Kitab: Aqidah Ath-Thahawiyah
Audio: Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
Transkrip: ilmiyyah.com
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله
Halaqah yang ke-109 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Al-Aqidah Ath-Thahawiyah yang ditulis oleh Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullāh.
Ahlussunnah beriman dengan seluruh apa yang ada di dalam Al-Qur’ān dan beriman dengan seluruh apa yang shahih dari Nabi ﷺ. Ada sebagian orang mengakui sunnah Nabi ﷺ, akan tetapi dia membedakan mana yang mutawātir, mana yang āḥād. Kalau yang mutawātir itu yang diterima, tapi kalau āḥād yang tidak sampai derajat mutawātir, maka tidak diterima di dalam masalah aqidah.
Padahal, kalau diteliti menggunakan ilmu muṣṭhalaḥ, diketahui bahwasanya hadits tersebut adalah hadits yang shahih dengan syarat-syaratnya, tapi ditolak oleh orang tersebut karena dikatakan ini bukan mutawātir. Jadi, masalah aqidah harus mutawātir, sehingga banyak hadits-hadits yang mereka tolak padahal itu adalah shahih dari Nabi ﷺ.
Ini bukan cara Ahlussunnah, tapi ini adalah cara Ahlul Bid’ah. Kalau Ahlussunnah, prinsipnya adalah bahwa hadits yang shahih maka harus kita yakini kebenarannya. Allāh ﷻ berfirman:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa yang diberikan oleh Rasul kepada kalian, maka ambillah. Dan apa yang beliau larang, maka tinggalkanlah.”
(QS. Al-Ḥashr: 7)
Tidak dibedakan mana yang mutawātir, mana yang āḥād. Kalau kita lihat, di sana ada hadits-hadits Nabi ﷺ yang menunjukkan wajibnya kita mengambil khabar āḥād, meskipun hanya dari satu orang, kalau memang itu adalah terpercaya dan shahih, kita harus menerimanya.
Contohnya ketika terjadi pemindahan kiblat dari Masjidil Aqṣā atau Baitul Maqdis ke Baitullāh, Nabi ﷺ mengirim utusan karena turun ayat ketika beliau berada di Masjid Nabawi. Setelah itu, beliau mengutus utusan ke beberapa daerah di luar Madinah. Ada yang dikirim ke Quba, ada yang dikirim ke Bani Salimah (yang sekarang dikenal dengan Masjid Qiblatain). Utusan itu hanya satu orang. Padahal, ini berkaitan dengan masalah pemindahan kiblat, tentang masalah shalat dan kiblah ini adalah syarat sahnya shalat.
Diutus utusan ke Quba dan pada saat itu dia baru sampai di desa atau masjid Quba pada saat shalat Subuh hari berikutnya, mendapatkan manusia masih shalat menghadap ke arah Baitul Maqdis. Akhirnya, laki-laki ini pun mengabarkan bahwa kiblat sudah dipindah ke Masjidil Haram.
Bagaimana amalan para sahabat? Apakah mereka berkata, “Ini yang mengabarkan mutawātir atau āḥād?” Tidak. Satu orang saja yang mengabarkan, mereka langsung mengubah arah kiblat mereka. Makmum langsung membalikkan badannya 180 derajat, sedangkan imam memotong shaf sehingga sampai ke bagian depan makmum di arah kiblat. Kalau di Madinah berarti ke arah selatan. Mereka tidak bertanya-tanya dulu, apakah ini yang mengabarkan dua atau tiga orang, atau hanya satu orang. Satu orang saja, karena itu adalah seorang sahabat Nabi ﷺ, maka mereka membenarkan.
Dan ini banyak. Contoh lain, dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Abdullah bin Umar melihat hilal. Saat itu, manusia berusaha melihat hilal (yatara’auna), ternyata Abdullah bin Umar melihat hilal tersebut. Kemudian beliau pun mengabarkan kepada Nabi ﷺ bahwa beliau melihat hilal dan Nabi ﷺ memerintahkan manusia untuk berpuasa dengan sebab kabar dari seorang sahabat yang mengabarkan bahwa dia melihat hilal, yaitu hilal masuknya bulan Ramadhan.
Ini juga menjadi dalil bahwa khabar āḥād adalah khabar yang diterima. Contoh lain adalah ketika Abdullah bin Umar melihat Nabi ﷺ bersama Usāmah bin Zaid, Bilāl bin Rabāḥ, dan Utsmān bin Ṭalḥah saat dibukanya kota Makkah pada tahun 8 Hijriah. Nabi ﷺ bersama tiga orang tersebut masuk ke dalam Baitullāh. Setelah masuk, pintu Ka’bah ditutup, dan Nabi ﷺ melakukan shalat di antara dua tiang yang ada di dalam Ka’bah.
Setelah itu, pintu Ka’bah dibuka kembali, dan para sahabat ternyata di luar sudah menunggu. Mereka berlomba untuk masuk ke dalam Ka’bah, dan yang pertama kali masuk setelah Nabi ﷺ keluar adalah Abdullah bin Umar. Karena saat itu beliau masih muda dan kuat, beliau berpapasan dengan Bilāl dan bertanya, “Apakah Nabi ﷺ melakukan shalat di dalam Ka’bah?” Bilāl menjawab, “Iya, beliau shalat di antara dua tiang ini.”
Abdullah bin Umar, sebagaimana kita ketahui, adalah seorang yang sangat semangat untuk mengikuti sunnah Nabi ﷺ. Maka inilah yang menjadikan beliau bertanya kepada Bilāl.
Abdullah bin Umar hanya mencukupkan diri dengan kabar yang dikabarkan oleh Bilāl. Para ulama menjelaskan bahwa ini juga menjadi dalil tentang diterimanya khabar āḥād. Dan ini hanya sedikit di antara dalil-dalil yang menunjukkan diterimanya khabar āḥād. Dalil-dalil lainnya masih banyak.
Ibnu Qayyim raḥimahullāh di dalam kitab Mukhtaṣar aṣ-Ṣawā’iq al-Mursalah menyebutkan banyak dalil tentang diterimanya khabar āḥād.
Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته