Home > Dirosah Islamiyah > Kajian Tematik Ramadhan 1442H > Tadabbur Ayat Al-Quran Al-A’rāf: 204-206 Bagian Kedua

Tadabbur Ayat Al-Quran Al-A’rāf: 204-206 Bagian Kedua

🌍 WAG Dirosah Islamiyah
🎙 Ustadz Dr. Muhammad Nur Ihsan, M.A. حفظه الله تعالى
📗 Kajian Tematik Ramadhan 1442H
~~~•~~~•~~~•~~~•~~~

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ ، أَمَّا بَعْدُ

Ikhwatal Iman Rahimakumullah, di kesempatan yang mulia ini kita akan bersama-sama mentadabur firman Allāh Tabaraka Wa Ta’ala di dalam Surat Al-A’raf ayat 204–206. Allāh Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan kita untuk berdzikir kepada Allāh.

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ

Sebutlah nama Rabbmu, sebutlah Rabbmu. Berdzikirlah kepada Rabbmu.

فِي نَفْسِكَ

Dalam hatimu,

تَضَرُّعًا وَخِيفَةً

Dengan penuh merendahkan diri,

وَخِيفَةً

Dan disertai dengan rasa takut,

دُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ

Tanpa dikeraskan. Kapan kita berdzikir? Di pagi dan petang hari.

Kemudian Allāh melarang kita,

وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ

Dan jangan menjadi orang yang lalai.

Dalam ayat yang mulia ini, perintah kepada kita untuk selalu banyak berdzikir, untuk senantiasa ingat kepada Allāh, ingat kepada negeri akhirat. Tidak menjadi orang-orang yang lalai. Karena orang-orang yang lalai dari berdzikir kepada Allāh, merekalah orang-orang yang merugi.

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ

Ini menunjukkan kepada kita bahwa di dalam berdzikir adalah kita senantiasa berdzikir فِي نَفْسِكَ (dalam hati kita), ini dzikir dengan hati.

Bagaimana maksud dari ayat tersebut? Tatkala kita memuji memuja Allāh menyebut namanya, hati kita memahami, menghayati apa yang kita baca serta meyakini tentang keagungan dan kebesaran Allāh. Dzikir بلقب (bil qolbi).

Kemudian,

تَضَرُّعًا وَخِيفَةً

Dengan merendahkan diri, وَخِيفَةً (dengan rasa takut). Jadi, رَغَبًا وَرَهَبًا (takut dan berharap). رَغَبًا itu berharap ketika merendahkan diri kepada Allāh, berharap rahmat. وَخِيفَةً (rasa takut). Karena 2 inilah yang menjadi rukun dalam setiap amal yang kita lakukan. Yaitu selalu ada dalam diri kita rasa takut dan juga berharap.

Kemudian,

دُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ

Tanpa dikeraskan, berdzikir tanpa dikeraskan. Tidak teriak-teriak (mengeraskan suara). Kenapa demikian ikhwatal iman?

Karena Allāh yang kita seru, Allāh yang kita sebut namanya yang kita selalu berdzikir dan ingat kepadanya, itu dekat (mendengar) apa yang kita sebut, apa yang kita puji dari nama-nama dan sifat-sifat Nya, apa yang kita panjatkan dan kita mohonkan kepada Allāh Tabaraka Wa Ta’ala.

Sehingga pada suatu ketika Nabi ditanya oleh para sahabatnya,

يَا رَسُولَ اللَّهِ قَرِيبٌ رَبُّنَا فَنُنَاجِيهِ ؟ أَوْ بَعِيدٌ فَنُنَادِيهِ

Kemudian Allāh Subhanahu Wa Ta’ala menurunkan firman-Nya, di dalam QS Al-Baqarah 186.

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ

Ya Rasulullah, apakah Rabb kita itu dekat? sehingga kita menyerunya dengan suara yang lembut? atau بعيد (jauh) sehingga kita harus menyerunya dengan mengangkat suara?

Maka Allāh Subhanahu Wa Ta’Ala menurunkan firman-Nya, “Wahai Muhammad apabila hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, katakan pada mereka, فَإِنِّي قَرِيبٌ (Aku dekat). Sehingga aku akan memperkenankan doa orang yang berdoa kepadaKu.”

Ikhwatal iman, di dalam berdzikir tidak perlu teriak-teriak. Kenapa demikian? Karena Allāh yang kita seru, Allāh yang kita puji, Allāh yang kita sebut nama dan sifatNya Maha dekat, tapi dekat di sini bukan dekat fisiknya. Naudzubillahi mindzalik.

Dekat bersama Tingginya Allāh, karena Dzatnya Maha Tinggi dan bukti kedekatan Allāh dengan hambaNya Allāh mendengar apa yang kita baca, apa yang kita panjatkan, permohonan apa yang kita panjatkan kepada Allāh. Kita menyeru Allāh, memuji Allāh, Allāh mendengar hal itu. Sehingga apabila kita berdoa Allāh akan mengabulkannya. Tidak perlu teriak-teriak di dalam berdzikir, dalam berdoa.

Kemudian dalam sebagian hadits disebutkan, hadits Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu Anhu. Dalam suatu perjalanan sebagian para sahabat mengeraskan suara mereka dalam berdoa dan berdzikir kepada Allāh. Tatkala Nabi mendengar hal itu, Beliau menegur para sahabatnya sembari berkata,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ ، فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا ، إِنَّهُ مَعَكُمْ ، إِنَّهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ

Wahai para sahabatku, kasihani diri kalian, artinya tidak perlu kalian teriak-teriak dan mengangkat suara dalam berdoa dan berdzikir. Sesungguhnya Rabb yang kalian seru, Rabb yang kalian berdoa kepadanya itu dekat. Bukanlah Rabb yang tiada (ghaib) atau Rabb yang tuli (tidak mendengar) tapi yang kalian seru itu سَمِيعٌ قَرِيبٌ (mendengar dan Maha dekat).

