Home > Bimbingan Islam > Sirah Nabawiyyah > Bab 05 | Beberapa Peristiwa Di Masa Kecil Nabi (Bag. 5 dari 7)

Bab 05 | Beberapa Peristiwa Di Masa Kecil Nabi (Bag. 5 dari 7)

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Sirah Nabawiyyah
~~~~~~~

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوانه

Shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

In syā Allāh kita akan menyampaikan tentang, “Bagaimana Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengembalakan kambing”.

Diriwayatkan oleh Imām Al Bukhāri rahimahullāh Ta’āla:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ـ رضى الله عنه ـ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ” مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا إِلاَّ رَعَى الْغَنَمَ “. فَقَالَ أَصْحَابُهُ وَأَنْتَ فَقَالَ ” نَعَمْ كُنْتُ أَرْعَاهَا عَلَى قَرَارِيطَ لأَهْلِ مَكَّةَ “.

Dari Abū Hurairah radhiyallāhu ‘anhu berkata: Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

“Tidak ada seorang Nabipun kecuali menggembalakan kambing.”

Kata para shahābat:

“Engkau juga menggembalakan kambing, wahai Rasūlullāh?”

Berkata Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

“Iya, saya menggembalakan kambing, saya dulu menggembalakan kambing-kambingnya orang Mekkah untuk dapat upah dari mereka.”

(HR Bukhari nomor 2102, versi Fathul Bari nomor 2262)

Di antara para ulamā mengatakan bahwa Nabi tidak memiliki kambing. Itu kambingnya orang-orang dan Beliau yang merawat supaya dapat upah dan upah itu untuk membantu pamannya (Abū Thālib) karena dia orang terpandang tapi miskin secara ekonomi.

Dalam hadīts yang lain, dari Jābir bin ‘Abdillāh radhiyallāhu Ta’āla ‘anhumā:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم بِمَرِّ الظَّهْرَانِ وَنَحْنُ نَجْنِي الْكَبَاثَ فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ” عَلَيْكُمْ بِالأَسْوَدِ مِنْهُ ” . قَالَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّكَ رَعَيْتَ الْغَنَمَ قَالَ ” نَعَمْ وَهَلْ مِنْ نَبِيٍّ إِلاَّ وَقَدْ رَعَاهَا ” . أَوْ نَحْوَ هَذَا مِنَ الْقَوْلِ .

Suatu hari kami bersama Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam di suatu tempat bernama Marazzahrān dan kami sedang mengambil kayu siwak.

Lalu Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam berkata:

“Cari yang kayu yang batangnya hitam.”

Maka para shahābat heran.

“Wahai Rasūlullāh, seakan-akan engkau pernah menggembalakan kambing.”

Berkata Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

“Ya, saya pernah menggembalakan kambing, bukankah setiap Nabi pernah menggembalakan kambing?”

(HR Muslim nomor 3822, versi Syarh Muslim nomor 2050 )

Ini dalīl bahwasanya seluruh Nabi menggembalakan kambing, sampai Nabi yang hidup dalam kemewahan ditaqdirkan oleh Allāh untuk menggembalakan kambing.

Contohnya:

√ Nabi Mūsa ‘alayhissalām, beliau dirawat di istana Fir’aun, namun, diatur oleh Allāh untuk menggembalakan kambing.

Nabi Mūsa membunuh salah seorang dari Mesir dan dikejar-kejar dan melarikan diri ke negeri Madyan dan bertemu dengan orang sana lalu dinikahkah dengan putrinya dengan mahar menggembalakan kambing selama 8 atau 10 tahun.

√ Nabi Sulaimān
√ Nabi Dāwūd

Apa hikmahnya Allāh menjadikan para Nabi seluruhnya menggembalakan kambing, tanpa kecuali?

Kata para ulamā banyak hikmah para Nabi (terutama sebelum menjadi Nabi) ditaqdirkan Allāh untuk menggembalakan kambing, yaitu:

⑴ Untuk mengajarkan tawādhu’. Seorang penggembala, apa yang mau disombongkan.

⑵ Menunjukkan perhatian terhadap hewan yang lemah yaitu kambing, tidak seperti unta, kuda.

⑶ Jenis kambing bermacam-macam, ada yang jinak dan ada yang buas, ini penting untuk latihan menghadapi berbagai tipe manusia, ada yang angkuh, rendah, kaya, miskin.

⑷ Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam sejak kecil sudah mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain. Bahkan sudah bekerja dan membantu orang lain (pamannya)

Di antara yang melemahkan dakwah adalah tatkala da’i bergantung kepada orang lain, jika tidak ada dana dari seseorang maka dia tidak berdakwah.

Ada yang membantu da’i alhamdulillāh dan aib jika seorang da’i meminta-minta, apalagi pasang tarif, ini memalukan. Tetapi kalau ada orang memberi hadiah maka diterima dan tidak jadi masalah.

Sifat Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam masyhur, membantu orang lain.

Saat didatangi malāikat Jibrīl, Beliau ketakutan, datang kepada Khadījah dan berkata:

لَقَدْ خَشِيتُ عَلَى نَفْسِي

“Saya khawatir sesuatu menimpa diriku.”

قَالَتْ لَهُ خَدِيجَةُ كَلاَّ أَبْشِرْ فَوَاللَّهِ لاَ يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا وَاللَّهِ إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَصْدُقُ الْحَدِيثَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ وَتَقْرِي الضَّيْفَ وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ .

Kata Khadījah:

“Sekali-kali tidak, demi Allāh, gembiralah wahai suamiku, tidak akan menghinakanmu selamanya, engkau orang yang suka bersilaturahim, senantiasa jujur, memikul beban orang lain, suka mengusahakan sesuatu yang tidak ada, senantiasa menjamu tamu dan senantiasa membela faktor-faktor kebenaran.”

(HR Muslim nomor 231, versi Syarh Muslim nomor 160)

Oleh karena itu, biasakan diri kita agar tidak bergantung kepada orang lain.

Di antara puncak kebahagiaan adalah seseorang tidak bergantung kepada makhluq apapun. Kita mengambil sebab tapi jangan bergantung kepada sebab tersebut.

Kapan seseorang menggantungkan hatinya kepada manusia dan berharap kepada manusia maka suatu saat dia akan kecewa dan akan hilang kebahagiaannya.

Berbeda jika seseorang senantiasa menggantungkan hatinya kepada Allāh maka akan senantiasa bahagia.

Demikian saja.

سبحانك اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا أنت، أستغفرك وأتوب إليك
وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

________

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top