Home > Halaqah Silsilah Ilmiyah > Khulāshah Ta’dzhimul ‘Ilm > Halaqah 18 | Simpul 14 – Menghormati dan Menghargai Ahli Ilmu

Halaqah 18 | Simpul 14 – Menghormati dan Menghargai Ahli Ilmu

Kitab: Khulāshah Ta’dzhimul ‘Ilm
Audio: Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
Transkrip: ilmiyyah.com

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه

Halaqah yang ke-18 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Khulāshah Ta’dzhimul ‘Ilm yang ditulis oleh Fadhilatu Syaikh Shālih Ibn Abdillāh Ibn Hamad Al-Ushaimi hafidzahullāhu ta’ala.

المعقد الرابع عشر

Simpul yang ke-14 di antara simpul-simpul yang dengannya kita mengagungkan ilmu adalah

إكرام إهل العلم وتوقيرهم

Menghormati orang yang punya ilmu dan menghargai mereka.

Ini adalah bentuk pengagungan kita terhadap ilmu, kalau ada orang di depan kita dia punya ilmu tersebut yang kita hormati ilmu tadi maka kita hendaklah menghormati orang-orang yang memiliki ilmu tadi, kalau kita memang mengagungkan ilmu maka setiap orang yang memiliki ilmu tadi harus kita hormati dan harus kita hargai.

إنَّ فضل العلماء عظيمٌ، ومنصِبهم منصِبٌ جليلٌ

Sesungguhnya keutamaan para ulama adalah besar dan kedudukan mereka adalah kedudukan yang tinggi

لأنَّهم آباء الرُّوح

karena sesungguhnya mereka ini adalah bapak-bapak bagi ruh kita, mereka ini para ulama para guru para Syaikh yang kita belajar dari mereka ini adalah bapak bagi ruh kita.

فالشَّيخ أبٌ للرُّوح كما أن الوالد أبٌ للجسد

Maka guru kita itu adalah bapak bagi ruh kita sebagaimana orang tua kita atau bapak kita itu adalah bapak bagi jasad kita.

Jasad kita bapaknya adalah bapak kandung kita adapun guru kita maka itu adalah bapak kita yaitu bapak bagi ruh kita, jasad kita punya bapak dan ruh kita juga punya bapak. Maka sebagaimana kita menghormati bapak kandung kita maka hendaklah kita memiliki penghargaan dan penghormatan terhadap guru kita yang merupakan bapak bagi ruh kita.

فالاعتراف بفضل المعلِّمين حقٌ واجبٌ

Maka mengakui tentang keutamaan para guru ini adalah sebuah kewajiban.

Kita banyak tahu ilmu kita banyak mengetahui perkara yang sebelumnya kita tidak tahu sebabnya adalah dengan melewati dengan sarana para guru kita maka kita harus mengakui tentang keutamaan mereka.

و استنبَط هٰذا المعنىٰ من القرآن محمَّدُ بن عليٍّ الأُدْفُويُّ فقال

Dan telah mengambil makna ini dari Al-Qur’an seorang ulama yang bernama Muhammad ibn Ali Al-Udfuwwi rahimahullah, beliau mengatakan

 إذا تعلَّم الإنسان من العالم واستفاد منه الفوائد، فهو له عبدٌ

Apabila seseorang belajar dari seorang yang alim belajar dari gurunya dan mengambil faedah dari beliau banyak faedah maka murid tadi kedudukannya adalah seperti seorang budak bagi gurunya.

