Home > Halaqah Silsilah Ilmiyah > Nawaqidhul Islam > Halaqah 18 – Penjelasan Kaidah Yang Kedua Bagian 7

Halaqah 18 – Penjelasan Kaidah Yang Kedua Bagian 7


🌍 HSI AbdullahRoy
👤 Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
📗 Silsilah Nawaqidhul Islam

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين

Diantara mereka ada yang beralasan:

Kita ini adalah seorang hamba, sementara Allāh Subhānahu wa Ta’āla adalah seorang Al-Kholik. Kita di dunia ketika (bertemu) ingin bertemu dengan seorang Presiden / seorang kepala negara, kita tidak bisa langsung bertemu dengan Presiden tersebut, tidak bisa menyampaikan permintaan kita secara langsung disana ada Menteri, disana ada Ajudan & disana ada pembantu-pembantu, sulit untuk seseorang untuk sampai kesana kecuali dengan melalui perantara-perantara tersebut. Kemudian dia mengatakan demikian pula kita kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Kita perlu wasithah /kita perlu perantara yang menyampaikan hajat kita kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Ini adalah alasan sebagian & ini adalah alasan yang sangat-sangat lemah, kenapa demikian?

Karena Allāh Subhānahu wa Ta’āla lain dengan makhluk, Allāh Subhānahu wa Ta’āla adalah As Sami’ (Maha Mendengar), Al Bashir (Maha Melihat), Al Qodir (Maha Mampu melakukan sesuatu), seandainya manusia semuanya & juga Jin berada dalam satu tempat masing-masing berdoa kepada Allāh dengan bahasanya dengan hajat nya, niscaya Allāh Subhānahu wa Ta’āla bisa mendengar semuanya & bisa menunaikan hajat mereka semuanya,

Allāh Subhānahu wa Ta’āla

عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Maha Mampu untuk melakukan segala sesuatu. Adapun makhluk maka dia adalah lemah tidak bisa dia mendengar beberapa orang berbicara di depannya dalam satu waktu, apalagi menunaikan hajatnya dalam satu waktu dia perlu pembantu, dia perlu ajudan atau menteri apalagi yang diurus jutaan manusia.

Apabila kita mengatakan:

“kita dalam beribadah kepada Allāh perlu wasithoh/perlu perantara”

Berarti seakan-akan kita menyamakan antara Allāh dengan makhluk & ini adalahbahaya yang besar. Menyamakan Allāh dengan makhluk adalah bahaya yang besar.

{لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ}

“Tidak ada yang serupa dengan Allāh & Dia adalah Maha Mendengar & juga Maha Melihat”.

Apabila didalam beribadah, dia menjadikan washitoh menjadikan perantara antara dia dengan Allāh dengan alasan seperti ini maka seakan-akan dia telah menyamakan antara Allāh Subhānahu wa Ta’āla dengan makhluk & ini adalahbahaya yang besar.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla adalah Maha Mendengar, Maha Melihat. Oleh karena itu Allāh menyuruh kitaberdoa kepadaNya langsung tanpa adanya perantara

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ

[QS Ghafir 60] “dan Rabb kalian telah berkata berdoalah kalian kepada Ku

أَسْتَجِبْ لَكُمْ

niscaya Aku akan mengabulkan doa kalian”.

Allāh tidak mengatakan:

“berdoalah kalian kepada Ku dengan perantara dengan washitoh dengan washilah”.

Allāh mengatakan:

ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ

“berdoalah kalian kepada Ku niscaya Aku akan mengabulkan”.

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

[QS Al-Baqarah 186] “apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang diriKu

فَإِنِّي قَرِيبٌ

Maka beritahukanlah kepada mereka sesungguhnya Aku adalah dekat

أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ

Aku mengabulkan doa orang yang berdoa apabila berdoa kepadaKu”.

Allāh Subhānahu wa Ta’āla memerintahkan kepada kita untuk berdoatanpa adanya washitoh.

Dan diantara mereka beralasan bahwasanya kita adalah berdosa banyak maksiat, apabila kita berdoa nanti tidak dikabulkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla & tidak diampuni dosa kita…

Kita katakan

Selama kita masih mau berdoa kepada Allāh & masih mengharap kepada Allāh maka itu adalah sebab kita mendapatkan ampunan dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Selama seseorang masih mau berdoa mengangkat tangan kepada Allāh & masih mengharap kepada Allāh maka itu adalah sebab dia diampuni dosanya sebagaimana didalam hadits Qudsi

Allāh Subhānahu wa Ta’āla berkata:

يَا ابْنَ آدَمَ ، إنَّكَ مَا دَعَوْتَنِيْ وَرَجَو

ْتَنِيْ غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيْكَ وَلَا أُبَالِيْ ،

Di dalam hadits Qudsi Allāh berkata :

“Wahai anak Adam selama engkau masih

دَعَوْتَنِيْ

Berdakwah/berdoa kepada Ku

وَرَجَوْتَنِيْ

Dan engkau masih mengharap kepada Ku

غَفَرْتُ لَك

Maka niscaya Aku akan mengampuni dosamu

عَلَى مَا كَانَ مِنكَ وَلَا أُبَالِيْ ،

Apapun dosa yang kau lakukan & Aku tidak akan peduli”

Menunjukkan kepada kita bahwasanya Allāh akan mengampuni dosa kita selama kita masih mau berdoa kepada Nya & masih mengharap kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Jadi caranya bukan justru kita menjadikan disana washitoh perantara antara kita dengan Allāh Subhānahu wa Ta’āla didalam ibadah.

Ini adalah alasan yang tidak dibenarkan

Demikian pula mereka beralasan dengan alasan-alasan yang lain, yang semuanya adalah alasan-alasan yang lemah & seseorang untuk mendapatkan syafaat di hari kiamatsudah dijelaskan caranya oleh Allāh & RasulNya & untuk dekat kepada Allāh / menjadikan dekat kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla juga sudah diterangkan oleh Allāh & juga RasulNya.

Oleh karena itu jangan sampai kita mencari cara yang tidak diterangkan oleh Allāh & RasulNya, bahkan menjadikan cara orang-orang musyrikin menjadikan cara mereka untuk mendapatkan syafaat & juga kedekatan kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

وصلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه أجمعين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
image_pdfimage_print

1 thought on “Halaqah 18 – Penjelasan Kaidah Yang Kedua Bagian 7”

  1. Kok skrg beda ya materinya sama yg dibagikan?
    Disini ttg wasithoh sdgkn yg saya terima di grup wa ttg sesembahan nabi nuh

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top