🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Sirah Nabawiyyah
~~~~~~~
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوان
Bagaimanakah datangnya wahyu?
Proses Turunnya Wahyu
Wahyu turun kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam di awal kali adalah dengan mimpi.
Sebelumnya, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam senang berkhalwat (menyepi di gua), sebagaimana disebutkan dalam hadīts:
Dari ‘Āisyah radhiyallāhu Ta’āla ‘anhā, beliau mengatakan:
أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْوَحْيِ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فكان لا يرى رؤيا إلا جاءت مثل فَلَق الصبح
“Wahyu pertama kali turun kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dalam bentuk mimpi. Tidaklah Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mimpi datang kepada Beliau kecuali seperti fajr shubuh.”
Fajr shubuh, artinya disini adalah “sangat jelas”.
Ada orang yang mimpinya tidak jelas, seperti main-main. Adapun mimpi Nabi sangatlah jelas.
Kata para ulamā, hikmah dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla bahwa Allāh tidak menjadikan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam langsung bertemu dengan malāikat, akan tetapi diberi muqaddimah dengan datangnya mimpi adalah agar Beliau siap untuk menerima wahyu dalam bentuk datangnya malāikat Jibrīl ‘alayhissalām.
Aisyah melanjutkan :
ثم حبب إليه الخلاء، وكان يخلو بغار حراء، فيتحنث فيه –وهو التعبد– الليالي ذوات العدد، قبل أن ينزع إلى أهله ويتزود لذلك، ثم يرجع إلى خديجة فيتزود لمثلها، حتى جاءه الحق وهو في غار حراء
“Kemudian Nabi dijadikan oleh Allāh suka berkhalwat. Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam pergi ke Gua Hirā dan beribadah di sana beberapa malam, dan sebelum pergi disiapkan makanannya oleh Khadījah, karena Beliau akan bermalam beberapa malam. Jika bekal sudah habis maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam turun untuk mengambil lagi makanan dari istrinya Khadījah. Sampai datangnya malāikat Jibrīl dan Beliau berada di dalam Gua Hirā.”
Sebelum datang malāikat Jibrīl, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dijadikan oleh Allāh senang pergi untuk menyepi ke Gua Hirā.
Para ulamā khilaf, apa yang dilakukan Nabi di Gua Hirā.
Ada banyak pendapat:
⑴ Ada yang mengatakan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam beribadah seperti ibadahnya Nabi Ibrāhīm ‘alayhissalām.
Walau akhirnya menimbulkan pertanyaan, dari mana Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengetahui ibadahnya Nabi Ibrāhīm ‘alayhissalām?
⑵ Dalam riwayat, disebutkan bahwa ibadah yang dilakukan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah memberi makan kepada faqīr miskin.
⑶ Ada yang mengatakan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam beribadah dengan tafakkur, memikirkan keagungan penciptaan alam semesta.
⑷ Ada yang mengatakan ibadah Nabi dengan berkhalwat maksudnya adalah meninggalkan kemaksiatan. Karena Mekkah tatkala itu dalam keadaan rusak.
Dan kita tahu bahwasanya dari Gua Hirā dapat melihat Ka’bah langsung, bagaimana kondisi Mekkah, seakan-akan Nabi duduk termenung disitu melihat bagaimana rusaknya kota Mekkah dan Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam menjauh.
Menjauhnya seseorang dari kemaksiatan itu adalah ibadah tersendiri.
Oleh karenanya Nabi Ibrāhīm ‘alayhissalām tatkala diajak untuk melakukan kesyirikan, beliau berkata:
إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَىٰ رَبِّي
“Aku ingin pergi kepada Rabbku.”
(QS Ash Shāffāt: 99)
Wallāhu A’lam bishshawāb, ibadah seperti apakah yang dilakukan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam saat beliau berkhawat, sampai akhirnya datanglah malāikat Jibrīl menurunkan wahyu kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam ketika diangkat menjadi Rasūl itu merupakan pilihan Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman dalam banyak ayat diantaranya:
اللَّهُ يَصْطَفِي مِنَ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا وَمِنَ النَّاسِ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ
“Allāh memilih utusan-utusan-Nya dari malaikat dan dari manusia; Sesungguhnya Allāh adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(QS Al Hajj: 75)
Jadi, kerasūlan itu adalah isthifa (pilihan), bukan suatu perkara yang bisa diusahakan atau diupayakan.
Tidak sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian orang-orang liberal yang mereka berdalīl dengan perkataan Ibnu Sina yang berpendapat bahwasanya: “Kenabian adalah perkara yang bisa diusahakan.”
Jadi seseorang kalau ingin bisa menjadi Nabi maka pergi berkhalwat, duduk kemudian merenungkan, menghilangkan segala urusan dunia kemudian bisa menjadi Nabi. Ini tidak benar.
Allāh ‘Aza wa Jala lah yang memilih Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam. Hanya saja prosesnya melalui proses khalwat (menyepi).
Kalau kita perhatikan, Nabi-nabi sebelum Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, tidak ada yang memperoleh kenabian melalui cara khalwat.
Misalnya, Nabi Yahya ‘alaihis salam, beliau sejak dari kecil sudah diangkat jadi Nabi.
Oleh karenanya pendapat Ibnu Sina tersebut ada perkataan yang bathil.
Dan Ibnu Sina, meskipun terkenal di kalangan kaum Muslimin, dia memiliki pemikiran yang berbahaya.
Contohnya dia berpendapat bahwasanya alam ini sudah ada sejak dahulu, tidak diciptakan, tapi sudah ada sejak zaman azali. Hal ini ditentang keras oleh Al Ghazaliy.
Pendapatnya yang lain bahwasanya Allāh tidak mengetahui ilmu secara detail, Allāh hanya mengetahui ilmu secara global. Misalnya manusia ke kamar mandi, Allāh tidak mengetahuinya. Ini juga pendapat yang berbahaya.
Oleh karenanya setelah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam diangkat menjadi Nabi, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam sudah tidak pernah lagi berkhalwat di Gua Hirā dan tidak ada juga shahābat yang melakukan hal yang sama di Gua Hirā.
Karena itu, tidak mengapa kita berkunjung ke Gua Hirā tapi jangan meyakini adanya keberkahan di tempat itu.
Bagaimana turunnya malāikat Jibrīl ?
Malāikat Jibrīl datang tatkala Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam sedang di gua Hira, kemudian malaikat Jibrīl berkata:
فجاءه الملك فقال: اقرأ، قال: «ما أنا بقارئ» قال: فأخذني فغطني حتى بلغ مني الجهد، ثم أرسلني قال: اقرأ، فقلت: «ما أنا بقارئ»فأخذني فغطني الثانية حتى بلغ مني الجهد، ثم أرسلني فقال: اقرأ فقلت: «ما أنا بقارئ» فأخذني فغطني الثالثة ثم أرسلني فقال: ( اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ خَلَقَ الإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ ) [العلق: 1: 4]
Malāikat (Jibrīl) mendatanginya seraya berkata: “Bacalah!”
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menjawab: “Saya tidak bisa membaca.”
Beliau menuturkan: “Lalu ia memelukku dan menutupiku hingga aku semangat kembali. Kemudian ia melepaskanku seraya berkata: “Bacalah!”
Saya berkata: “Aku tidak bisa membaca.”
Lalu ia memelukku kembali untuk yang kedua kalinya hingga aku bertambah semangat.
Kemudian ia melepaskanku seraya berkata: “Bacalah!”
Saya menjawab: “Saya tidak bisa membaca.”
Ia pun memelukku dengan erat untuk yang ketiga kalinya hingga akupun kembali semangat.
Kemudan ia melepaskanku seraya berkata; IQRA` BISMI RABBIKA ALLADZI KHALAQ (bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan) sampai kepada ayat MAA LAM YA’LAM (Apa yang tidak dia ketahui).”
Kata para ulamā, Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam tidak mengatakan: “لَمْ أَقْرَأْ” tetapi ” ما أنا بقارئ “, yang artinya “saya tidak bisa baca sama sekali.”
Ini artinya bahwa Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis).
Dalam surat Al A’raf Allāh sebutkan bahwa Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah Nabi yang ummi (tidak bisa baca dan tulis).
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الأمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimānlah kamu kepada Allah dan Rasūl Nya, Nabi yang umi yang berimān kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat Nya (kitāb-kitāb Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk.”
(QS Al A’raf: 157)
Sampai disini saja kajian kita, In syā Allāh besok kita lanjutkan.
Yang benar datangnya dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla yang salah dari pribadi saya sendiri, semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengampuni kita semua.
وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
________