Apabila salah seorang belajar dari seorang guru dan mengambil faedah dari beliau maka murid tadi kedudukannya seperti seorang budak bagi gurunya, beliau mengatakan yang demikian dari

قال الله تعالىٰ

Allāh ﷻ mengatakan

 وَإِذْ قَالَ مُوْسَىٰ لِفَتَاهُ﴾ الكهف: الآية 60

Dan ketika Musa berkata kepada فَتَاهُ (budaknya), dalam bahasa Arab budak itu dikatakan abdun atau dikatakan fatah, disini dikatakan oleh Allāh ﷻ ketika Musa berkata kepada fatahnya

وهو يُوشَع بنُ نونٍ

yaitu Nabi Yusya Ibn Nun, ini adalah seorang Nabi dan Musa Alaihissalam juga seorang Nabi sekaligus Rasul, ketika Musa berkata kepada fatahnya dan ternyata dia adalah seorang seorang Nabi

ولم يكن مملوكًا له

padahal tentunya Yusya disini bukan seorang budak, seorang nabi tidak ada yang budak semua nabi adalah orang-orang yang merdeka.

Kenapa disini Allāh ﷻ mengatakan Musa berkata kepada fatahnya padahal dalam bahasa arab fatah itu artinya adalah budak, kenapa Allāh ﷻ mengatakan Musa berkata kepada budaknya padahal yang dimaksud disini adalah Yusya bin Nun dan dia bukan budak dia adalah seorang nabi yang merdeka

وإنَّما كان مُتَلْمِذًا له

dinamakan demikian karena Yusya Ibn Nun belajar dari Nabi Musa, Nabi Musa adalah gurunya

متَّبِعا له

dan dia mengikuti nabi Musa, mempelajari dan juga mengikuti bukan hanya belajar saja tapi juga mengikuti nabi Musa mengikuti ajaran beliau

فجعله الله فتاه لذلك

maka Allāh subhanahu wa ta’ala menjadikan Yusya Ibn Nun sebagai fatahnya, dianggap itu sebagai fatahnya (budaknya).

Ini menunjukkan bahwasanya seperti yang disampaikan oleh Muhammad ibn Ali kalau ada seseorang belajar dari seorang guru maka kedudukan dia adalah seperti budak bagi guru tadi, ini menunjukkan keharusan seseorang menghormati gurunya karena ini adalah bentuk pengagungan dia terhadap ilmu, menghormati orang yang memiliki ilmu.

و قد أمر الشَّرع برعاية حقِّ العلماء؛ إكرامًا لهم، وتوقيرًا، وإعزازًا

Dan syariat ini telah memerintahkan untuk menjaga hak para ulama karena merekalah yang membawa ilmu mereka yang menyampaikan ilmu sehingga agama ini menjaga dan memerintahkan kita untuk menjaga hak para ulama dan menghormati mereka dan menghargai mereka memuliakan mereka.

فروى أحمد في المسند

Maka Imam Ahmad meriwayatkan di dalam Musnad

عن عبادةَ بنِ الصامت أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال

Al-Imam Ahmad meriwayatkan di dalam Musnad dari Ubadah Ibn Shamit bahwasanya Rasulullah Sallalahu Alaihi Wasallam bersabda

ليس من أُمَّتي من لم يُجِلَّ كبيرنا، ويرحمْ صغيرنا، ويعرفْ لعالمنا حقَّه

Bukan termasuk umatku orang yang tidak menghormati orang tua dan tidak menyayangi yang kecil dan tidak mengetahui hak bagi seorang ‘alim.

Ucapan Beliau ﷺ bukan termasuk umatku maksudnya adalah bukan termasuk orang yang mengikuti jalanku, berarti jalan Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam adalah menghormati yang lebih tua menyayangi yang lebih muda dan memperhatikan dan mengetahui hak para ulama kita, menghargai mereka menghormati mereka beradab di depan mereka maka ini adalah bentuk pengagungan kita terhadap ilmu agama ini ketika kita menghargai orang-orang yang membawa ilmu tadi

ونقل ابن حزمٍ الإجماعَ على توقير العلماء وإكرامهم

Ibnu Hazam telah menukil ijma’ (kesepakatan) atas keharusan untuk menghormati para ulama dan memuliakan mereka, ini adalah ijma’ tidak ada di antara mereka yang menyelisihi, semuanya bersepakat kewajiban kita untuk menghormati dan menghargai para ulama kita.

