🌍 BimbinganIslam.com
👤 Riki Kaptamto, Lc
📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi’ al Akhbār
(Mutiara Hikmah Penyejuk Hati, Syarah 99 Hadits Pilihan)
📝 Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa’dī
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد
Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.
Ini adalah halaqah kita yang ke-19 dalam mengkaji kitāb بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil abrār wa Quratu ‘uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi’ al Akhyār) yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa’dī rahimahullāh.
Kita sudah sampai pada hadīts yang ke-18 yaitu hadīts yang diriwayatkan oleh Abdullāh bin Umar radhiyallāhu ta’āla ‘anhumā.
Beliau mengatakan, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Kezhāliman adalah kegelapan pada hari kiamat” (Muttafaqun ‘alayhi) (Hadīts riwayat Imām Bukhāri dan Muslim)
Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa’dī rahimahullāh menjelaskan bahwa hadīts ini berisi tentang peringatan dari perbuatan zhālim sekaligus anjuran agar kita melakukan perbuatan adil.
Perbuatan adil adalah lawan dari kezhāliman, karena syari’at Islām seluruhnya berbicara tentang keadilan. Oleh karena itu Allāh Subhānahu wa Ta’āla memerintahkan di dalam beberapa ayat-ayat Al-Qur’ān agar kita bersikap adil.
Di antaranya Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman di dalam surat Al ‘Arāf ayat 29.
قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ
Katakanlah wahai Muhammad, bahwa Rabbku memerintahkan agar berbuat keadilan.”
Dan juga di dalam surat An Nahl 90, Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ
“Sesungguhnya Allāh perintahkan agar seorang berbuat adil.”
Yang dimaksud dengan adil adalah:
العدل وضع الشيء في موضعه، والقيام بالحقوق الواجبة
Menempatkan sesuatu pada posisinya dan menunaikan hak-hak yang wajib untuk ditunaikan.
Itulah yang dinamakan sebagai suatu keadilan.
Adapun yang dinamakan dengan kezhāliman adalah lawan dari hal tersebut yaitu menempatkan sesuatu tidak pada posisi yang seharusnya, serta tidak menunaikan hak-hak yang wajib diberikan kepada pemiliknya.
Oleh karena itu Allāh Subhānahu wa Ta’āla menyebutkan bahwasanya perbuatan kesyirikan adalah kezhāliman.
Sebagaimana Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Orang-orang yang berimān dan tidak mencampuradukkan imān mereka dengan kezhaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk.” (QS Al An’ām: 82)
Maka kezhāliman yang paling zhālim adalah perbuatan syirik, karena tidak menunaikan hak yang wajib dia tunaikan atau hak yang wajib dia penuhi terhadap Allāh Subhānahu wa Ta’āla (tidak meng-Esa-kan Allāh).
Dan keadilan yang paling adil adalah lawan kesyirikan tersebut yaitu tauhīd. Mentauhīdkan Allāh Subhānahu wa Ta’āla, itulah keadilan yang paling adil. Menjadikan ibadah hanya semata-mata milik Allāh karena Allāh sajalah yang berhak.
Ini tentang definisi keadilan dan kezhāliman yang beliau jelaskan di dalam permasalahan ini.
Jadi pengertian adil adalah menempatkan sesuatu pada posisi yang seharusnya serta menunaikan hak-hak yang wajib untuk ditunaikan kepada pemilik hak tersebut.
Sedangkan kezhāliman adalah menempatkan sesuatu tidak pada posisi yang seharusnya dan tidak menunaikan hak-hak yang wajib dia penuhi kepada pemilik hak tersebut.
Kemudian beliau contohkan bentuk-bentuk perbuatan-perbuatan yang termasuk ke dalam perbuatan kezhāliman, di antaranya adalah tidak memenuhi hak Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, tidak memenuhi hak-hak Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Di mana hak beliau (shallallāhu ‘alayhi wa sallam) adalah untuk diimani, dicintai dan lebih diprioritaskan dibandingkan kecintaan terhadap makhluk-makhluk selain beliau serta ditaati dan dimuliakan perintah-perintahnya serta tidak dilanggar larangan-larangannya. Itu adalah hak Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Maka sikap keadilan dalam hak Rasūlullāh adalah menunaikan hak-hak tersebut dan kezhāliman di dalam hak Rasūlullāh adalah tidak menunaikan hak-hak tersebut.
Kemudian di antara bentuk yang beliau contohkan di sini adalah perbuatan adil diantara sesama manusia dan di antara menunaikan hak-hak mereka.
Memberikan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan, perlakuannya dari kita maka ini adalah perbuatan adil terhadap manusia.
Seperti kedua orang tua wajib ditaati, kerabat wajib disambung silaturahimnya kemudian teman atau orang-orang sekitar harus dipenuhi hak-hak mereka sebagai kerabat kita, maka itulah bentuk keadilan di dalam bermuamalah terhadap sesama manusia.
Begitu juga di dalam masalah kehormatan mereka, harta mereka dan yang lainnya yang itu merupakan hak-hak seharusnya diperlakukan kepada mereka maka apabila kita menunaikan maka itulah keadilan.
Dan apabila dia tidak menunaikan hak-hak tersebut maka berarti dia menempatkan sesuatu bukan pada posisinya yang berarti kita berbuat kezhāliman kepada mereka.
Kemudian beliau sebutkan juga contoh perbuatan adil dalam kehidupan keluarga antara seorang suami dan istri, di mana satu sama lain dikatakan berbuat adil apabila memenuhi hak yang lain dan dikatakan berbuat zhālim apabila tidak memenuhi hak salah satu dari keduanya.
Dan beliau sebutkan bahwasanya bentuk kezhāliman banyak bentuknya semua itu berporos pada apa yang disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
إنَّ دِماءَكُم، وأمْوالَكم وأعْراضَكُم حرامٌ عَلَيْكُم كَحُرْمة يومِكُم هَذَا، في شهرِكُمْ هَذَا، في بلَدِكُم هَذَا
“Sesungguhnya darah-darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian itu haram (untuk dilanggar, haram untuk dizhālimi) sebagaimana kehormatan hari kalian ini, bulan kalian ini dan negeri kalian ini.”
Hadīts ini menjelaskan. bahwasanya kezhāliman itu dilarang baik kezhāliman dalam bentuk harta, dalam bentuk menumpahkan darah atau kezhāliman dalam bentuk yang mengambil harta dengan cara yang bathil atau pun kezhāliman dengan cara merendahkan kehormatan atau merusak kehormatan orang lain.
⇒ Seperti mencaci, memaki dia, melaknat atau melecehkan dirinya.
Semua itu adalah bentuk kezhāliman dan semuanya termasuk dalam hadīts yang disebutkan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam di dalam permasalahan ini yaitu semua itu adalah akan mengakibatkan seseorang ditimpa kegelapan pada hari kiamat.
Adapun keadilan maka berarti kebalikan dan kebalikan justru akan mendatangkan cahaya pada hari kiamat sebagaimana Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
يَوْمَ تَرَى ٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَـٰتِ يَسْعَىٰ نُورُهُم بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَـٰنِهِم
“Pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sekitar mereka.” (QS Al-Hadīd: 12)
Maka di sini menunjukkan orang-orang yang mereka beriman yang mereka berbuat adil, maka keadilan itu akan menjadi penyebab mereka mendapatkan cahaya pada hari kiamat.
Dan sebaliknya kezhāliman dalam bentuk apapun maka itu akan menjadikan mereka ditimpa kegelapan pada hari kiamat.
Kemudian yang terakhir beliau (rahimahullāh) sebutkan di sini bahwasanya bentuk kezhāliman dilihat dari adanya ampunan Allāh atau tidak, maka terbagi menjadi tiga.
⑴ Kezhāliman yang tidak akan sedikitpun Allāh ampunkan, yaitu kesyirikan.
Sesuai dengan firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla :
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik.” (QS An-Nissā’: 48)
Allāh tidak mengampuni perbuatan kesyirikan karena berbuat syirik berarti telah menzhālimi hak Allāh yang sangat mulia yang berhak untuk ditauhīdkan (di-Esa-kan) dalam beribadah.
⑵ Kezhāliman yang akan tetap Allāh perhitungan dan akan diminta pertanggung jawabannya, yaitu kezhāliman yang terjadi di antara sesama manusia baik dalam darah, harta atau kehormatan.
Maka semua itu akan diminta pertanggungjawabannya kelak di hari kiamat, kelak akan diminta qishāsh (bayaran) di antara sesama mereka sesuai kezhāliman yang pernah mereka lakukan.
⑶ Kezhāliman yang berada di bawah kehendak Allāh Subhānahu wa Ta’āla dimana apabila Allāh berkendak maka Allāh akan ampunkan kezhāliman tersebut, Allāh akan hapuskan dosa-dosanya. Dan jika Allāh kehendaki Allāh tidak akan menghapus dosa-dosanya tetapi justru menghukum pelakunya.
Yang termasuk kategori ketiga ini adalah kezhāliman atau dosa-dosa yang terjadi di antara seorang hamba dengan Allāh Subhānahu wa Ta’āla, pada selain perbuatan kesyirikan.
Maka ada kemungkinan Allāh akan mengampuninya atau ada kemungkinan Allāh tidak akan mengampuninya tetapi akan Allāh hukum orang yang melakukannya untuk dicuci dosa-dosanya.
Demikian penjelasan yang beliau sampaikan berkenaan dengan hadīts ini dan in syā Allāh akan kita lanjutkan lagi pada hadīts berikutnya di halaqah mendatang.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته