🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abu Syuja
📝 Ahmad bin Al-Husain bin Ahmad Al-Asfahāniy (Imam Abū Syujā’)
PERKARA-PERKARA YANG DAPAT MEMBATALKAN WUDHU (BAGIAN 1)
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد
Para Sahabat Bimbingan Islam yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu Wa Ta’āla, pada halaqah yang ke-18 ini kita akan membahas tentang “Nawāqidhul Wudhū’ (perkara-perkara yang dapat membatalkan wudhū’)”.
قال المصنف:
((والذي ينقض الوضوء ستة أشياء))
((Dan perkara-perkara yang dapat membatalkan wudhū’ ada 6 macam))
Pada hakikatnya para ulama membahas lebih dari 6 perkara tentang pembatal wudhū’.
● PEMBATAL PERTAMA ●
قال المصنف:
((ما خرج من السبيلين))
((Apa-apa yang keluar dari 2 jalan))
⇒ Yaitu maksudnya adalah qubūl maupun dubur.
Yang keluar dari qubūl maupun dubur ada 2 kategori;
◆ ⑴ Hal-hal yang keluar dengan wajar
Misalnya: buang air kecil, buang air besar, cairan mani, cairan madzi, cairan wadhi, darah haidh, darah nifas dan buang angin.
Dalil:
• ⑴ Firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla,
وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَٱطَّهَّرُوا۟ ۚ وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰٓ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ ٱلْغَآئِطِ أَوْ لَٰمَسْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا۟ مَآءً فَتَيَمَّمُوا۟
“Dan jika kalian dalam keadaan junub maka bersucilah dan jika kalian dalam keadaan sakit atau buang air atau menyentuh wanita dan kalian tidak mendapatkan air maka bertayammumlah.” (Al-Maidah 6)
• ⑵ Hadīts riwayat Bukhāri
سئل ابو هريرة رضي الله عنه عن الحدث قال رضي الله عنه ( فساء أو ضراط )
Ketika Abū Hurairah ditanya tentang (makna) hadats, maka beliau menjawab, “Dia adalah fusāun (buang angin yang tidak bersuara) atau dhurāthun (buang air yang bersuara).”
• ⑶ Hadīts ‘Ali radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu
Tatkala ‘Ali radhiyallāhu ‘anhu bertanya dengan mengutus seseorang bertanya kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tentang cairan madzi maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menjawab,
يغسل ذكره ويتوضأ
“Hendaknya dia mencuci kemaluannya dan berwudhū’.” (HR. Abū Dawūd, An-Nasāi dan Bayhaqi)
• ⑷ Ijmā’ para ulama bahwasanya air mani membatalkan wudhū’.
Dan dalil-dalil lain yang menjelaskan tentang batalnya wudhū’ seseorang dari hal-hal yang keluar dari qubūl maupun dubur secara wajar.
◆ ⑵ Hal-hal yang keluar dengan tidak wajar (jarang terjadi)
Misal: keluarnya batu, ulat, belatung, darah wasir (ambeien)
Jumhūr (mayoritas) fuqaha dari kalangan Syāfi’iyyah, Hanāfiyyah dan Hanābilah berpendapat bahwa hal itu semua membatalkan wudhū’.
Kenapa? Karena sesuatu tadi itu keluar dari tempat keluarnya hadats/kotoran sehingga tidak terlepas dia akan keluar bersama kotoran walaupun sedikit.
■ Ada beberapa catatan tambahan yang perlu ditambahkan;
CATATAN TAMBAHAN ⑴
Bagaimana apabila buang angin keluar bukan dari dubur melainkan keluar dari qubūl? Dan ini banyak terjadi di kalangan wanita.
Jawaban:
Hal itu membatalkan wudhū’.
Dalil:
Ijmā’, sebagaimana yang dinukil oleh Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm, Ibnu Rusyd dan Ibnu Qudāmah.
Berdasarkan keumuman hadits, bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda,
لا تقبل صلاة من أحدث حتى يتوضأ قال رجل من حضرموت : ما الحدث يا ابا هريرة ؟ قال : فساء أوضراط
“Tidak diterima shalat seseorang yang hadats sampai dia berwudhū’.”
Kemudian seseorang dari Hadramaut bertanya kepada Abū Hurairah: “Apa yang dimaksud dengan hadats, wahai Abū Hurairah?”.
Maka beliaupun mengatakan: “Fusāun (buang angin yang tidak bersuara) atau dhurāthun (buang air yang bersuara).”
(HR Bukhari dari shahābat Abū Hurairah)
CATATAN TAMBAHAN ⑵
Buang air besar dan buang air kecil jika keluar tidak melalui qubūl maupun dubur, maka hukumnya juga termasuk hal yang membatalkan wudhū’.
Dalil:
Berdasarkan keumuman hadits, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda,
وَلَكِنْ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ وَنَوْمٍ
“… Akan tetapi dari buang air besar, kencing maupun tidur.” (HR Tirmidzi dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani)
⇒ Maksudnya dalam hadits ini adalah Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam memberikan rukhshah (keringanan) untuk tidak melepaskan khauf saat bersuci kecuali apabila terjadi 3 perkara yaitu buang air besar, kencing maupun tidur.
Dan disini keumuman hadīts, apabila seseorang keluar kencingnya atau buang air besarnya walaupun bukan dari dubur maupun qubūl maka batal wudhū’nya.
Adapun selain itu seperti darah atau nanah, jika keluar bukan dari qubūl maupun dubur maka dia tidak membatalkan wudhū’ nya.
CATATAN TAMBAHAN ⑶
Tentang kelembaban yang terjadi di kemaluan wanita (ruthūbah farjil mar’ah)
Kelembaban ini banyak terjadi di kalangan wanita dan kelembaban tersebut berbeda-beda antara satu wanita dengan yang lain, ada yang sedikit dan ada yang banyak atau bahkan keluar menjadi cairan atau lendir.
Oleh karena itu, hal ini dijelaskan oleh Imām An-Nawawi di dalam Al-Majmū’ Syarh Muhadzdzab tentang ruthūbah farjil mar’ah. Kata beliau,
“Ruthūbah farjil mar’ah adalah cairan putih yang wujudnya antara madzi dan keringat.”
Dan disini hukumnya para ulama berbeda pendapat, diantara salah satu pendapatnya bahwasanya hukumnya sama dengan cairan yang keluar dari tubuh manusia yang wajar seperti keringat, maka hal itu tidaklah membatalkan wudhū’.
Pendapat ini dipilih oleh Imam Syāfi’i, Ibnu Hazm dan dikuatkan (dirajihkan) oleh Syaikh ‘Utsaimin rahimahumullāh.
Dalil:
⑴ Bahwasanya tidak ada dalil, hadits atau riwayat yang sharih yang menjelaskan tentang batalnya wudhū’ seseorang disebabkan ruthūbah (kelembaban) tersebut.
⑵ Bahwasanya hal ini terjadi secara alami dan hampir terjadi di semua wanita. Dan merupakan kesulitan yang besar dan masyaqqah apabila seorang wanita harus senantiasa berwudhū’ apabila terjadi kelembaban di dalam kemaluannya.
Para Sahabat Bimbingan Islam yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla,
● PEMBATAL KEDUA ●
قال المصنف:
((والنوم على غير هيئة المتمكن ))
((Tidur pada posisi yang tidak kokoh))
⇒ Maksudnya posisi selain posisi duduk, maka itu membatalkan wudhū’.
Dalil:
⑴ Sabda Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam,
العينان وكاء السه ، فإذا نامت العينان استطلق الوكاء ، ومن نام فليتوضأ (رواه : ابو داود ر ابن ماجه)
“Kedua mata adalah pengikat dubur, apabila kedua mata itu tertidur maka pengikat itu akan lepas. Maka barangsiapa yang tertidur maka hendaknya dia berwudhū’.”
(HR Abū Dāwud dan Ibnu Majah dari shahābat Mu’āwiyah radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu)
⑵ Namun disana ada riwayat yang lain yang menjelaskan bahwasanya para shahabat tertidur tatkala menunggu Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam untuk melaksanakan shalat berjama’ah namun mereka tidak berwudhū’.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu, beliau mengatakan,
كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم يَنَامُونَ ثُمَّ يُصَلُّونَ وَلاَ يَتَوَضَّؤُونَ
“Mereka para shahabat Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tertidur kemudian bangkit untuk melaksanakan shalat dan mereka tidak berwudhū’.” (HR Muslim)
Disini menggabungkan 2 hadits tersebut diatas bahwasanya ini adalah dalam tidur yang ringan dan posisi yang duduk, maka seseorang tidak batal wudhū’ nya.
Akan tetapi apabila tidur yang pulas & panjang dan juga tidur pada posisi selain posisi duduk maka dia membatalkan wudhū’ (Dan ini adalah pendapat jumhur).
● PEMBATAL KETIGA ●
قال المصنف:
((وزوال العقل بسكر أو مرض))
((Hilangnya akal disebabkan karena mabuk atau karena penyakit))
Termasuk didalamnya adalah seorang yang pingsan yang kemudian hilang akalnya atau dibius maka hal-hal tersebut membatalkan wudhū’ seseorang.
Kita akan lanjutkan pada halaqah berikutnya tentang pembatal-pembatal wudhū’ yang lainnya dan in syā Allāh Ta’āla, Allāh Subhānahu wa Ta’āla memudahkan kita dalam menuntut ilmu.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS