Home > Halaqah Silsilah Ilmiyah > Khulāshah Ta’dzhimul ‘Ilm > Halaqah 17 | Simpul 13 – Berupaya Keras untuk Menghafal Ilmu, Bermudzakarah, dan Bertanya kepada Guru (2)

Halaqah 17 | Simpul 13 – Berupaya Keras untuk Menghafal Ilmu, Bermudzakarah, dan Bertanya kepada Guru (2)

Kitab: Khulāshah Ta’dzhimul ‘Ilm
Audio: Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
Transkrip: ilmiyyah.com

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه

Halaqah yang ke-17 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Khulāshah Ta’dzhimul ‘Ilm yang ditulis oleh Fadhilatu Syaikh Shālih Ibn Abdillāh Ibn Hamad Al-Ushaimi hafidzahullāhu ta’ala.

وبالمذاكرة تدوم حياة العلم في النَّفس، ويقوىٰ تعلُّقه بها، والمراد بالمذاكرة مدارسة الأقران

Dengan cara mudzakarah maka akan hidup ilmu yang ada dalam diri kita, ketika kita bersama orang lain bersama teman kita Antum menyebutkan dan dia juga menyebutkan dan kita sama-sama menghafal sama-sama memiliki perhatian yang besar terhadap ilmu tadi maka ini akan hidup ilmu yang ada dalam diri kita.

Dan akan semakin kuat melekat di dalam diri kita dengan cara mudzakarah, kadang kalau menghafal saja tapi kalau kita tidak mudzakarah dengan teman kita maka ini lemah, tapi ketika kita mudzakarah ingat pas ana bersama si fulan sedang mudzakarah sama si fulan beliau menyebutkan ini

والمراد بالمذاكرة مدارسة الأقران

Yang dimaksud dengan mudzakarah adalah bersama-sama belajar dengan teman yang sama-sama belajar dari satu guru, bukan lain guru tapi satu guru ini namanya mudzakarah

وقد أُمرنا بتعاهد القرآن الَّذي هو أيسر العلوم

Dan kita telah diperintah untuk senantiasa menjaga Al-Qur’an, kalau kita sudah menghafal Al-Qur’an atau menghafal sebagian dari Al-Qur’an kita diperintahkan untuk menjaga hafalan kita, padahal Al-Qur’an itu adalah aisarul ulum termasuk ilmu yang paling mudah, Allāh ﷻ mengatakan

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا ٱلْقُرْءَانَ لِلذِّكْرِ

Sungguh kami telah mudahkan Al-Qur’an sebagai peringatan.

Dia adalah Aisarul Ulum (ilmu yang paling mudah) bersamaan dengan itu kita diperintahkan untuk senantiasa menjaga Al-Qur’an mengulang-ulang Al-Qur’an, kalau misalnya ada yang agak berkurang ingatan kita terhadap ayat tersebut kita disuruh menjaganya diulang-ulang yang hampir lupa tadi diulang-ulang, itu namanya menjaga hafalan Al-Qur’an.

روى البخاريُّ ومسلمٌ

Diriwayatkan oleh Bukhari dan juga Muslim

عن ابن عمر

dari Ibnu Umar Radhiallahu Anhuma

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: إنَّما مَثَلُ صاحبِ القرآن كمثل صاحب الإبل المعقَّلَة، إن عاهد عليها أمسكها، و إن أطلقا ذهبت

Al Imam Al-Bukhari dan juga Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda: Sesungguhnya permisalan orang yang memiliki hafalan Qur’an itu seperti orang yang memiliki unta yang di tali, biasanya unta biar dia tidak pergi ke mana- mana itu kakinya ditaruh iqal (sejenis tali) sehingga dia tidak pergi ke mana-mana jadi kakinya ditekuk kemudian lututnya ini dikasih iqal tadi supaya dia tidak pergi ke mana-mana, ini namanya adalah unta yang muaqqalah, orang yang punya hafalan Qur’an itu seperti orang yang punya unta tadi unta yang diikat tadi

إن عاهد عليها أمسكها

kalau dia senantiasa memperhatikan ikatan tadi maka dia akan tetap menjaga unta tadi berada di tempatnya, kalau dia memperhatikan misalnya talinya sudah mau lepas segera dia ikat segera dia kencangkan, setiap kali talinya sudah mau lepas dia kencangkan kalau demikian yang dia perbuat maka unta tadi akan tetap terjaga berada di tempat

و إن أطلقا

tapi kalau dia tidak perhatian lagi dengan tali yang ada di unta tadi yang digunakan untuk mengikat kakinya, kalau tidak diperhatikan sudah mau lepas tidak diperhatikan

ذهبت

maka unta tadi akan pergi.

