Home > Halaqah Silsilah Ilmiyah > Aqidah Ath-Thahawiyah > Halaqah 113 | Semua Orang Beriman Adalah Wali Allāh ﷻ

Halaqah 113 | Semua Orang Beriman Adalah Wali Allāh ﷻ

Kitab: Aqidah Ath-Thahawiyah
Audio: Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
Transkrip: ilmiyyah.com

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Halaqah yang ke-113 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Al-Aqidah Ath-Thahawiyah yang ditulis oleh Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullāh.

Beliau mengatakan, raḥimahullāh,

وَالمُؤْمِنُونَ كُلُّهُمْ أَوْلِيَاءُ الرَّحْمٰنِ

Dan orang-orang yang beriman semuanya adalah wali-wali Ar-Raḥmān, wali-wali Allāh.

Dan ini shahih karena yang dimaksud dengan Wali Allāh adalah yang dicintai oleh Allāh. Maka orang-orang yang beriman, mereka dicintai oleh Allāh. Mereka masing-masing memiliki walāyatullāh, karena mereka memiliki keimanan maka mereka memiliki bagian dari walāyatullāh, bagian dari kecintaan Allāh. Allāh ﷻ berfirman:

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ. الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ.
(QS. Yūnus: 62-63)

Sesungguhnya wali-wali Allāh adalah orang-orang yang tidak memiliki rasa takut dalam diri mereka (rasa takut terhadap apa yang akan mereka hadapi di masa yang akan datang), dan mereka tidak bersedih terhadap apa yang mereka tinggalkan di dunia ini. Jadi, wali-wali Allāh ﷻ adalah orang-orang yang beriman, karena setelahnya Allāh ﷻ mengatakan:

الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
“Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.”

Ini menunjukkan bahwasanya orang-orang yang beriman semuanya adalah wali-wali Allāh. Hanya saja, walāyah mereka bertingkat-tingkat. Ada walāyah mereka yang sempurna, sehingga mereka pun mendapatkan kecintaan yang sempurna dari Allāh. Tapi ada di antara mereka yang walāyahnya adalah walāyah yang kurang, yakni memiliki bagian dari kecintaan Allāh, akan tetapi kurang sesuai dengan keimanan dan juga ketakwaan mereka.

Sebagaimana keimanan mereka bertingkat-tingkat, maka walāyah mereka juga bertingkat-tingkat. Jadi, orang-orang yang beriman semuanya adalah wali-wali Allāh. Dan orang-orang yang beriman ini berbeda-beda keimanannya dan bertingkat-tingkat keimanannya sebagaimana walāyah ini juga bertingkat-tingkat. Ada di antara mereka yang mendapatkan walāyah yang sempurna, dan ada di antara mereka yang mendapatkan walāyah yang kurang, yakni kecintaan yang kurang sesuai dengan kadar keimanan mereka.

Ini menunjukkan bahwasanya tidak seperti yang diyakini oleh sebagian orang yang menyimpang, bahwa wali harus memiliki sesuatu yang luar biasa, seperti bisa terbang, kebal, atau memiliki kesaktian, barulah dia dinamakan sebagai wali. Itu yang diyakini oleh sebagian orang sehingga mereka tidak berpikir dan tidak sampai ke sana pikirannya, bahwa orang biasa pun kalau dia beriman, maka dia dinamakan sebagai Wali Allāh.

إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا
(QS. Al-Mā’idah: 55)

Wali Allāh itu adalah Wali kalian, dan di antaranya adalah orang-orang yang beriman.

Jadi, seseorang yang jelas memiliki sifat iman dan juga ketakwaan, maka dia dinamakan sebagai Wali Allāh. Adapun syarat yang diyakini oleh sebagian bahwa wali harus memiliki kesaktian, maka ini syarat yang tidak benar. Bahkan banyak orang yang dikenal memiliki kesaktian, justru dia ini bukan Wali Allāh, tapi dia adalah Wali Syaithān. Dia bekerjasama dengan syaithān sehingga bisa terbang, berjalan di atas air, atau kebal. Ternyata hakikatnya, dia bekerjasama dengan jin. Jin pun menolong dia, membantu dia untuk menipu manusia.

Allāh ﷻ mengabarkan di dalam Al-Qur’ān adanya auliyāʾ as-syaithān (wali-wali syaithān). Dan di sana ada wali-wali Allāh. Maka, jangan sampai seseorang tertipu hanya karena melihat hal luar biasa atau kesaktian, kemudian itu dijadikan dalil bahwa itu adalah menunjukkan Wali Allāh.

Al-Imām Asy-Syāfiʿī dan juga yang lain menyebutkan, “Apabila engkau melihat ada seorang yang berjalan di atas air atau ada orang yang bisa terbang di udara, maka jangan engkau tergesa-gesa untuk mengatakan itu adalah Wali Allāh, sampai engkau timbang amalannya.”

Kita lihat dulu amalannya: kalau dia adalah seorang ahlut tauhid, ahlus sunnah, orang yang beriman dan bertakwa, kita bernarkan itu adalah termasuk bagian dari karomah. Tapi kalau kita lihat amalannya ternyata bukan seorang muwahhid, bahkan mengajak manusia kepada pengagungan terhadap dirinya, tidak ada dakwah kepada tauhid, bahkan mungkin memerangi tauhid, bukan orang yang berpegang teguh dengan sunnah Nabi ﷺ, bahkan bergelimang dengan kebid’ahan, maka bagaimana mungkin yang demikian itu dikatakan sebagai Wali Allāh?

Kalau ternyata amalannya jauh dari agama, maka ini adalah Wali Syaithān. Dan kejadian luar biasa tadi itu bukan karomah, tapi itu adalah al-aḥwāl as-syaithāniyyah (keadaan-keadaan syaithān). Beda antara karomah dengan al-aḥwāl as-syaithāniyyah. Karomah ini diberikan oleh Allāh ﷻ kepada wali-wali yang mereka beriman dan juga bertakwa. Adapun aḥwāl syaithāniyyah, maka ini adalah wali-wali syaithān yang mendapatkannya karena dia berkhidmah dan memenuhi apa yang diinginkan oleh jin, akhirnya jin pun membantu dia.

Karomah ini tidak bisa dilawan. Kalau sudah datang, maka tidak bisa dilawan. Maryam ʿalaihas-salām mendapatkan karomah dari Allāh, yaitu ketika musim dingin, ada makanan yang hanya ada di musim panas. Dan ketika musim panas, beliau mendapatkan makanan yang hanya ada di musim dingin.

كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا ٱلْمِحْرَابَ وَجَدَ عِندَهَا رِزْقًا

Zakariyyā setiap kali masuk ke dalam mihrabnya, Maryam mendapatkan makanan di situ. Padahal, yang bertugas untuk mendatangkan makanan hanya Zakariyyā saja.

قَالَ يَـٰمَرْيَمُ أَنَّىٰ لَكِ هَـٰذَا

Wahai Maryam, dari mana kamu mendapatkan makanan ini?

قَالَتْ هُوَ مِنْ عِندِ ٱللَّهِ
(Āli ‘Imrān: 37)

Beliau mengatakan bahwa makanan ini adalah dari Allāh.

Ini karomah, tidak bisa dilawan.

Ashḥābul Kahfi, mereka tidur selama ratusan tahun. Umumnya manusia tidur selama empat jam, lima jam. Kalau sampai tidur delapan jam, kadang malah capek karena dia juga butuh makan, butuh minum, dan ke belakang. Namun, ini tidur bukan hanya delapan jam, sepuluh jam, atau 24 jam, melainkan tidur selama tiga ratus tahun lebih, dan mereka dalam keadaan hidup—tidak makan, tidak minum. Ini adalah karomah yang Allāh berikan kepada Ashḥābul Kahfi, dan ini tidak bisa dilawan.

Adapun al-aḥwāl asy-syaithāniyyah, maka ini sesuatu yang bisa dibatalkan, bisa dilawan. Terkadang ada sihir perang dengan sihir, karena di sini yang perang adalah jinnya, mana yang lebih kuat jinnya. Jin punya geng sendiri; ada jin dari gunung mana, ada jin dari kelompok laut mana, masing-masing ada rajanya, masing-masing ada ketuanya, sesuai dengan perjanjian dengan dukun atau tukang sihir tadi.

Ada sihir berperang dengan sihir, bisa dibatalkan satu dengan yang lain. Bahkan bisa dibatalkan juga dengan dibacakan Ayat Kursi, dibacakan Surah Al-Baqarah, sehingga sebagian mereka terkadang ketika mengadakan atraksi akrobat dan yang semisalnya, mereka berpesan supaya jangan ada di antara kita yang membaca Al-Qur’an atau membaca Ayat Kursi atau adzan, karena mereka tahu ini akan mengacaukan acara mereka.

Inilah perbedaan antara al-aḥwāl asy-syaithāniyyah dengan karomah. Karomah tidak bisa dibatalkan, adapun al-aḥwāl asy-syaithāniyyah, maka ini sesuatu yang bisa dibatalkan. Yang jelas

وَالمُؤْمِنُونَ كُلُّهُمْ أَوْلِيَاءُ الرَّحْمٰنِ

Semua orang-orang yang beriman adalah wali-wali Allāh, tapi bertingkat-tingkat kewaliannya, ada yang sempurna dan ada yang tidak sempurna.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top