Home > Bimbingan Islam > Bekal Bulan Ramadhan > Halaqah 10 : Jenis Keadaan Manusia Terkait Puasa

Halaqah 10 : Jenis Keadaan Manusia Terkait Puasa

🎙 Ustadz Muhammad Ihsan, M.HI حفظه لله تعالى
📗 Kitāb Majalis Syahri Ramadhān (مجالس شهر رمضان)
📝 Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin حفظه لله تعالى
〰〰〰〰〰〰〰

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمدلله وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله وأصحبه ومن والاه، ولا حول ولاقوة الا بالله أما بعد

Ikhwaniy wa Akhawati A’ādzakumullāh.

Diantara orang-orang berikutnya yang Allāh Subhānahu wa Ta’āla tidak wajibkan bagi mereka untuk berpuasa adalah:

• Wanita yang Haid atau Nifas

Bahkan wanita yang sedang mengalami haid atau nifas seandainya dia berpuasa maka puasanya tidak sah, bahkan bisa menjadi dosa bagi dirinya jika dia berpuasa dalam keadaan haid, karena seolah-olah dia bermain dengan agama.

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

ما رأَيْتُ مِن ناقصاتِ عقلٍ ودِينٍ أذهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الحازمِ مِن إحداكنَّ

_”Tidaklah aku melihat makhluk yang kurang akal dan agamanya tapi bisa menghilangkan logikanya seorang laki-laki yang memiliki pendirian yang kuat.”_

_Maka para shahabiah pun bertanya: “Wahai Rasūlullāh apa maksud kami kurang akal dan kurang agama?”_

_Maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan: “Bukanlah persaksian wanita itu tidak diterima bila satu orang, (persaksian setengah lelaki)?”_

_Mereka menjawab: “Iya benar.”_

_Nabi melanjutkan: “Itulah kurangnya akal. Dan bukanlah wanita jika haid ia tidak shalat dan tidak puasa?”_

(Hadīts shahīh Al-Bukhāri nomor 1462, Muslim nomor 80).

Maka dari hadīts ini kita lihat bahwasanya seorang wanita yang haid maupun yang nifas maka dia tidak wajib baginya untuk berpuasa dan tidak sah puasanya walaupun dia melaksanakan puasa.

Akan tetapi ketika dia suci wajib baginya untuk menggantinya di luar bulan Ramadhān. Ketika di luar bulan Ramadhān lalu dia suci (tidak dalam keadaan haid) maka ketika itu dia wajib mengganti puasa yang telah dia tinggalkan.

Aisyah radhiyallāhu ‘anhā pernah ditanya tentang مَا بَالُ النساء.

Mengapa para wanita diperintahkan untuk mengganti puasa namun tidak diperintahkan untuk mengganti shalat?

Maka Aisyah radhiyallāhu ‘anhā berkata:

هن نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْم وَلَانُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ

_”Karena dahulu kita diperintahkan untuk mengganti puasa dan kita tidak diperintahkan untuk mengganti puasa dan kita tidak diperintahkan untuk mengganti shalat.”_

Maka wanita haid dan nifas wajib bagi mereka mengganti puasa di luar bulan Ramadhān sejumlah hari yang mereka tinggalkan.

Kemudian diantara orang-orang yang Allāh Subhānahu wa Ta’āla tidak wajibkan bagi mereka untuk tidak berpuasa adalah:

• Wanita Hamil dan Menyusui

Wanita hamil dan menyusui, apabila dia merasa tidak sanggup untuk melaksanakan puasa kalau seandainya puasa dia takut bahaya akan menimpa dirinya atau menimpa janin yang dia kandung atau bayi yang sedang dia susui, maka wanita tersebut boleh untuk tidak berpuasa.

Namun seandainya ketika dia berpuasa dokter mengatakan tidak masalah baginya berpuasa, dan tidak mengganggu kesehatannya dan kesehatan janinnya, maka wanita seperti ini wajib baginya untuk berpuasa. Namun apabila membahayakan maka disyari’atkan baginya untuk membatalkan puasa dan menggantinya di hari yang lainnya.

Karena wanita hamil dan menyusui hukumnya seperti orang yang sakit, ketika orang yang sakit sembuh maka dia wajib mengganti puasa di luar bulan Ramadhān. Begitu juga wanita hamil dan menyusui, ketika di luar bulan Ramadhān wajib bagi dirinya untuk mengganti puasa yang dia tinggalkan.

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلاَةِ ، وَعَنِ الْمُسَافِرِ وَالْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ أَوِ الصِّيَامَ

_”Sesungguhnya Allah meringankan bagi seorang musafir setengah shalat dan meringankan puasa bagi musafir, wanita hamil dan menyusui.”_

(Hadīts riwayat Imam Ahmad dalam Musnadnya 31/392 no 19047, Ibnu Majah dalam Sunannya 1/533 no 1667, dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra 4/231)

Allāh Subhānahu wa Ta’āla menggugurkan setengah shalat bagi musafir dari empat raka’at menjadi dua raka’at.

Allāh gugurkan kewajiban puasa bagi mereka. Maka sebagaimana musafir wajib baginya untuk mengganti puasa di luar bulan Ramadhān begitu juga wanita hamil dan menyusui wajib baginya untuk mengganti puasa tersebut di luar bulan Ramadhān apabila mereka telah melahirkan atau selesai dari menyusui.

Kemudian kondisi orang yang dibolehkan membatalkan puasanya, tidak wajib baginya untuk berpuasa adalah:

• Orang yang butuh tidak berpuasa untuk menyelamatkan orang lain

Maka orang yang seperti ini boleh baginya untuk tidak berpuasa, seperti orang yang ingin menyelamatkan orang yang sedang tenggelam dan dia tidak sanggup menyelamatkannya kecuali dengan mengisi energi dengan makan makanan (untuk mengisi energinya) maka orang seperti ini wajib baginya untuk membatalkan puasanya dan menyelamatkan orang yang tenggelam tadi.

Karena kaidah mengatakan:

ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب

_”Segala sesuatu kewajiban tidak bisa terlaksana kecuali dengan mengerjakan sesuatu yang lain maka yang lain tersebut hukumnya menjadi wajib.”_

Wajib dia batalkan untuk menyelamatkan orang tersebut.

Begitu juga orang yang berjihad Fīsabilillāh (misalnya) seandainya puasa melemahkan dirinya, tidak sanggup baginya untuk menyelamatkan agama ketika berjihad Fīsabilillāh kecuali dengan berbuka maka disyari’atkan baginya untuk berbuka.

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda kepada para sahabat:

إنكم قد دنوتم من عدوكم، والفطر أقوى لكم، فكانت رخصة

_”Kalian telah berada dekat dengan musuh-musuh kalian, sedangkan berbuka atau membatalkan puasa akan membuat kalian menjadi lebih kuat.”_

(Hadīts riwayat Muslim).

Maka dari ini para ulama mengatakan seorang yang ingin menyelamatkan orang lain dan tidak bisa dia selamatkan orang lain kecuali dengan membatalkan puasanya maka disyari’atkan baginya untuk membatalkan puasanya.

Itulah orang-orang yang telah kita jelaskan, orang yang wajib berpuasa dan orang-orang yang diberikan udzur oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla untuk tidak berpuasa.

Semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla memberikan taufik kepada kita semua dan memudahkan kita untuk menjalankan puasa di bulan Ramadhān dan mengangkat bencana (wabah) yang tengah menimpa kita.

وصلى الله على نبينا محمّد وعلى آله وصحبه وسلم ثم السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

____________________

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top