Dan supaya kalian jangan terlalu gembira sampai ujub dengan apa yang kalian dapatkan.”_
(QS. Al-Hadīd: 23)
Karena semuanya sudah diatur oleh Allāh, sudah ditakdirkan oleh Allāh, kalian akan mendapatkan atau kalian akan kehilangan atau akan menimpa apa, semua telah menjadi bagian takdir Allāh Ta’āla.
Sehingga Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam memuji sikap seorang mukmin.
Beliau bersabda:
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِإِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
_”Sungguh sangat mengherankan perkara orang mukmin, baginya setiap perkara itu baik, tidak akan terjadi sikap seperti ini kecuali hanya pada orang mukmin_
Apa itu?
إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Kalau dia mendapatkan kesenangan, kegembiraan, kemudahan, kelapangan dia bersyukur kepada Allāh, itu baik bagi dia_
وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
_Kalau menimpa kepada dirinya kesulitan, mudharat, musibah, kesempitan dia bersabar, dan sabar itu baik baginya_.
[HR. Muslim: 2999]Maka seorang mukmin ada di antara sayap syukur dan sabar, dua-duanya baik bagi dia karena akan menghasilkan pahala yang melimpah-ruah, menjadi عبد الشكور atau عبد الصبور (hamba yang bersyukur atau hamba yang bersabar) dengan takdir Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Kemudian para ikhwatiy fīllāh, Sahabat BiAS yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Adapun yang menyimpang dalam takdir itu ada dua kelompok, yaitu :
⑴ Jabriyyah
Jabriyyah yaitu orang yang mengatakan bahwa hamba itu tidak mempunyai kehendak dan kemampuan.
Sehingga mujbar (مجبر) hamba ini terpaksa, semua yang dilakukan tanpa ada kemampuan dan tanpa ada kehendak. Semuanya kehendak dan kemampuan Allāh Ta’āla. Ini tentu kesesatan.
⑵ Qadariyyah
Qadariyyah mengatakan hamba ini mustaqilu bi’ilmihi (مستقل بعلمه) hamba ini merdeka atau mandiri total. Baik dalam masalah iradah maupun qudrah. Sehingga semua yang terjadi semata-mata karena kehendak dia, semua yang terjadi semata-mata karena kemampuan dia, dan tidak ada campur tangan Allāh Subhānahu wa Ta’āla dalam kehidupan manusia. Ini tentu kesesatan.
Karena Allāh pun telah menegaskan (bantahan) kepada Jabriyyah di antaranya,
Allāh Ta’āla berfirman:
مِنكُم مَّن يُرِيدُ ٱلدُّنْيَا وَمِنكُم مَّن يُرِيدُ ٱلْـَٔاخِرَةَ
_”Di antara kalian ada yang menghendaki dunia dan ada yang menghendaki akhirat”_
(QS. Āli-Imrān: 152)
Artinya Allāh mengatakan manusia punya iradah, manusia punya kehendak. Dan waqi’nya bahwasanya manusia tahu tentang perbuatannya, bahwa perbuatan mereka itu dengan kehendak.
Kalau dia berkehendak dia akan melakukan kalau tidak, tidak akan melakukan.
Misalnya : Makan
Manusia mempunyai kehendak makan, jika dia ingin makan, dia akan makan, jika dia tidak ingin maka, dia tidak akan melakukan (tidak makan).
Ini menunjukkan manusia mempunyai kehendak, dan ini adalah bantahan kepada Jabriyyah.
Adapun Qadariyyah di antara bantahannya adalah Allāh Subhānahu wa Ta’āla menciptakan segala sesuatu dan segala sesuatu itu terjadi dengan masyīah (kehendak) Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Maka Allāh mengatakan:
وَلَوْ شَآءَ ٱللَّهُ مَا ٱقْتَتَلَ ٱلَّذِينَ مِنۢ بَعْدِهِم مِّنۢ بَعْدِ مَا جَآءَتْهُمُ ٱلْبَيِّنَـٰتُ
_”Seandainya Allāh berkehendak maka tidak akan terjadi peperangan antara mereka setelah datangnya petunjuk atau keterangan dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla.”_
(QS. Al-Baqarah: 253)
Ini menunjukkan bahwasanya Allāh mempunyai kehendak, ada campur tangan Allāh dengan perbuatan manusia.
وَلَوْ شِئْنَا لَـَٔاتَيْنَا كُلَّ نَفْسٍ هُدَىٰهَا
_”Seandainya Kami berkehendak akan Kami berikan petunjuk kepada setiap manusia.”_
(QS. Sajdah: 13)
Ini menunjukkan bahwasanya manusia terikat dengan kehendak Allāh Subhānahu wa Ta’āla, dan kenyataannya (secara akal) juga, bahwa semua yang dikuasai Allāh, semua dalam kerajaan Allāh, dalam kuasa Allāh.
Bagaimana Allāh tidak mempunyai kekuasaan atau campur tangan kepada makhluknya? Ini tentu lucu.
Bagaimana ciptaan Allāh, lalu Allāh tidak menguasai makhluknya tidak ada campur-tangan Allāh dengan makhluknya? Ini adalah sebuah pemikiran yang sesat.
Semoga bermanfaat, in syā Allāh ini yang kita sampaikan. Semoga Allāh memberkati kita semua. Semoga aqidah kita lurus dan tidak menyimpang.
و صلى الله عليه وسلم الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
________________