فمن الأدب الاَّزم للشَّيخ علىٰ المتعلِّم – ممَّا يدخل تحت هٰذا الأصل – التَّواضعُ له

Diantara bentuk penghormatan kita dan adab kita kepada guru kita dan ini adalah sebuah kewajiban bagi seorang murid, masuk dalam prinsip ini adalah rendah hati di hadapan seorang guru, meskipun mungkin kadang muridnya mungkin lebih cerdas daripada gurunya tapi termasuk adab di hadapan seorang guru adalah tawadhu’, kita harus merendahkan hati kita di hadapan guru kita, jangan sombong di hadapan gurunya.

والإقبالُ عليه

Dan juga menghadapkan diri kepadanya, bukan membelakangi bukan memalingkan dirinya dari gurunya, ini termasuk penghargaan dan penghormatan kepadanya baik di dalam majelis ataupun ketika bertemu di jalan maka dia berusaha untuk menyapa terlebih dahulu kepada gurunya bukan justru malah dia mungkin pura-pura tidak melihat pura-pura tidak tahu

وعدمُ الالتفاتِ عنه

dan tidak berpaling darinya, misal untuk menghadapkan berarti kita sedang konsen untuk mendapatkan ilmu dari beliau

ومراعاةُ أدب الحديث معه

dan juga menjaga adab-adab berbicara dengan beliau, jangan menyamakan seperti kalau dia berbicara dengan temannya

وإذا حدَّث عنه عظَّمه من غير غُلوٍّ

kalau dia sedang menukil ucapan beliau (berkata guru kami) maka hendaklah dia menunjukkan penghormatan terhadap gurunya tadi, misalnya mengatakan syaikhuna atau ustadzuna

من غير غُلوٍّ

tapi tanpa berlebihan, dia belajar dari seorang Ustadz misalnya kemudian memberikan gelar dengan Allamah misal atau Al-Fahhamah ini berlebihan, syaikh-syaikh yang besar saja kadang mereka tidak mau dikatakan Allamah karena ini sudah gelar yang besar. Kita punya guru misalnya di masjid kita kemudian kita mengatakan berkata guru kami Al-Allamah padahal ini adalah laqab yang besar, maka ini ghuluw (berlebihan)

بل يُنزلُهُ منزلَتَه

tapi kita menempatkan sesuai dengan kedudukan beliau, kita mengatakan berkata Ustadz ini menunjukkan ta’dzhim (pengagungan dan penghormatan) kita tapi jangan berlebihan

لئلاَّ يَشينه من حيث أراد أن يمدحه

karena supaya tidak justru menjadikan jelek beliau, kita ingin memujinya tapi ketika kita berlebihan justru akan menjadi sum’ah beliau menjadi jelek, orang tahu bahwasanya beliau tidak sampai derajatnya kepada Allamah atau Syaikhul Islam atau dikatakan Al-Hafidz.

Dia tahu kadar ilmu dari gurunya tadi kita ingin memuji beliau kemudian kita mengatakan memberikan laqab Syaikhul Islam, yang ada di pikiran orang yang mendengarnya ini justru malah akan su’udzon kepada guru tadi ‘mungkin gurunya yang menyuruh untuk digelari sebagai Syaikhul Islam atau Al-Hafidz atau Allamah’, kita ingin memujinya justru menjadikan sum’ah dan wibawa dari guru kita ini malah justru semakin hancur atau menjadi jelek wibawanya.

وليشكرْ تعليمَه ويدعُ له

Diantara bentuk penghargaan kita dan pengagungan kita terhadap guru kita adalah mengucapkan syukur dan terima kasih atas pengajaran yang beliau lakukan, ini termasuk pengagungan dan juga penghargaan terhadap guru kita

ويدعُ له

dan mendoakan untuk beliau, mendoakan bukan hanya sekedar di depan beliau tapi juga di dalam doa-doa kita di dalam kehidupan kita sehari-hari, mungkin dalam sujud kita mungkin dalam sepertiga malam yang terakhir kita mendoakan untuk guru kita, maka ini bagian dari penghargaan kita dan penghormatan kita terhadap para ulama, dan ini pelaksanaan terhadap hadits Nabi ﷺ

ليس من أُمَّتي من لم يُجِلَّ كبيرنا، ويرحمْ صغيرنا، ويعرفْ لعالمنا حقَّه

Ini bentuk pelaksanaan hadits Nabi ﷺ yaitu dengan cara mendoakan dengan kebaikan.

