🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abu Syuja
📝 Ahmad bin Al-Husain bin Ahmad Al-Asfahāniy (Imam Abū Syujā’)
HUKUM DAN ADAB ISTINJĀ’
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله و بعد.
Para Sahabat sekalian rahīmakumullāh, kita memasuki halaqah ke-17 dan akan membahas tentang Istinjā’.
Dijelaskan oleh para ulama;
الِاسْتِنْجَاءَ إزَالَةُ مَا يَخْرُجُ مِنَ السَّبِيلَيْنِ ، سَوَاءٌ بِالْغَسْلِ أَوِ الْمَسْحِ بِالْحِجَارَةِ وَنَحْوِهَا عَنْ مَوْضِعِ الْخُرُوجِ وَمَا قَرُبَ مِنْهُ
“Istinjā’ adalah proses menghilangkan apa saja yang keluar dari qubul maupun dubur baik dengan cara dicuci ataupun diusap dengan batu atau semisalnya di tempat keluarnya atau sekitarnya.”
Di dalam pembahasan matan Abū Syujā’, kita akan bagi menjadi beberapa point ;
● PERTAMA
((والاستنجاء واجب من البول والغائط))
((Istinjā’ hukumnya wajib baik untuk buang air kecil maupun buang air besar))
Ini adalah pendapat Syāfi’iyyah dan jumhur (mayoritas) para ulama.
Dalil:
• Hadits ⑴
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: وليستنج بثلاثة أحجار ( رواه البيهقي)
Dari Abū Hurairah radhiyallāhu ‘anhu mengatakan: Bersabda Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam: “Hendaknya dia beristinjā’ dengan 3 buah batu.” (HR Bayhaqi)
Hadits ini adalah perintah dan perintah hukumnya adalah WAJIB.
• Hadīts ⑵
عن عائشةَ رضي الله عنها أنَّ النبيَّ صلَّى الله عليه وسلَّم قال: إذا ذهب أحدُكم إلى الغائطِ فليذهبْ معه بثلاثة أحجارٍ يَستطيب بهنَّ؛ فإنَّها تُجزئ عنه (رواه أبو داود و إبن ماجه)
Dari ‘Āisyah radhiyallāhu ‘anhā, bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian pergi ke tempat buang air maka hendaklah dia membawa 3 buah batu untuk digunakan dalam membersihkan, maka itu cukup.” (HR. Abū Dāwūd dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih)
• Hadīts ⑶
Hadits ini menunjukkan seseorang bisa diadzab dikuburnya karena dia tidak bersuci.
عَنْ ابن عبَّاسٍ رَضِيَ اللَّـهُ عَنْهُمَا قَالَ: “مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّـهُ عَلَيْهِ سَلَّمَ بِقَبْرينِ فَقَالَ: ((إِنِّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ، أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنَ الْبَوْلِ، وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ)) رواه البخاري
Dari Ibnu ‘Abbās radhiyallāhu ‘anhumā berkata: “Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam berjalan melewati kuburan dan mengatakan: ‘Kedua penghuni kubur ini sedang disiksa dan mereka disiksa disebabkan sesuatu yang tidak dianggap besar. Adapun salah satunya karena tidak bersuci dari buang air kecilnya dan yang lain karena dia mengadu domba di antara manusia’.” (HR. Bukhāri)
● KEDUA
((والأفضل أن يستنجي بالأحجار ثم يتبعها بالماء))
((Dan yang paling afdhal adalah beristinjā’ dengan menggunakan batu kemudian dilanjutkan dibersihkan dengan air))
((ويجوز أن يقتصر على الماء أو على ثلاثة أحجار ينقي بهن المحل))
((Dan diperbolehkan istinjā’ hanya dengan menggunakan air atau 3 buah batu yang bisa membersihkan tempat keluarnya kotoran tersebut))
((فإذا أراد الاقتصار على أحدهما فالماء أفضل))
((Apabila ingin mencukupkan dengan salah satunya maka penggunaan air lebih afdhal))
Para Sahabat sekalian,
√ Boleh seseorang beristinjā’ dengan menggunakan 3 buah batu atau 1 buah batu yang memiliki 3 sisi yang (semua sisinya) bisa dipakai untuk beristinjā’.
√ Jika pada usapan yang ketiga sudah bersih maka sudah cukup.
√ Apabila belum bersih maka bisa ditambah lagi dengan batu berikutnya sampai bersih.
√ Disunnahkan jumlah keseluruhan dari batu adalah ganjil.
√ Boleh menggunakan batu atau yang semakna dengan batu tersebut, dengan syarat benda tersebut:
⑴ Suci (tidak boleh benda najis).
⑵ Dapat menghilangkan najis dan kering.
⑶ Bukan benda yang dihormati, seperti tulang, roti (makanan) dan lain-lain.
● KETIGA
((ويجتنب استقبال القبلة واستدبارها في الصحراء))
((Dan hendaknya dijauhi manakala beristinjā’ di padang pasir atau tempat terbuka dengan menghadap atau membelakangi kiblat))
Dalil :
عن أبى ايوب الأنصاريِّ رضي الله عنه ان النبي صلى الله عليه وسلم قال: إذا أتيتم الغائط فلا تستقبلوا القبلة ولا تستدبروها ببول ولا غائط ولكن شرقوا أو غربوا (رواه البخاري و مسلم)
Dari Abū Ayyub Al-Anshāriy radhiyallāhu ‘anhu, bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda: “Apabila kalian mendatangi tempat untuk buang air maka janganlah buang air kecil ataupun buang air besar dengan menghadap kiblat, akan tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat.” (HR. Bukhāri Muslim)
⇒ Karena di tempat itu, menghadap atau membelakangi kiblat adalah ke arah utara atau ke selatan. Oleh karena itu kata Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam; menghadaplah ke timur atau ke barat (yang dia tidak menghadap atau membelakangi kiblat)
Dan ini adalah permasalahan buang air di tempat yang terbuka, seperti di padang pasir, lapangan atau tempat yang lainnya.
Namun apabila buang air di dalam bangunan maka para ulama berbeda pendapat ;
√ Ada yang mengatakan hadits tersebut hukumnya umum, meliputi di dalam bangunan ataupun diluar bangunan, baik di tempat tertutup ataupun tempat yang terbuka.
√ Pendapat Imam An-Nawawī bahwasanya beliau memperbolehkan menghadap kiblat atau membelakanginya apabila ditutup dengan penutup setinggi minimal 3 dzirā’ (3 lengan). Namun tetap disunnahkan untuk menghadap ke arah selain kiblat walaupun di tempat tertutup atau di dalam bangunan.
● KEEMPAT
((ويجتنب البول والغائط في الماء الراكد وتحت الشجرة المثمرة وفي الطريق والظل والثقب))
((Dan menghindari buang air kecil atau buang air besar di dalam air yang tidak bergerak, di bawah pohon yang berbuah, di jalanan, di tempat teduh dan di lubang-lubang))
Dalil:
• Hadīts ⑴
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: (( لا يَبُولَنَّ أَحَدُكُم في الماءِ الدائمِ الذي لا يَجْرِي)) رواه الخمسة
Dari Abū Hurairah radhiyallāhu ‘anhu berkata: Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian buang air kecil di air yang diam yang dia tidak bergerak.” (HR. Al-Khamsah/Imam yang lima)
Berkata Imām Ar-Rāfi Asy-Syāfi’i (salah seorang ulama Syāfi’iyyah) bahwa larangan tersebut meliputi baik air dengan volume yang sedikit maupun volume yang banyak karena akan mengotori dan menajisi air tersebut.
• Hadīts ⑵
اِتَّقُوا اللَّاعِنَيْنِ. قَالُوا: وَمَا اللَّاعِنَانِ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ وَ ظِلِّهِمْ (رواه أبوا داود و مسلم)
“Hati-hatilah terhadap 2 orang yang dilaknat.” Para shahābat bertanya: “Apa itu 2 orang yang terlaknat, ya Rasūlullāh?”. “Yaitu orang-orang yang buang air di jalanan umum (jalanan yang dilalui oleh orang-orang) dan di tempat mereka berteduh.”
(HR Abū Dāwūd dan Muslim)
⇒ Maksudnya adalah perbuatan yang menyebabkan seseorang dilaknat oleh manusia.
⇒ Karena hal ini akan mengganggu orang-orang sehingga mereka akan melaknat orang yang buang air di jalan tersebut.
• Hadīts ⑶
عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَرْجِسَ، «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِي الْجُحْرِ»، قَالُوا لِقَتَادَةَ: مَا يُكْرَهُ مِنَ الْبَوْلِ فِي الْجُحْرِ؟ قَالَ: كَانَ يُقَالُ إِنَّهَا مَسَاكِنُ الْجِنِّ (رواه أبوداود والنسائي)
Dari Qatādah dari ‘Abdillāh Ibnu Sarjas, bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam melarang untuk buang air kecil di lubang-lubang. Maka merekapun berkata kepada Qatādah, “Kenapa dilarang untuk buang air kecil di lubang-lubang?” Qatādah berkata, “Karena itulah tempat tinggalnya jin.” (HR Nasāī dan Abū Dāwūd)
● KELIMA
قال المصنف:
((ولا يتكلم على البول))
((Dan tidak berbicara pada saat buang air kecil ataupun buang air besar))
Dalil :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ مَرَّ رَجُلٌ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَبُولُ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ (رواه الخمسة)
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallāhu ‘anhumā berkata: “Seseorang melewati Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan Beliau sedang buang air kecil, kemudian diapun memberikan salam kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam namun Beliau tidak menjawab salam tersebut.” (HR Imam yang lima)
● KEENAM
((ولا يستقبل الشمس والقمر ولا يستدبرهما))
((Dan tidak menghadap matahari atau rembulan dan tidak pula membelakanginya))
Namun dasar yang digunakan pada point ini adalah hadits yang dha’īf dan lemah. Oleh karena itu Imam An-Nawawī mengatakan tentang hadits yang digunakan dalam point 6 ini: “Hadits ini bathil dan tidak diketahui.”
● KETUJUH
قال المصنف:
((ولا يستنج بيمينه))
((Dan janganlah beristinjā’ dengan tangan kanannya))
Dalil : Hadits Salmān
عَنْ سَلْمَانَ رضي الله عنه قَالَ: «نَهَانَا رَسُولُ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ، أَوْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ، أَوْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلاَثةِ أَحْجَارٍ، أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ عَظْمٍ» رواه المسلم
Dari Salmān radhiyallāhu ‘anhu berkata: “Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam melarang kami untuk menghadap kiblat pada saat buang air besar ataupun kecil, begitupula melarang beristinjā’ dengan tangan kanan atau beristinjā’ dengan kurang dari 3 buah batu atau beristinjā’ dengan kotoran atau tulang.” (HR Muslim)
Demikian pembahasan kita kali ini.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS