Kitab: Kun Salafiyyan Alal Jaddah
Audio: Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه
Para Ikhwah dan juga para Akhawat, para Koordinator, dan Para Musyrifin dan juga Musyrifah, dan juga para admin di manapun antum berada, semoga Allāh ﷻ menjaga kita semuanya.
Kita lanjutkan pembahasan kitab Kun Salafiyyan ‘Ala Al-Jaaddah yang ditulis oleh guru kami yang mulia Syaikh Abdussalam bin Salim As-Suhaimi Hafidzahullahu ta’ala.
Beliau mengatakan:
منهج السلف في العقيدة
Manhaj Salaf di dalam aqidah.
Beliau akan menyebutkan di sini tentang bagaimana manhaj Salaf yang sebenarnya. Terutama adalah di antara masalah aqidah beliau dahulukan, karena aqidah ini adalah perkara yang paling penting di dalam agama kita.
Sehingga beliau setelah menjelaskan tentang bolehnya, bahkan wajibnya seseorang untuk menisbahkan dirinya kepada Salaf dan selain menisbahkan juga harus mengikuti mereka.
Maka sangat pas sekali, setelah itu beliau menyebutkan tentang bagaimana para Salaf kita di dalam masalah aqidah, yang membedakan antara manhaj Salaf ini dengan yang lain.
Beliau mengatakan:
منهج السلف في العقيدة
Manhaj (cara) para Salaf kita di dalam beraqidah.
يتلخص منهجهم فيما يلي:
Manhaj mereka di dalam masalah aqidah teringkas di dalam beberapa perkara ini.
Pertama:
حصرهم مصدر التلقي في باب الاعتقاد على كتاب الله وسنة رسوله صلى الله عليه وسلم وفهمهم للنصوص على ضوء فهم السلف الصالح
Yang pertama adalah, mereka membatasi sumber di dalam masalah aqidah adalah kitab Allah(yaitu Al-Quran) dan Sunnah Rasulullah ﷺ saja. Dan mereka memahami dalil-dalil yang ada di dalam Al-Quran dan Hadits tersebut dengan pemahaman para Salafush Shalih.
Ini satu di antara cara mereka di dalam masalah aqidah, Quran dan Sunnah itu sebagai sumber mereka di dalam beraqidah. Mereka tidak meyakini sesuatu kecuali yang memang ada dalil yang shahih dari Al-Quran atau dari Hadits atau dari kedua-duanya.
Dan memahami dalil tersebut dengan pemahaman para Salaf. Tidak dengan pemahaman masing-masing, tidak dengan pemahaman gurunya atau dengan pemahaman tokoh yang ada di masyarakatnya. Tidak!
Kembali mereka kepada pemahaman para Salafush Shalih, ini di antara cara mereka.
Kedua:
احتجاجهم بالسنة الصحيحة في العقيدة وسواء كانت هذه السنة الصحيحة متواترة أم آحاداً
Mereka berdalil dengan hadist yang shahih di dalam masalah aqidah. Sama saja apakah hadits yang shahih tadi mutawatir atau ahad.
Karena hadits terbagi menjadi dua:
1. Mutawatir
2. Ahad.
Yang ahad ini berarti di bawah mutawatir. Kalau memang hadits tersebut adalah hadits yang shahih:
Baik itu yang mutawatir maupun yang ahad. Yang mutawatir ini diriwayatkan oleh banyak sahabat. Diriwayatkan oleh banyak sahabat dan dia adalah hadits yang shahih, kita terima.
Dan yang di bawah mutawatir, yang tidak sampai kepada derajat mutawatir, mungkin diriwayatkan oleh satu orang sahabat atau dua orang sahabat atau tiga orang sahabat misalnya, kalau memang hadits tersebut adalah hadits yang shahih kita terima. Kita terima dan kita jadikan dia hujjah di dalam masalah aqidah.
Ini berbeda dengan sebagian golongan yang dia membedakan:
Kalau mutawatir dijadikan dalil, kalau haditsnya adalah hadits ahad maka mereka tidak menerima hadits tersebut.
Sehingga mereka banyak menyimpang di dalam masalah aqidah.