ولا يُظهرِ الاستغناءَ عنه

Jangan kita menampakkan di depan guru kita bahwasanya kita tidak butuh, bertanya tapi ketika dijawab dia menoleh kesana atau menunjukkan bahwasanya dia tidak butuh dengan jawaban gurunya, kalau beliau sedang berbicara dengarkan dan nampakkan bahwasanya kita butuh dengan jawaban beliau dan sangat mengambil manfaat dari ucapan beliau.

ولا يؤُذِهِ بقولٍ أو فعلٍ

Dan jangan dia menyakiti seorang guru dengan ucapan maupun dengan perbuatan, harus menjaga

ولْيتلطَّفْ في تنبيهه علىٰ خطئه إذا وقعت منه زلَّةٌ

dan hendaklah dia berlemah lembut ketika dia mengingatkan gurunya atas kesalahan dia kalau memang terjadi zallah, beliau melakukan sebuah kesalahan maka kemudian kita ingin mengingatkan sebagai seorang murid maka hendaklah dengan lemah lembut, ini termasuk pengagungan dan penghargaan kita terhadap guru kita.

وممَّا تُناسب الإشارة إليه هنا

Dan di antara perkara yang pantas untuk disebutkan di sini

باختصار وجيزٍ

dengan secara singkat saja

معرفةُ الواجب إزاءَ زلَّة العالم، وهو ستَّة أمورٍ

yaitu mengetahui apa yang harus kita lakukan ketika terjadi kesalahan pada guru kita, guru kita seorang manusia bisa salah bisa benar kalau sampai terjadi kesalahan pada diri guru kita maka yang kita lakukan di sana ada enam perkara, yang pertama

الأوَّل: التَّثبُّت في صدور الزَّلَّة منه

Hendaklah kita tatsabbut (yakinkan) dulu bahwasanya kesalahan ini memang beliau lakukan, jangan sampai hanya sekedar qila wa qal (katanya dan katanya), yakin dulu itu memang terjadi pada diri beliau, misalnya ini ada ucapannya ini ada rekamannya

والثَّاني: التَّثبُّت في كونها خطأ

Yang kedua hendaklah kita yakinkan terlebih dahulu bahwasanya itu memang sebuah kesalahan, beliau lakukan tapi apakah benar itu sebuah kesalahan?

و هٰذه وظيفة العلماء الرَّاسخين، فيُسألون عنها

bagaimana kita mengetahui itu adalah sebuah kesalahan padahal beliau adalah seorang ‘alim juga, ini adalah tugas para ulama yang mereka dalam ilmunya

فيُسألون عنها

maka kita bertanya kepada ulama yang lain.

Kita berguru pada Syaikh A misalnya ternyata ada kesalahan ini maka kita bertanya kepada guru yang lain, Syaikh menurut pendapat Antum ini bagaimana keyakinan seperti ini nanti beliau yang menyampaikan beliau yang menyebutkan ini memang ada di antara ulama Ahlus sunnah yang mengatakan demikian atau beliau mengatakan iya ini bertentangan dengan Al-Qur’an dan sunnah dan tidak ada ulama Ahlussunnah yang mengatakan demikian, ini yang menjawab para ulama juga, kita harus yakin bahwasanya itu adalah sebuah kesalahan. Kemudian yang ketiga

والثالث: ترك اتِّباعه فيها

jangan kita mengikuti beliau dalam kesalahan tadi, kalau memang itu adalah sebuah kesalahan dan benar-benar terjadi pada beliau maka jangan kita mengikuti beliau dalam kesalahan tadi.

