Home > Bimbingan Islam > Sirah Nabawiyyah > Bab 07 | Pembangunan Ka’bah Dan Awal Diturunkan Wahyu (Bag. 7 dari 12)

Bab 07 | Pembangunan Ka’bah Dan Awal Diturunkan Wahyu (Bag. 7 dari 12)

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Sirah Nabawiyyah
~~~~~~~

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوانه

Pada pertemuan kemarin kita telah sampai pada awal muasal, pertama kali, diturunkannya wahyu kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Dan kita terhenti tatkala Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam bertemu dengan malāikat Jibrīl ‘alayhissalām.

Proses Turunnya Wahyu

Āisyah radhiyallāhu ‘anhā menceritakan bagaimana turunnya wahyu kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Jika ada yang bertanya:

“Bukankah ‘Āisyah tidak bertemu dengan kejadian tersebut (yaitu turunnya Wahyu pertama kali), bahkan mungkin beliau belum lahir?”

Maka dijawab, bahwa para ulamā ahlul hadīts telah sepakat, apabila seorang shahābat meriwayatkan suatu hadīts tentang peristiwa yang dia tidak mengalaminya sendiri maka dianggap hadīts tersebut hadīts yang shahīh (selama sanadnya juga shahih).

Kenapa demikian?

Karena para shahābat mendengar dari shahābat yang lain.

‘Āisyah radhiyallāhu ‘anhā, meskipun tidak mendapati zaman turunnya wahyu (yang pertama), akan tetapi sangat mungkin beliau mengetahuinya dan mendengarkan kisah tersebut langsung dari suaminya, Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Beliau mengatakan:

أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْوَحْيِ الرُّؤْيَا الصَّادِقَةُ فِي النَّوْمِ وَكَانَ لَا يَرَى رُؤْيَا إِلَّا جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ ثُمَّ حُبِّبَ إِلَيْهِ الْخَلَاءُ فَكَانَ يَأْتِي حِرَاءَ فَيَتَحَنَّثُ فِيهِ وَهُوَ التَّعَبُّدُ اللَّيَالِيَ ذَوَاتِ الْعَدَدِ وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى خَدِيجَةَ فَتُزَوِّدُهُ لِمِثْلِهَا حَتَّى فَجِئَهُ الْحَقُّ وَهُوَ فِي غَارِ حِرَاءَ فَجَاءَهُ الْمَلَكُ فِيهِ فَقَالَ اقْرَأْ

فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَنَا بِقَارِئٍ قَالَ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدُ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ فَقُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّانِيَةَ حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدُ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ فَقُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّالِثَةَ حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدُ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ
{ اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ حَتَّى بَلَغَ مَا لَمْ يَعْلَمْ }

قَالَ فَرَجَعَ بِهَا تَرْجُفُ بَوَادِرُهُ حَتَّى دَخَلَ عَلَى خَدِيجَةَ فَقَالَ زَمِّلُونِي زَمِّلُونِي فَزَمَّلُوهُ حَتَّى ذَهَبَ عَنْهُ الرَّوْعُ فَقَالَ يَا خَدِيجَةُ مَالِي فَأَخْبَرَهَا الْخَبَرَ قَالَ وَقَدْ خَشِيتُ عَلَيَّ فَقَالَتْ لَهُ كَلَّا أَبْشِرْ فَوَاللَّهِ لَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَصْدُقُ الْحَدِيثَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ وَتَقْرِي الضَّيْفَ وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ ثُمَّ انْطَلَقَتْ بِهِ خَدِيجَةُ حَتَّى أَتَتْ بِهِ وَرَقَةَ بْنَ نَوْفَلِ بْنِ أَسَدِ بْنِ عَبْدِ الْعُزَّى بْنِ قُصَيٍّ وَهُوَ ابْنُ عَمِّ خَدِيجَةَ أَخِي أَبِيهَا وَكَانَ امْرَأً تَنَصَّرَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ يَكْتُبُ الْكِتَابَ الْعَرَبِيَّ فَكَتَبَ بِالْعَرَبِيَّةِ مِنْ الْإِنْجِيلِ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكْتُبَ وَكَانَ شَيْخًا كَبِيرًا قَدْ عَمِيَ

فَقَالَتْ خَدِيجَةُ أَيْ ابْنَ عَمِّ اسْمَعْ مِنْ ابْنِ أَخِيكَ فَقَالَ وَرَقَةُ ابْنَ أَخِي مَا تَرَى فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا رَأَى فَقَالَ وَرَقَةُ هَذَا النَّامُوسُ الَّذِي أُنْزِلَ عَلَى مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَام يَا لَيْتَنِي فِيهَا جَذَعًا أَكُونَ حَيًّا حِينَ يُخْرِجُكَ قَوْمُكَ

فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَ مُخْرِجِيَّ هُمْ فَقَالَ وَرَقَةُ نَعَمْ لَمْ يَأْتِ رَجُلٌ قَطُّ بِمَا جِئْتَ بِهِ إِلَّا عُودِيَ وَإِنْ يُدْرِكْنِي يَوْمُكَ أَنْصُرْكَ نَصْرًا مُؤَزَّرًا ثُمَّ لَمْ يَنْشَبْ وَرَقَةُ أَنْ تُوُفِّيَ وَفَتَرَ الْوَحْيُ فَتْرَةً حَتَّى حَزِنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا بَلَغَنَا حُزْنًا غَدَا مِنْهُ مِرَارًا كَيْ يَتَرَدَّى مِنْ رُءُوسِ شَوَاهِقِ الْجِبَالِ فَكُلَّمَا أَوْفَى بِذِرْوَةِ جَبَلٍ لِكَيْ يُلْقِيَ نَفْسَهُ مِنْهُ تَبَدَّى لَهُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام فَقَالَ لَهُ يَا مُحَمَّدُ إِنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ حَقًّا فَيُسْكِنُ ذَلِكَ جَأْشَهُ وَتَقَرُّ نَفْسُهُ عَلَيْهِ الصَّلَاة وَالسَّلَامُ فَيَرْجِعُ فَإِذَا طَالَتْ عَلَيْهِ وَفَتَرَ الْوَحْيُ غَدَا لِمِثْلِ ذَلِكَ فَإِذَا أَوْفَى بِذِرْوَةِ جَبَلٍ تَبَدَّى لَهُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام فَقَالَ لَهُ مِثْلَ ذَلِكَ

Wahyu yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam adalah dengan mimpi yang benar pada saat tidur. Beliau tidak melihat mimpi kecuali seperti datangnya shubuh yang cerah.

Kemudian beliau mencari tempat yang sunyi, beliau datang ke gua Hira dan bersemedi di dalamnya.

Beliau beribadah pada beberapa malam dengan beberapa jumlah dan beliau membawa bekal untuk hal itu.

Kemudian beliau kembali kepada Khadījah, ia pun membekalinya seperti biasanya. Hingga datanglah kebenaran kepada beliau, sedang beliau berada di gua Hira.

Malaikat mendatanginya seraya berkata:

“Bacalah!”

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menjawab:

“Saya tidak bisa membaca.”

Beliau menuturkan:

“Lalu ia memelukku dan menutupiku hingga aku semangat kembali. Kemudian ia melepaskanku seraya berkata:

‘Bacalah!’.”

“Saya berkata:

‘Aku tidak bisa membaca.’

Lalu ia memelukku kembali untuk yang kedua kalinya hingga aku bertambah semangat. Kemudian ia melepaskanku seraya berkata:

‘Bacalah.’

Saya menjawab:

‘Saya tidak bisa membaca.’

Ia pun memelukku dengan erat untuk yang ketiga kalinya hingga akupun kembali semangat. Kemudan ia melepaskanku seraya berkata:

‘IQRA` BISMI RABBIKA ALLADZI KHALAQ (bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan) sampai kepada ayat MAA LAM YA’LAM (Apa yang tidak dia ketahui)’.”

Lalu beliau kembali dalam keadaan bergetar dan kedinginan.

Tatkala ia bertemu dengan Khadījah, beliau berkata:

“Selimutlah aku, selimutilah aku.”

Ia pun menyelimutinya. Setelah hilang rasa gelisahnya, beliau bersabda:

“Wahai Khadījah, apa yang terjadi kepadaku.”

Lalu ia mengabarkan dengan suatu kabar. Beliau bersabda:

“Saya khawatir pada diriku sendiri.”

Khadijah berkata kepadanya:

“Tidak, kabarkanlah! Demi Allah, Allah tidak akan pernah menghinakanmu selamanya, karena engkau telah menyambung tali persaudaraan, berkata jujur, bertanggung jawab, memuliakan tamu, dan menolong kebenaran.”

Kemudan Khadījah mendekatinya hingga datang pula Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdil Uzai bin Qushai, dia adalah anak pamannya Khadījah, saudaraku adalah ayahnya.

Dia adalah orang yang membela ke jāhilīyyahnya, ia menulis kitāb dengan bahasa Arab dan ia pun menulis Injīl dengan bahasa Arab seperti apa yang Allah kehendaki.

Ia adalah seorang kakek yang sudah tua dan buta.

Khadijah berkata:

“Wahai anak pamanku, dengarkanlah keponakanmu!”

Waraqah berkata:

“Keponakanku, apa yang kamu lihat?”

Lalu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengabarkan kepadanya:

“Apa pendapatnya.”

Waraqah berkata:

“Ini adalah wahyu seperti yang diturunkan kepada Mūsā ‘alayhissalām. Aduhai, wahyu telah diturunkan kepada seorang pemuda, aku malu bila kaummu nanti akan mengusirmu.”

Rasululah shallallahu’alaihi wa sallam bertanya:

“Apakah mereka akan mengusirku?”

Waraqah berkata;

“Ya, tidak ada seorang lelakipun yang diberi seperti yang diberikan kepadamu kecuali akan diusir.

Kalaulah harimu menjumpaiku pasti aku akan menolongmu dengan pertolongan yang besar.”

Kemudian tak lama setelah itu, Waraqah wafat dan wahyupun terputus hingga Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam merasa sedih.

Karena begitu sedihnya, beliau sering pergi di siang hari ke gunung, tatkala sudah sampai di puncak gunung beliau ingin menjatuhkan dirinya darinya.

Lalu datanglah Jibrīl ‘alayhissalām dan berkata kepadanya:

“Wahai Muhammad! Sesungguhnya engkau adalah utusan Allah yang benar.”

Akhirnya beliaupun kembali setelah dirinya menjadi tenang dari tekanan tersebut dan jiwanya kembali mantap.

Apabila lama wahyu tidak turun, beliau pergi disiang hari seperti itu, bila telah sampai di puncak gunung, Jibril menampakkan diri kepadanya seraya berkata kepadanya seperti hal itu.

(Muttafaq Alaihi)

Ibunda ‘Āisyah mengatakan bahwa wahyu pertama kali diturunkan kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah dengan mimpi. Dan tidaklah Beliau melihat suatu mimpi kecuali datang seperti cahaya shubuh yang bersinar (artinya: sangat jelas) terang benderang.

Diantara hikmah Allāh Subhānahu wa Ta’āla tatkala menurunkan wahyu kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam melalui perantara malāikat Jibrīl adalah Allāh memberikan muqaddimah (pendahuluan), yaitu sebagai pembuka sebelum datang wahyu secara jelas dan nyata.

Di antara keajaiban yang dialami Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

⑴ Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mendengar batu memberi salam kepada Beliau.

Sebagaimana dalam hadīts:

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِنِّيْ َلأَعْرِفُ حَجَرًا بِمَكَّةَ كَانَ يُسَلِّمُ عَلَيَّ قَبْلَ أَنْ أُبْعَثَ إِنِّيْ َلأَعْرِفُهُ الآنَ”. رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari shahābat Jabīr bin Samrah, ia berkata bahwa Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam telah bersabda:

“Sesungguhnya aku mengetahui sebuah batu di Mekkah memberi salam kepadaku sebelum aku diangkat menjadi nabi. Sesungguhnya aku mengetahuinya sampai sekarang.”

(HR Muslim)

⑵ Pembelahan dada ketika Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam masih kecil oleh 2 malaikat, yaitu malaikat Jibrīl dan malaikat yang lain.

Yaitu menelentangkan Nabi kemudian membelah dada dan mengambil jantung Nabi dan membersihkannya.

⑶ Ru’yah shālihah, yaitu Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mimpi selama 6 bulan, yaitu mimpi dan benar-benar terjadi. Mimpi lalu terjadi, mimpi lalu terjadi dan seterusnya.

Setelah sering bermimpi maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam senang berkhalwat.

Beliau ingin mengenal Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Beliau berkhalwat dan bertahannats di Gua Hirā.

Bertahannats ditafsirkan oleh sebagian perawi yaitu yata’abbad (beribadah) dan berusaha mengenal Rabbnya.

Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam beribadah di beberapa malam yaitu bertafakkur (memikirkan ciptaan Allāh), memberi makan orang miskin.

Dan saat bekalnya habis, Beliau kembali ke rumah menemui Khadījah radhiyallāhu Ta’āla ‘anhā untuk mengambil bekal dan kembali ke Gua Hira. Sampai akhirnya datanglah kebenaran yaitu turunnya malāikat Jibrīl dan dia berada dalam gua Hirā.

Tatkala itu malāikat Jibrīl datang dalam bentuk manusia.

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam melihat malāikat Jibrīl dalam bentuk asli selama 2 kali:

⑴ Saat Isra Mirāj
⑵ Saat malāikat Jibrīl berada di antara langit dan bumi sambil membentangkan 600 buah sayap yang akan menutupi seluruh cakrawala.

Adapun saat di Gua Hira, malāikat Jibrīl berwujud seorang lelaki, yang tiba-tiba datang lalu berkata, “Hai Muhammad, bacalah.”

Sebagian ulamā seperti Ibnu Hajar dan yang lainnya mengatakan, bahwa ada riwayat malāikat tersebut membawa sebuah tulisan yang terbuat dari semacam kain sutera bertuliskan surat Al ‘Alaq: 1-5.

Lalu malāikat Jibrīl memegang Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam kemudian memeluknya sampai Beliau susah bernafas kemudian melepaskannya dan berkata, “Bacalah.”

Kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, “Aku benar-benar tidak bisa baca.”

Kemudian Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dipeluk lagi sampai sesak sampai 3 kali, setelah 3 kali barulah Beliau ditalqin oleh malāikat Jibrīl surat Al ‘Alaq ayat 1-5.

Demikian saja.

سبحانك اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك
وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
________

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top