Ini permisalan orang yang menghafal Al-Qur’an tapi dia tidak memiliki perhatian terhadap hafalannya sehingga ketika hafalannya ini sudah mau hilang sudah mau luntur dia biarkan saja, kalau memang demikian sikap dia maka jangan salahkan kalau lama-kelamaan dia mendapatkan dirinya sudah tidak menghafal ayat tadi dia sudah tidak menghafal surat tadi, dia sudah pergi karena kita tidak memperhatikan hafalan Al-Qur’an kita.

Ilmu juga demikian kalau kita tidak menjaganya dengan menghafal kita tidak menjaganya dengan mudzakarah maka dia akan pergi, itu adalah bentuk pengagungan kita terhadap ilmu

قال ابن عبد البرِّ في كتابه التَّمهيد عند هٰذا الحديث

Berkata Ibnu ‘Abdil Barr dalam kitab beliau Tamhid ketika beliau menjelaskan hadits ini

وإذا كان القرآن الميسَّر للذِّكر كالإبل المعقَّلَةِ، من تَعَاهَدَها أمسكها، فكيف بسائر العلوم؟

Kalau Qur’an yang dimudahkan saja, yang dimudahkan untuk mengingat itu seperti unta yang diikat orang yang menjaganya maka dia akan bisa mengikatnya(menahannya) dia tidak akan pergi

فكيف بسائر العلوم؟

lalu bagaimana dengan ilmu-ilmu yang lain? Kalau Qur’an saja yang disifati oleh Allāh ﷻ mudah, kalau sampai kita biarkan dia akan pergi lalu bagaimana dengan ilmu yang lain.

Antum belajar usul fiqh Antum belajar fiqh tidak antum ulang-ulang tidak dihafal dan tidak mudzakarah maka dia akan pergi sehingga seakan-akan Antum belum pernah belajar fiqih seakan-akan Antum belum pernah belajar usul fiqih belum pernah belajar Nahwu dan sharaf, karena kita tidak mengulang-ulangnya tidak mudzakarah terhadap ilmu tersebut karena lemahnya pengagungan kita terhadap ilmu.

و بالسُّؤال عن العلم تُفتتحُ خزائنه

Dengan bertanya tentang sebuah ilmu maka akan terbuka perbendaharaan ilmu. Ilmu itu memiliki khaza’in (perbendaharaan), cara membukanya diantaranya adalah dengan bertanya.

Seorang guru dia punya ilmu di dalam dirinya di dalam dadanya itu ada ilmu, terkadang tidak keluar kalau kita tidak bertanya, ketika kita bertanya Ustadz Ana ada masalah demikian dan demikian bagaimana jawabannya bagaimana menurut Ustadz akhirnya beliau keluarkan ilmunya yang sebelumnya ada di dalam hatinya dikeluarkan oleh beliau, ini dia mendapatkan ilmu dengan cara bertanya.

Makanya disini perlu pemahaman bagaimana bertanya yang baik sehingga ilmu tadi bisa keluar karena kalau kita bertanyanya tidak baik tidak beradab maka mungkin saja yang kita dapatkan adalah kejelekan, bukan kebaikan yang kita dapatkan justru kejelekan karena kita tidak benar dalam bertanya, kita harus punya pemahaman cara yang benar dalam bertanya kepada guru

فحُسْن المسألة نصف العلم

baik dalam bertanya itu adalah separuh dari ilmu.

Antum punya kemahiran dalam bertanya bisa mengolah kata yang baik untuk bertanya kepada guru maka itu sudah separuh dari ilmu, kalau antum praktekkan itu maka Antum akan mendapatkan ilmu. Sebagian mungkin dia tidak terbiasa bertanya dengan baik kepada orang lain atau kepada gurunya sehingga terkadang gurunya salah memahami atau menjadikan gurunya marah karena pertanyaannya ini tidak beradab.

والسُّؤالات المصنَّفة – كمسائلِ أحمدَ المرويَّةِ عنه – برهانٌ جليٌّ علىٰ عظيم منفعة السُّؤال

Dan pertanyaan-pertanyaan yang dijadikan buku, jadi para ulama dulu ketika mereka berguru kepada seseorang mereka catat itu pertanyaan-pertanyaan dia kepada gurunya, dia khususkan buku khusus untuk mencatat pertanyaan tadi, jadi bukan hanya sekedar pertanyaan yang didengar kemudian dibiarkan begitu saja, mereka catat.

Misalnya mereka belajar hadits dan juga belajar sanad bertanya kepada gurunya tentang Fulan bin Fulan itu bagaimana, akhirnya gurunya mengatakan dia adalah tsiqah, Fulan bin Fulan itu bagaimana derajatnya dia adalah seorang yang dhaif, dia catat karena ini penting sekali, dia catat sebagaimana dia mencatat gurunya ketika dia menerangkan.

Ini memang kalau bisa kita ketika menuntut ilmu ada buku tulis khusus yang isinya adalah pertanyaan yang disitu kalau kita ada pertanyaan di dalam pelajaran kita kita tulis dulu, meskipun belum ada jawabannya kita tulis dulu sehingga sewaktu waktu kita bertemu dengan orang yang kita anggap dia bisa menjawab kita sudah punya daftar pertanyaan.

كمسائلِ أحمدَ المرويَّةِ عنه

Sebagaimana pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan kepada Al-Imam Ahmad, sebagian murid-muridnya bertanya kepada Imam Ahmad, ada su’alat Fulan kepada Imam Ahmad ada su’alat Abi Daud misalnya pertanyaan-pertanyaan Abu Daud terhadap gurunya, ini adalah

برهانٌ جليٌّ علىٰ عظيم منفعة السُّؤال

Ini bukti yang nyata tentang besarnya manfaat dari bertanya. Suatu saat mungkin Antum perlu membuka kembali buku tulis tadi, Ana pernah bertanya kepada Ustadz tentang pertanyaan ini belum jawab mungkin ada tanggalnya mungkin ada tempatnya

و هٰذه المعاني الثَّلاثة للعلم: بمنزلة الغرس للشجر وسقيه وتنميته بما يحفظ قوَّته ويدفع آفته

Maka tiga makna ini (menghafal, mudzakarah, bertanya) seperti الغرس للشجر (menanam pohon), ketika Antum menghafal berarti Antum menanam ilmu didalam diri Antum

وسقيه

dan ketika Antum mudzakarah maka Antum berarti menyirami, ketika Antum bertanya maka berarti Antum sedang menumbuhkan (mengembangkan) pohon yang Antum tanam tadi, karena ketika Antum menghafal mukhtasar menghafal yang ringkas maka itu sebagai dasar saja sebagai pondasi, kalau kita ingin mengembangkan ilmu kita yang bertanya.

وتنميته بما يحفظ قوَّته ويدفع آفته

Dan mengembangkannya yang dengan dia berkembang tadi akan menjaga kekuatan ilmu tadi dan juga akan menolak penyakit menolak sesuatu yang merusak ilmu tadi

فالحفظ غَرس العلم

maka menghafal ini adalah menanam ilmu

والمذاكرة سقية

dan orang yang mudzakarah maka itu berarti dia memberikan minum

والسُّؤال عنه تنميته

dan bertanya tentang ilmu adalah bentuk kita menumbuhkan dan mengembangkan ilmu tersebut.

Ini semua adalah bentuk pengagungan kita terhadap ilmu.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

image_pdfimage_print

1 thought on “Halaqah 17 | Simpul 13 – Berupaya Keras untuk Menghafal Ilmu, Bermudzakarah, dan Bertanya kepada Guru (2)”

  1. Bismillah Assalamu alaikum akhi /ukhty izin mengcopy, menyimpan untuk keperluan pribadi , semoga menjadi amal kebaikan Jazzakumullahu khoir

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top