Home > Bimbingan Islam > Kaidah Dasar Jual Beli > Halaqah 04 : Akad jual beli hanya dibolehkan apabila barang (objek transaksi) dimiliki penjual

Halaqah 04 : Akad jual beli hanya dibolehkan apabila barang (objek transaksi) dimiliki penjual

🎙 Ustadz Muhammad Ihsan, M.HI حفظه لله تعالى
📗 Kitāb Qawā’du Fīl Buyū’ (قواعد في البيوع)
📝 Fadhillatus Syaikh Sulaiman bin Salim Ar-Ruhaili حفظه لله تعالى
〰〰〰〰〰〰〰

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله الذي علَّمَ القرآن و علَّم الإنسانَ ما لم يعلَم
وصلى الله على سيدنا محمّد الذي ارسله الى سائر الانام وعلى آله وصحبه وسلم عدد من تعلن علما، أما بعد

Ikhwāniy wa Akhawatiy yang semoga kita semuanya dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Pada pertemuan kali ini (in syā Allāh) kita akan membahas kaidah yang keenam, diantara kaidah-kaidah yang berlaku pada transaksi jual beli.

Kaidah keenam yang akan kita bahas pada pertemuan kali ini yaitu:

لَا ينعقد البيع إلا من مالك أو مأذون له

_▪︎ Kaidah Keenam | Akad jual beli hanya dibolehkan apabila barang (objek transaksi) dimiliki penjual atau dijinkan oleh yang memiliki barang_

Akad jual beli hanya dibolehkan (dianggap sah) apabila barang yang menjadi objek transaksi itu dimiliki oleh Si Penjual atau uang yang dijadikan objek transaksi dimiliki oleh Si Pembeli atau kalau pun dia tidak memiliki dia diberikan izin untuk menggunakan barang atau uang tersebut.

Jadi ketika seseorang misalkan menjual barang padahal bukan miliknya maka ini tidak diperbolehkan dalam agama kita (Islām).

Landasannya apa?

Sabda Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tatkala shahabat Hakim bin Hizam radhiyallāhu ‘anhu bertanya kepada Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Hakim bin Hizam berkata:

يجأءني الرَّجُلُ

_”Datang kepadaku seseorang.”_

Lalu memintaku membelikan untuknya sebuah barang yang tidak aku miliki.

Lalu Hakim bertanya:

أَفَأَبْتَاعُهُ لَهُ مِنَ السُّوقِ

_”(Ya Rasūlullāh,) apakah boleh aku membeli barang tersebut di pasar, lalu aku jadikan barang itu untuk dijual kepada orang tersebut?”_

Tatkala mendengar pertanyaan Hakim bin Hizam ini, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ

_”(Ya Hakim,) janganlah engkau menjual barang yang belum engkau miliki.”_

(Hadīts shahīh riwayat Abu Dawud nomor 3503)

Ini menjadi landasan bahwasanya tidak boleh kita menjual barang yang belum kita miliki dan ini biasanya terjadi di transaksi pada bank konvensional.

Kita datang ke bank lalu kita katakan, “Saya ingin membeli sebuah mobil.”

Apa yang dilakukan bank?

Bank memberikan kita sejumlah uang atau cek dan disuruh kita untuk membawanya ke showroom (misalkan) atau kepada orang yang menjual mobil, agar kita bisa menyerahkan uang (cek) tersebut, sehingga kita bisa membawa mobil.

Yang mana sebelum bank memberikan uang, kita harus menandatangani surat perjanjian yaitu akad bahwasanya kita membeli mobil dari bank. Maka ini dilarang di dalam syari’at Islām.

Kenapa?

Karena bank belum memiliki mobil tersebut namun dia (bank) telah menjualnya. Tidak boleh seseorang menjual barang kecuali ketika dia telah memiliki barang tersebut. Maka pada hakikatnya yang dilakukan bank tersebut sama seperti pinjaman.

Bank memberikan kita pinjaman misalkan 500 Juta lalu kita belikan mobil, lalu kita kembalikan uang 500 Juta tersebut kepada bank dengan tambahan 100 Juta (misalkan). Jadi kita bayar ke bank 600 Juta. Ada 100 Juta tambahan yang mana ini bisa menjadi riba.

Bank bisa saja menjual mobil kepada nasabahnya dengan syarat dia (bank) beli dulu mobil tersebut baru kemudian dilakukan transaksi dengan pembeli. Barulah hal ini dibolehkan.

Maka tidak boleh kita melakukan jual beli kecuali dengan barang yang kita miliki atau kalau pun kita tidak memiliki barang, Si Pemilik barang mengizinkan kita untuk melakukan transaksi dengan barang tersebut.

Dalīlnya apa?

Kisah ‘Urwah Al Bariqy, yang mana Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dahulu meminta Beliau untuk membelikan seekor kambing. Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam memberikan dua dinar agar ‘Urwah Al Bariqy membelikan seekor kambing.

Lalu ‘Urwah Al Bariqy pergi ke pasar dan beliau menawar harga kambing, seharusnya harga kambing itu dua dinar lalu ditawar menjadi satu dinar. Lalu ‘Urwah Al Bariqy membeli dua ekor kambing dan satu ekor kambing dijual oleh ‘Urwah seharga 2 dinar.

Lalu ‘Urwah datang kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan memberikan kambing dan mengembalikan uang dua dinar, sampai-sampai Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mendoakan keberkahan untuk ‘Urwah Al Bariqy.

Di sini ‘Urwah Al Bariqy melakukan transaksi dengan dua dinar yang diberikan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, dua dinar itu bukan milik ‘Urwah tetapi milik Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam. Namun ‘Urwah di sini diberikan izin oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam untuk menggunakan uang tersebut untuk bertransaksi dengan penjual kambing.

Sehingga kita katakan, boleh tidak dimiliki namun diizinkan oleh si pemilik barang. Maka kaidah ini penting untuk kita pahami.

In syā Allāh kita akan lanjutkan kembali pada kaidah berikutnya pada pertemuan berikutnya.

Wallāhu Ta’āla A’lam

وصلى الله على نبينا محمّد وعلى آله وصحبه وسلم ثم و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

____________________

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top