والرَّابع: التماس العذر له بتأويلٍ سائعٍ

Yang keempat kita berusaha untuk mencari udzur bagi beliau dengan ta’wil yang masuk akal (yang benar), mungkin beliau belum membaca permasalahan ini atau mungkin beliau lupa, ini adalah udzur-udzur yang mungkin saja terjadi pada manusia karena beliau juga manusia ada kekurangannya.

والخامس

Yang kelima yang kita lakukan kalau guru kita salah

بذل النُّصح له بلطفٍ و سرٍّ، لا بعنفٍ و تشهيرٍ

berusaha untuk memberikan nasihat kepada beliau dengan lemah lembut dan rahasia, jangan dengan kasar dan juga jangan di depan orang banyak, kita harus menjaga kehormatan beliau.

والسَّادس: حفظ جَنابه، فلا تُهدَرُ كرامته في قلوب المسلمين

Yang keenam adalah kita berusaha untuk menjaga kewibawaan (kedudukan) beliau jangan sampai kemuliaan beliau dipecahkan dihancurkan di dalam hati-hati kaum muslimin.

Jadi kalau memang beliau memiliki kesalahan kita katakan Syaikh adalah seorang ulama diantara ulama-ulama Ahlusunnah Wal Jamaah namun di dalam masalah ini saya tidak sepakat, ini adalah perkara yang biasa Syaikh juga seorang manusia biasa mungkin beliau punya kesalahan punya kebenaran, beliau adalah tetap seorang ulama kita yang pantas untuk diambil ilmunya tapi dalam permasalahan ini kita tidak sepakat dengan beliau.

Ini berarti kita menjaga kedudukan ulama tadi dihati kaum muslimin jangan sampai mereka mendengar ucapan kita kemudian akhirnya benci terhadap Syaikh tadi padahal beliau adalah seorang ulama Ahlusunah Wal Jama’ah.

وممَّا يُحذَّرُ منه ممَّا يتَّصل بتوقير العلماء؛ ما صورته التَّوقير ومآله الإهانة والتَّحقير

Diantara yang perlu diingatkan disini yang berkaitan dengan penghormatan terhadap ulama apa yang bentuk luarnya itu seakan-akan menghormati tetapi hakikatnya adalah penghinaan, ini hati-hati kadang kita menyangka itu adalah penghormatan padahal itu adalah penghinaan sebenarnya, contohnya

كالازدحامِ علىٰ العالم

seperti berdesak-desakan kepada seorang ‘alim, kalau bertanya kepada beliau silahkan bagus tapi kalau sampai berdesak-desakan sampai mendorong Syaikh mungkin menjadikan sebagian guru jatuh gara-gara didesak-desak oleh orang yang ada di sekitarnya

والتَّضييقِ عليه

dan mempersempit ruang beliau atau tempat beliau

وإلجائه إلىٰ أعسر السُّبل

dan menjadikan beliau terpaksa berjalan di atas jalan yang susah.

Ini sebenarnya bukan penghormatan tapi penghinaan, penghormatan kita memberikan jalan kepada beliau memberikan keluasaan, adapun seseorang berdesak-desakan di sekitar Syaikh kemudian akhirnya menjadikan Syaikh tadi susah untuk berjalan bahkan sampai jatuh sebagian mereka maka ini penghinaan sebenarnya terhadap guru tadi bukan merupakan penghormatan.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

image_pdfimage_print

2 thoughts on “Halaqah 18 | Simpul 14 – Menghormati dan Menghargai Ahli Ilmu”

  1. Assalamualaikum,,
    جزاكم الله خيرا يا شيخ.. أللهم بارك
    kepada admin Afwan sebelumnya,,
    Apakah boleh bertanya tentang materi di kolom komentar ini ?(pertanyaan masih berkaitan dengan penghormatan kepada guru)
    Jazakumullahukhair kepada admin

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top