Karena banyak hadits-hadits Nabi ﷺ yang shahih dan mereka menganggap hadits ahad, kemudian mereka tolak hadits tersebut, otomatis dia menolak aqidah dan keyakinan yang terkandung di dalam hadits tadi.
Ketiga:
التسليم بما جاء به الوحي ، وعدم رده بالعقل وعدم الخوض في الأمور الغيبية التي لا مجال للعقل فيها
Menyerahkan diri dengan apa yang ada atau yang dibawa oleh wahyu.
Kalau memang wahyu mengatakan demikian, maka dia atau mereka yaitu Ahlus Sunnah pasrah menyerahkan diri. Dan mereka tidak menolak wahyu tersebut dengan akal mereka, meskipun dzhahirnya mungkin akal mereka tidak masuk. Tapi kalau memang ini adalah hadits yang shahih, ayat di antara ayat-ayat Allah maka mereka siap سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا. Kami pasrah.
Tidak menentang wahyu tersebut dan mereka tidak berjidal (berdebat) di dalam perkara-perkara yang ghaib, yang tidak ada kesempatan bagi akal di dalam masalah tersebut. Artinya akal tidak bisa campur tangan di dalam perkara yang ghaib.
Yang mereka lakukan adalah تَصْدِيق ; yang mereka lakukan adalah membenarkan apa yang Allah kabarkan berupa perkara-perkara yang ghaib tadi. Mereka tidak berdebat kusir di dalam masalah perkara yang ghaib, kemudian menolak apa yang dikabarkan oleh Allah dan juga Rasul-Nya berupa perkara-perkara yang ghaib. Itu bukan cara Ahlus Sunnah.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah, pengikut para Salaf, mereka tunduk dan membenarkan setiap kabar yang shahih yang berupa perkara-perkara yang ghaib, seperti misalnya kejadian-kejadian di hari kiamat atau tanda-tanda dekatnya hari kiamat.
Keempat:
عدم الخوض في علم الكلام والفلسفة
Mereka tidak menyibukkan diri mereka di dalam ilmu kalam dan juga ilmu filsafat.
Ilmu kalam dan juga ilmu filsafat ini, Islam tidak butuh dengan ilmu yang seperti ini. Para Salafush Shalih, para sahabat, para pendahulu kita, mereka menjadi orang-orang terbaik dan mereka tidak pernah mempelajari ilmu kalam dan juga ilmu falsafah. Ini adalah ilmu yang berasal dari luar Islam.
Belajar aqidah tidak membutuhkan dengan ilmu kalam dan filsafat. Bahkan masuknya ilmu kalam di dalam pelajaran aqidah, dan filsafat dalam pelajaran aqidah ini, merusak aqidah.
Kelima:
رفض التأويل الباطل
Mereka menolak takwil yang bathil.
Yaitu takwil yang dimaknai oleh Ahlul Kalam, seperti mentakwil Istiwa Allah dengan Istila. Makna Istawa adalah menguasai. Ini takwil yang bathil. Siapa yang mendatangkan? Ahlul Kalam.
Adapun Ahlus Sunnah maka mereka menolak takwil-takwil yang bathil seperti ini.
Adapun takwil dengan makna yang shahih yang dipahami oleh para Salaf. Takwil artinya adalah menafsirkan, iya kita menafsirkan ayat. Atau takwil artinya adalah hakikat dari sesuatu, iya kita mengakui yang demikian. Itu adalah makna takwil secara bahasa yang benar.
Adapun takwil yang dimaknai oleh orang-orang Ahlul Kalam, memalingkan dari makna yang benar ke makna yang tidak benar atau makna yang rajih kepada makna yang tidak rajih, seperti contohnya yang tadi kita sebutkan, maka ini adalah takwil yang bathil, tidak pernah dilakukan oleh para Salaf.
Keenam,
الجمع بين النصوص في المسألة الواحدة
Di antara cara Ahlus Sunnah wal Jama’ah di dalam beraqidah adalah mereka mengumpulkan di antara dalil-dalil dalam sebuah permasalahan.
Kalau mereka membahas sebuah permasalahan mereka kumpulkan dulu dalil-dalil. Kalau memang itu adalah dalil-dalil yang shahih maka tidak mungkin saling bertentangan satu dengan yang lain. Pasti bisa dijamak, pasti bisa dikumpulkan dan tidak mungkin bertentangan satu dengan yang lain.
Ini berbeda dengan aliran-aliran, di mana mereka mengambil dalil yang sesuai dengan hawa nafsu dan menolak dalil yang tidak sesuai dengan hawa nafsu, meskipun dalil tersebut dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhari. Mereka berani untuk menolaknya karena bertentangan dengan aqidah mereka.
فهذه العقيدة مستقاة من النبع الصافي
Aqidah ini diambil dari sumber yang murni.
كتاب الله وسنة رسوله صلى الله عليه وسلم
Diambil dari Al-Quran dan Sunnah.
بعيدة عن الأهواء والشبه
Jauh dari hawa nafsu dan juga syubhat-syubhat.
فالمتمسك بها يكون معظماً لنصوص الكتاب والسنة لأنه يعلم أن كل ما فيها حق وصواب
Maka orang yang berpegang teguh dengan aqidah yang shahihah ini, dia akan mengagungkan Al-Quran dan Sunnah, karena dia tahu bahwasanya apa yang ada di dalamnya adalah kebenaran dan juga hak dan juga صواب; yaitu hak dan juga sebuah kebenaran.
Akan timbul di dalam diri orang yang berpegang teguh dengan Sunnah Nabi atau berpegang teguh dengan aqidah yang shahihah ini, akan timbul di dalam dirinya pengagungan terhadap Al-Quran dan juga Sunnah.
Kemudian Beliau mendatangkan ucapan Al-Imam Al-Barbahari rahimahullah.
قال الإمام البربهاري رحمه الله: واعلم رحمك الله أن الدين إنـما جاء من قبل الله تبارك وتعالى لم يوضع على عقول الرجال وآرائـهم وعلمه عند الله وعند رسوله فلا تتبع شيئاً بهواك فتمرق من الدين فتخرج من الإسلام فإنه لا حجة لك فقد بين رسول الله صلى الله عليه وسلم لأمته السنة وأوضحها لأصحابه وهم الجماعة وهم السواد الأعظم والسواد الأعظم الحق وأهله
Beliau mendatangkan ucapan Imam Al-Barbahari yang dengannya insyaa Allah kita menutup pertemuan kita pada kesempatan kali ini.
Beliau mengatakan:
Dan ketahuilah, semoga Allah merahmati dirimu, bahwasanya agama ini berasal dari Allah. Kita ambil dari Allah, tidak diletakkan pada akal manusia dan pendapat mereka. Ilmunya di sisi Allah dan juga di sisi Rasul-Nya. Itu agama.
Maka janganlah engkau mengikuti sesuatu berdasarkan hawa nafsumu, bukan berdasarkan Al-Quran dan Sunnah. Maka engkau akan jauh dari agama ini. Maka engkau akan keluar dari agama Islam, yaitu menjauh dari agama Islam. Karena sesungguhnya tidak ada hujjah bagi dirimu, tidak ada alasan bagi dirimu mengikuti hawa nafsumu.
Mengikuti sesuatu berdasarkan hawa nafsumu. Maka Rasulullah ﷺ telah menjelaskan sunnah dan telah menjelaskan ini kepada para sahabat.
Kemudian beliau mengatakan, “Dan merekalah yaitu para sahabat Nabi ﷺ Al-Jama’ah”. Merekalah jama’ah yang dimaksud di dalam hadits dan merekalah orang-orang yang السواد الأعظم, yang mereka adalah yang paling besar, mereka adalah yang mayoritas.
Apa yang dimaksud dengan السواد الأعظم di sini?
Kelompok yang paling besar maksudnya adalah الحق وأهله. Yang dimaksud dengan السواد الأعظم mereka adalah kebenaran dan juga orang-orang yang mengikuti kebenaran tersebut.
Baik, para Ikhwah yang dimuliakan oleh Allah ﷻ, itulah yang bisa kita sampaikan pada kesempatan kali ini. Insyaa Allah, kita sambung kembali pada kesempatan yang akan datang.
والله تعالى أعلم
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته