Home > Bimbingan Islam > Sirah Nabawiyyah > Bab 07 | Pembangunan Ka’bah Dan Awal Diturunkan Wahyu (Bag. 4 dari 12)

Bab 07 | Pembangunan Ka’bah Dan Awal Diturunkan Wahyu (Bag. 4 dari 12)

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Sirah Nabawiyyah
~~~~~~~

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوانه

Kita lanjutkan pembahasan kita tentang sirah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, dan kita masuk pada pembahasan tentang “Bagaimana Bentuk Penjagaan Allāh Subhānahu wa Ta’āla kepada Nabi Shallallāhu ‘Alayhi wa Sallam dari Hal-hal yang Diharāmkan”.

Di antara bentuk penjagaan kepada Nabi meskipun belum turun wahyu kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah Allāh sudah menjadikan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam ma’shum di atas fithrah dengan tidak menyukai perbuatan-perbuatan haram. Misalnya tidak menyukai minum khamr, tidak berzina, tidak pernah mengusap atau menyembah berhala.

Di antara hikmahnya adalah, agar saat Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam diangkat menjadi Nabi, orang-orang Quraisy tidak bisa mencela Nabi.

Seandainya Nabi dahulu pernah sujud kepada patung atau melakukan perbuatan harām maka orang-orang Quraisy akan mengatakan:

“Wahai Muhammad, sekarang engkau melarang kami padahal dahulu kau melakukannya.”

Oleh karenanya kita dapati orang-orang kāfir Quraisy sering mencari-cari kesalahan Nabi, namun mereka tidak menemukannya. Baik dari sisi nasab maupun akhlaq. Tidak ada masa lalunya yang buruk.

Kemudian diantara dalīl bahwa Allāh Subhānahu wa Ta’āla menjaga Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah:

Dari ‘Ali bin Abi Thālib, beliau mengisahkan: Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

ماهممت بشيء مما كان أهل الجاهلية يهمون به من النساء ، إلا ليلتين . كلتاهما عصمني الله تعالى منهما ، قلت ليلة لبعض فتيان مكة – ونحن في رعاية غنم أهلنا – فقلت لصاحبي : أبصر لي غنمي حتى أدخل مكة ، فأسمر فيها كما يسمر الفتيان . فقال : بلى . فدخلت حتى إذا جئت أول دار من دور مكة سمعت عزفا بالغرابيل والمزامير . فقلت :
ما هذا ؟ فقيل : تزوج فلان فلانة . فجلست أنظر ، وضرب الله على أذني ، فوالله ما أيقظني إلا مس الشمس . فرجعت إلى صاحبي ، فقال : ما فعلت ؟ فقلت : ما فعلت شيئا ، ثم أخبرته بالذي رأيت .
ثم قلت له ليلة أخرى : أبصر لي غنمي حتى أسمر بمكة . ففعل ، فدخلت ، فلما جئت مكة سمعت مثل الذي سمعت تلك الليلة ، فسألت . فقيل : فلان نكح فلانة ، فجلست أنظر ، وضرب الله على أذني ، فوالله ما أيقظني إلا مس الشمس ، فرجعت إلى صاحبي فقال : ما فعلت ؟ قلت : لا شيء ، ثم أخبرته بالخبر ، فوالله ما هممت ولا عدت بعدها لشيء ، حتى أكرمني اله بنبوته )

“Saya tidak pernah berkeinginan sebagaimana orang-orang jāhilīyyah berkeinginan terhadap musik, kecuali hanya dua kali. Dan kedua-duanya itupun Allāh menjagaku darinya.

Suatu hari, di malam yang pertama, saya sedang menggembalakan kambing bersama temanku dan saya berkata kepada temanku:

‘Tolong jaga kambingku, saya ingin memasuki kota Mekkah dan ingin begadang dengan anak-anak muda di Mekkah (ada acara walimah).’

Maka saya pun masuk ke kota Mekkah. Ketika pertama kali masuk ke Mekkah, aku mendengar alat musik di rumah-rumah kota Mekkah.

Aku berkata: ‘Ada apa ini?’

Dijawab: ‘Si Fulān telah menikah dengan fulānah.’

Akupun duduk ingin mendengarkan musik-musik tersebut, maka Allāh menutup telingaku dan akupun pingsan dan tidak ada yang membangunkanku kecuali terik matahari.

Lalu saya kembali kepada temanku.

Dia pun bertanya : ‘Apa yang kau lakukan, wahai Muhammad?’

‘Aku tidak melakukan apa-apa.’

Aku kabarkan kepada dia apa yang terjadi.”

Malam yang lainpun demikian dan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tidak pernah berkeinginan untuk bermusik-musikan kecuali pada 2 malam itu saja.

Pada malam yang lain, Beliau juga berkata kepada temannya:

” ‘Jaga kambingku, aku ingin bergadang di kota Mekkah.’

“Maka tatkala aku masuk di kota Mekkah, aku mendengar seperti awal, ada suara musik-musikan dan aku bertanya:_

‘Ada apa?’

‘Fulān telah menikah dengan fulānah.’

Aku memandang mereka sedang bernyanyi-nyanyi maka Allāh pun menutup telingaku, demi Allāh akupun tertidur dan tidak terjaga kecuali terik matahari.”

Ini merupakan bukti bahwa Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dijaga oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Hadīts ini memang masih diperselisihkan oleh para ulamā, sebagian ulamā mendha’īfkan dan sebagian menghasankan, Allāhu A’lam.

Akan tetapi ini menguatkan bagaimana Allāh Subhānahu wa Ta’āla menjaga Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dari hal-hal yang diharāmkan Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Di dalam hadīts yang shahīh, diriwayatkan bahwa Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah berhaji di zaman jāhilīyyah.

Di bab sebelummnya telah diterangkan bahwa orang-orang musyrikin saat mereka berhaji, penuh dengan kesyirikan.

Mereka bertalbiyah namun talbiyah mereka berisi kesyirikan.

Dalam shahīh Muslim dikatakan bunyi talbiyah mereka:

لبيك لا شريك لك إلا شريكًا هو لكتملكه وما ملك.

“Kami penuhi panggilan-Mu, tidak ada syarikat bagi-Mu kecuali syarikat yang Engkau kuasai.”

Orang-orang Quraysh ketika haji, membedakan diri dengan kabilah lain.

Kabilah lain ketika berhaji, mereka wuqūf di Padang ‘Arafah (tanggal 9).

Adapun orang-orang Quraisy wuqūfnya di Muzdalifah. Muzdalifah adalah tanah harām sedangkan ‘Arafāh termasuk tanah halal.

Penduduk kota Mekkah yang ingin ‘umrah, dia diharuskan keluar dari Mekkah, pergi ke tanah halal dulu kemudian masuk ke tanah harām.

⇒Tanah halal contohnya; Tan’īm, Jur’anah, Hudaibiyyah, ‘Arafah, dll.

Orang-orang Quraysh mengatakan:

“Kami tidak ingin wuqūf di tanah halal, karena kami ini orang-orang Quraisy. Kami orang-orang yang semangat beribadah dan mengagungkan Ka’bah.”

Adapun Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam ketika haji, sedangkan tidak ada yang mengajarkan beliau, fithrahnya membimbing Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam untuk wuqūf di Padang ‘Arafah.

Hadīts ini diriwayatkan oleh Jubayr bin Muth’im tatkala haji di musim haji saat Nabi belum diangkat menjadi Nabi.

Dia menceritakan :

أضللت بعيرا لي يوم عرفة ، فخرجت أطلبه بعرفة ، فرأيت النبي صلى الله عليه وسلم واقفا مع الناس بعرفة ، فقلت : هذا من الحمس ، فما شأنه هاهنا ؟

Saat di hari ‘Arafah untaku hilang, maka akupun pergi mencari untaku. Lantas akupun melihat Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam wuqūf di Padang ‘Arafah bersama kabilah yang lain.

Aku berkata:

“Muhammad kan orang Quraysh, kenapa wuqūfnya di ‘Arafah?”

Hadīts ini juga merupakan dalīl bahwa Allāh Subhānahu wa Ta’āla menjaga Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam. Bahkan dalam ibadah, Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam tidak terjerumus ke dalam kesyirikan, temasuk saat haji. Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam berhaji di musim haji juga, tidak melanggar hajinya Nabi Ibrāhīm ‘alayhissalām. Di mana wuqūfnya Nabi Ibrāhīm ‘alayhissalām adalah di Padang ‘Arafah.

Demikianlah, Allāh Subhānahu wa Ta’āla menjaga Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, meskipun beliau belum menjadi Nabi. Beliau dijaga dari sisi aqidah, akhlaq dan perangai serta perilaku.

Nabi Mūsā ‘alayhissalām ketika diutus oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla untuk berdakwah kepada Fir’aun, beliau merasa takut, karena Nabi Mūsā pernah melakukan kesalahan yaitu pernah membunuh salah seorang dari Banī Isrāil sehingga khawatir kaumnya membunuh atau mendustakannya.

Hal ini diungkap dan diungkit kesalahannya oleh Fir’aun saat Nabi Mūsā berdakwah.

Adapun Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam tidak ada kesalahannya, sehingga orang-orang kāfir Quraisy tidak memiliki alasan untuk mencela Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam saat pertama kali berdakwah terang-terangan, beliau berseru di Jabal Shafa:

“Wahai orang-orang Quraysh, jikalau saya kabarkan kepada kalian ada musuh dibelakangku apa kalian akan membenarkan perkataan saya?”

Kata mereka:

“Kami tidak pernah mendapatimu berdusta.”

Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam lalu melanjutkan:

“Kalau begitu saya kabarkan akan adanya hari kiamat.”

Maka merekapun langsung mendustakan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam langsung saat itu juga.

Mulailah mereka mengatakan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah seorang pendusta, penyihir, orang gila karena tidak sesuai dengan keyakinan mereka.

Adapun dari sisi akhlaq, mereka tidak bisa mengingkari luar biasanya akhlaq Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam sejak zaman jahiliyyah.

Sampai disini saja kajian kita, In syā Allāh besok kita lanjutkan.

Yang benar datangnya dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla yang salah dari pribadi saya sendiri, semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengampuni kita semua.

وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

________

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top