Ikhwatal iman Rahimakumullah, ini makna,

دُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ

Firman Allāh,

دُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ

Dan sebelumnya,

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ

Maka di dalam berdzikir ada tingkatan dan ahwalnya.
• Yang pertama, berdzikir dengan hati,
• Kemudian yang kedua berdzikir dengan lisan,
• Dan yang ketiga berdzikir dengan hati dan lisan. Inilah yang paling sempurna. Kondisi seorang hamba yang paling sempurna dalam berdzikir adalah menggabungkan hati dan lisan.

Kemudian kapan waktu yang paling utama untuk berdzikir? Allāh sebutkan di dalam ayat tersebut,

بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ

Di pagi dan di petang hari.

وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ ٱلشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا

“Dan bertasbihlah dengan memuji Rabbmu sebelum terbit matahari dan sebelum tenggelam.” [QS Thaha:130]

Maka waktu yang paling utama untuk berdzikir disebutkan dalam ayat ini adalah pada pagi dan petang hari. Makanya kita mengenal dan mengetahui ada dzikir pagi dan petang hari.

Ikhwatal iman, kemudian kata Allāh,

وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ

Jangan kamu menjadi orang yang lalai jangan kamu menjadi orang-orang yang tidak pernah berdzikir kepada Allāh.

Maka ikhwatal iman Rahimakumullah, firman Allāh

وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ

Menunjukkan kepada kita bahwasanya 2 hal yang bertentangan antara dzikir dengan kelalaian. Orang yang lalai berarti dia tidak berdzikir dan orang yang berdzikir berarti selamat dari kelalaian.

Maka tiada cara, tiada sebab untuk menyelamatkan diri dari kelalaian kecuali banyak berdzikir kepada Allāh. Di awal ayat Allāh menyebutkan,

وَاذْكُرْ رَبَّكَ

Ingatlah, sebutlah nama Rabbmu, pujilah Rabbmu, berdzikirlah kepada-Nya. Kemudian di akhir ayat Allāh menyebutkan

وٙلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ

Janganlah menjadi orang yang lalai.

Menjelaskan kepada kita bahwa antara dzikir dan kelalaian itu 2 hal yang bertentangan. Dua hal yang berlawanan. Siapa tidak berdzikir, maka terjebak ke dalam kelalaian. Siapa yang banyak berdzikir berarti dia selamat dari kelalaian.

Ikhwatal iman Rahimakumullah, kemudian ayat 206 Allāh menjelaskan,

إِنَّ الَّذِينَ عِنْدَ رَبِّكَ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَيُسَبِّحُونَهُ وَلَهُ يَسْجُدُونَ

Sesungguhnya para malaikat yang ada di sisi Rabbmu, ini menjelaskan kepada kita tempat malaikat itu di langit, tinggi. Dan Allāh Maha Tinggi di atas Arasy.

Para malaikat yang ada di sisi Allāh (penghuni langit) mereka tidak pernah sombong dalam beribadah kepada Allāh. Menjelaskan kepada kita bahwa malaikat tersebut diciptakan untuk beribadah. Tugasnya beribadah. Mereka hamba Allāh.

Oleh karenanya Allāh Subhanahu Wa Ta’ala melarang kita untuk sombong beribadah kepadanya. Di dalam QS Ghafir ayat 60.

وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِى سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Rabb kalian telah berfirman,

ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ

Berdoalah kalian kepadaKu, maka sesungguhnya akan Aku kabulkan.

Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dalam beribadah kepadaKu, kata Allāh

سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina. Malaikat diciptakan adalah untuk beribadah maka tugas mereka beribadah dan tidak menyombongkan diri.

Mereka melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allāh, [QS An-Nahl: 50]

يَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Melaksanakan apa yang diperintahkan.

Dan mereka selalu mensucikan Allāh, bertasbih ini amalan mereka. Bertasbih, beribadah, berdzikir kepada Allāh, [QS Al-A’raf: 206]

وَلَهُۥ يَسْجُدُونَ

Dan di antara ibadah mereka, mereka bersujud.

Kenapa Allāh Subhanahu Wa Ta’ala menyebutkan di akhir ayat surat Al-A’raf ini setelah sebelumnya menyebutkan perintah untuk berdzikir kemudian melarang dari kelalaian? Allāh ingin memberikan kepada kita peringatan dan juga wejangan. Bahwa para malaikat makhluk yang mulia di sisi Allāh, mereka tidak pernah menyombongkan diri dalam beribadah.

Maka “Wahai Orang yang beriman, wahai hambaKu.” Kata Allāh Subhanahu Wa Ta’ala, “Hendaklah kalian mencontoh mereka di dalam ketaatan, di dalam beribadah, banyak beribadah kepada Allāh. Janganlah menjadi orang yang lalai, banyaklah bertasbih, banyaklah mengagungkan Allāh Tabaraka Wa Ta’ala.

Karena para malaikat tidak pernah bosan, tidak pernah lalai dalam beribadah. Maka, contohlah sifat mereka dalam kesungguhan di dalam beribadah dan tidak pernah lalai.

اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

•┈┈┈•◈◉◉◈•┈┈┈•

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top