Home > Kajian Kitāb > Kitab Awaa’iqu ath Thalab > Materi 59 ~ Beberapa Perkataan Ulama Tentang Konsisten Dalam Menuntut Ilmu Dan Menjauhi Penyakit-Penyakitnya (1)

Materi 59 ~ Beberapa Perkataan Ulama Tentang Konsisten Dalam Menuntut Ilmu Dan Menjauhi Penyakit-Penyakitnya (1)

🌍 Kajian Kitab
👤 Al-Ustadz Abu Haidar As-Sundawy حفظه الله
📗 Kitab Awaa’iqu ath Thalab (Kendala Bagi Para Penuntut Ilmu)
📝 as-Syaikh Abdussalam bin Barjas Alu Abdul Karim حفظه الله

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Berkata Ba’dul Hukama (Hukama : bentuk jamak dari hakim dan hakim pasti ulama) orang yang diangkat menjadi hakim adalah orang yang paling menguasai ilmu syar’i dan setiap hakim pasti ulama tetapi tidak semua ulama menjadi hakim, perkataan Nabi ﷺ ,”Tidak seorang hakim ber-ijtihad (benar) maka dia dapat 2 pahala apabila ber-ijtihad (salah) maka mendapatkan 1 pahala“. Berkata para Hukama, “Semoga Allah memberi manfaat kepada kami dan kalian dengan ilmu dan semoga ilmu-ilmu yang sampai kepada kita itu memberi manfaat dan semoga Allah tidak menjadikan bagian untuk kita dari ilmu itu hanya mendengar dan takjub dengan dirinya sendiri setelah menguasai ilmu itu tetapi pengalamannya nol (tidak ada)“. Hasil nyata dari ilmu adalah adanya perubahan kearah yang lebih baik dari segala segi, bicaranya lebih santun, lebih berhati-hati dan tidak menyakiti, kemudian akhlak nya lebih mulia, dia lebih rajin daripada sebelumnya, lebih peduli dan perhatian kepada sesama dan lebih baik sikapnya kepada keluarganya. Berkata Imam At-Tsauri (seorang yang bergelar syaikhul islam pada zamannya), “Bila seseorang laki-laki ataupun perempuan menjadi pemimpin, menjadi tokoh, menjadi seseorang yang diikuti orang lain, dia menjadi pemimpin secara cepat, menjadi pemimpin begitu dini maka itu akan memberikan mudhorot terhadap banyak ilmu yang tadinya dikuasainya“. Para masyaikh mengatakan, “Tidak akan bisa belajar ilmu seorang mudir (organisator, manager, yang harus memimpin sebuah sistem organisasi apapun, yayasan apapun karena dia sudah banyak waktunya tersisa oleh urusan administrasi urusan organisasi) maka ilmu-ilmu yang dipelajarinya akan hilang, tidak di muroja’ah, tidak ada waktu untuk mengulang-ngulang pelajaran apalagi menambah untuk baca kitab, baca buku yang bermanfaat bagi dirinya karena waktu dan tenaganya habis untuk itu (organisasinya) tetapi dia kalau belajar dan belajar nanti dia akan sampai kepada tujuan yang dia inginkan“. Berkata Abbas bin Mughirah bin Abdurrahman tentang bapaknya. Siapa bapaknya Abbas bin Mughroh ? yakni Mughiroh bin Abdurrahman. Berkata Abbas bin Mughirah dari Bapaknya Mughirah bin Abdurrahman (seorang anak menceritakan kisah bapaknya), “Datang Abdul Aziz Addaro Wardi ke jama’ah bapak ku (bapaknya mughirah siapa ? abdurrahman yakni kakeknya Abbas) untuk membawa sebuah kitab kemudian disodorkan kepada gurunya lalu dia baca kitab tersebut dan disimak oleh gurunya. Cara membacanya benar atau tidak kemudian diterjemahkan, lalu diterangkan. Lalu Addaro Wardi ini membaca kitab tersebut dihadapan teman-temannya dan dihadapan gurunya, gurunya itu yaitu Abdurrahman tadi. Dan Addaro Wardi ini lisannya buruk maksudnya yakni cara ucapannya itu tidak bagus, tidak tepat, tidak fasih dan lahn (dialegnya, aksennya) itu buruk. Jadi ketika dia baca tidak enak didengar“, berkata Bapak ku (yakni Abdurrahman), “Aduhai celaka engkau wahai Addaro Wardi kamu ini lebih butuh, lebih penting, lebih harus diprioritaskan memperbaiki cara pengucapan mu sebelum kamu belajar isi kitab ini atau sebelum belajar yang lain-lain coba perbaiki dulu cara bicaramu yang benar“. Karena nanti kalau orang ini sudah berilmu kemudian mengajar tetapi masih rungseb ketika mengajarnya, tidak enak didengar dan tidak masuk kedalam hati maka disuruh untuk memperbaiki terlebih dahulu hal tersebut. Ini berbicara tentang marhalah-marhalah tut ta’lim (fase-fase belajar) harus mendasar, harus bertahap dari yang paling dasar sampai ke tingkat yang lebih tinggi sehingga kesalahan, kekurangan, kekeliruan di tahap yang paling dasar itu ter perbaiki terlebih dahulu baru setelah semuanya siap dan mantap baru ke atas. Orang umpamanya membaca Al-Qur’an tajwidnya, makhrajnya masih salah, baca Al-Qur’annya umpamanya belum lancar ingin belajar nahwu shorof maka tidak bisa karena nanti dalam hal pengucapan baca banyak yang keliru dan banyak salahnya, salah panjang pendek itu bisa salah arti bahkan artinya bisa bertolak belakang. Maka perbaiki aspek yang paling mendasar terlebih dahulu ketika belajar ilmu.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ ، أشْهَدُ أنْ لا إلهَ إِلاَّ أنْتَ ، أسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top