Home > Bimbingan Islam > Syarah Ushul Iman > Halaqah 13 : Definisi dan Cakupan Iman kepada Rasul

Halaqah 13 : Definisi dan Cakupan Iman kepada Rasul

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA حفظه لله تعالى
📗 Kitāb Syarhu Ushul Iman Nubdzah Fīl ‘Aqīdah (شرح أصول الإيمان نبذة في العقيدة)
📝 Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ
〰〰〰〰〰〰〰

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
إن الحمد الله وصلاة وسلام على رسول الله وعلى آله واصحابه و من والاه، و لا حول ولا قوة إلا بالله اما بعد

Sahabat BiAS, kaum muslimin rahīmani wa rahīmakumullāh.

In syā Allāh kita melanjutkan pembahasan dari Risalah Syarah Ushul Iman Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullāhu ta’āla.

Dan kita masuk pada pembahasan:

▪︎ Iman Kepada Para Rasul

Beriman kepada para rasul utusan Allāh Ta’āla. Adapun yang dimaksud dengan Ar-Rasul (الرسل) yang merupakan jamak dari rasūlun (رسول) maknanya adalah mursal (مرسل), yaitu:

مبعوث بإبلاغ شيء

Utusan yang disuruh (diperintahkan) untuk menyampaikan sesuatu.

Adapun yang dimaksud dengan Rasul, istilah Rasul dan yang kita imani ini, adalah:

من أوحي إليه من البشر بشرع وأمر بتبليغه

Orang yang diwahyukannya kepadanya dari kalangan manusia atau manusia yang diwahyukan kepadanya syariat dan diperintahkan supaya disampaikan kepada manusia.

Ini adalah rasul, sehingga manusia yang diwahyukan kepadanya diberikan syariat untuk disampaikan kepada manusia.

Rasul yang pertama kali diutus oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla adalah nabiyullāh Nuh alayhishshalātu wassalām, dan rasul yang terakhir diutus oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla adalah Rasūlullāh Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Karena rasul ini diutus Allāh di antaranya untuk mengembalikan mereka pada tauhīd dan manusia (masyarakat) yang rusak pertama kali, yang terjatuh dalam syirik adalah kaumnya Nabiyullāh Nuh.

Antara nabiyullāh Adam dengan nabiyullāh Nuh adalah sepuluh kurun. Semuanya di atas tauhīd dan baru terjadi kesyirikan pada zaman kaumnya nabiyullāh Nuh. Kemudian Allāh mengirim nabiyullāh Nuh untuk mengembalikan mereka kepada tauhīd. Sehingga Nuh adalah rasul yang pertama.

Dalīlnya adalah firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla:

إِنَّآ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ كَمَآ أَوْحَيْنَآ إِلَىٰ نُوحٍۢ وَٱلنَّبِيِّـۧنَ مِنۢ بَعْدِهِۦ

_”Sesungguhnya Kami wahyukan kepada engkau wahai Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam, sebagaimana Kami wahyukan kepada Nuh dan kepada para nabi setelahnya.”_

(QS. An-Nissā: 163)

Sehingga Nuh dan nabi-nabi setelahnya, artinya dengan Nuh sebagai rasul yang pertama.

Lebih jelas lagi dalam hadīts ketika berkaitan dengan masalah syafa’at dari hadīts dari Imam Al-Bukhāri.

Dimana manusia dengan suasana yang sangat membuat gelisah, matahari di dekatkan dengan jarak satu mill, kemudian mereka berkeringat. Mereka betul-betul capek lelah dan gelisah, lalu mereka berbondong-bondong mencari orang yang bisa memintakan syafa’at kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Datanglah mereka kepada nabiyullāh Nuh dan mereka mengatakan kepada nabi Nuh:

ائْتُوا نُوحًا أَوَّلُ رَسُولٍ

_”Silahkan anda mendatangi Nuh yang dia adalah rasul yang pertama Allāh utus.”_

Sehingga Nuh adalah rasul pertama yang diutus oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Adapun rasul yang terakhir adalah Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Dan Allāh katakan tentang beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٖ مِّن رِّجَالِكُمۡ وَلَٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّـۧنَۗ

_”Muhammad itu bukan bapak salah seorang di antara kalian, tetapi Muhammad adalah utusan Allāh (dan penutup para nabi).”_

(QS. Al-Ahzab: 40)

Dan tidak ada setiap umat kecuali pasti Allāh utus kepada mereka yaitu rasul, yang menyeru mereka dengan seruan yang intinya sama yaitu agar mereka hanya menyembah Allāh dan menjauhi segala bentuk sesembahan selain Allāh atau thaghut.

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍۢ رَّسُولًا أَنِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَٱجْتَنِبُوا۟ ٱلطَّـٰغُوتَ

_”Dan sungguh Kami telah mengutus pada setiap umat seorang rasul dan masing-masing mereka datang dengan menyeru, *”Sembahlah Allāh dan jauhilah thaghut”*._

(QS. An-Nahl: 36)

Ini seruan dari rasul pertama sampai rasul yang terakhir, semuanya sama menyeru, “Sembahlah Allāh dan jauhilah thaghut”.

Dan Allāh menegaskan,

وَإِن مِّنْ أُمَّةٍ إِلَّا خَلَا فِيهَا نَذِيرٌۭ

_”Tidak ada sebuah umatpun kecuali (pasti) Allāh mengirimkan kepada mereka نَذِيرٌۭ (seorang pemberi peringatan) yaitu rasul.”_

(QS. Fāthir: 24)

بشر مخلوقون

Para rasul ini adalah makhluk, (manusia biasa).

ليش لهم من خصائص الربوبية والألوهين

Yang tidak memiliki kekhususan yang berkaitan dengan Rububiyyah dan Uluhiyyah.

Tidak ada sifat ketuhanan kepada diri rasul, termasuk Rasūlullāh Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam. Sehingga Allāh memerintahkan kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam untuk menyampaikan kepada manusia bahwa dirinya tidak memiliki sifat ketuhanan.

Seperti ayat:

قُل لَّآ أَمْلِكُ لِنَفْسِى نَفْعًۭا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَآءَ ٱللَّهُ ۚ

Katakanlah wahai Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam: _”Saya ini tidak mempunyai kuasa apapun kepada diriku sendiri untuk mendatangkan manfaat, untuk menolak mudharat kecuali apa yang dikehendaki Allāh Subhānahu wa Ta’āla.”_

وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ ٱلْغَيْبَ لَٱسْتَكْثَرْتُ مِنَ ٱلْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِىَ ٱلسُّوٓءُ ۚ

_”Seandainya aku tahu perkara yang ghaib niscaya aku akan memperbanyak kebaikan dan tidak akan tersentuh keburukan.”_

(QS. Al-Arāf: 188)

Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam diperintahkan untuk menjelaskan dan mengumumkan kepada manusia bahwa dirinya adalah manusia biasa (makhluk biasa) tidak memiliki sifat ketuhanan.

Sebagaimana ayat yang lain, dikatakan:

قُلْ إِنِّى لَآ أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّۭا وَلَا رَشَدًۭا

Katakanlah: _”Sesungguhnya aku tidak mempunyai kekuasaan untuk menolak mudharat dan juga tidak untuk membimbing manusia agar hatinya terbuka di jalan yang lurus.”_

(QS. Al-Jinn: 21)

قُلْ إِنِّى لَن يُجِيرَنِى مِنَ ٱللَّهِ أَحَدٌۭ

_”Dan kalau Allāh menghendaki untuk menempatkan adzab, tidak ada yang bisa melindungi aku sama sekali._

وَلَنْ أَجِدَ مِن دُونِهِۦ مُلْتَحَدًا

_”Dan tidak ada tempat kembali (berlindung) kecuali hanya kepada Allāh.”_

(QS. Al-Jinn: 22)

Nabi dan rasul, yang merupakan manusia biasa juga mengalami seperti kita (manusia) seperti sakit, mengalami kematian, butuh makan dan minum dan yang lainnya.

Sehingga Nabiyullāh Ibrahim mengatakan:

وَٱلَّذِی هُوَ یُطۡعِمُنِی وَیَسۡقِینِ

_”Dia-lah, Allāh yang memberikan kepadaku makan dan minum.”_

وَإِذَا مَرِضۡتُ فَهُوَ یَشۡفِینِ

_”Jika aku sakit, Allāh yang menyembuhkan diriku.”_

وَٱلَّذِی یُمِیتُنِی ثُمَّ یُحۡیِینِ

_”Dan Dia-lah, Allāh yang mematikan dan menghidupkanku.”_

(QS. Asy-Syu’ara: 79 – 81)

Dan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam pun diperintahkan Allāh untuk menegaskan:

إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٌۭ مِّثْلُكُمْ

_”Sesungguhnya aku manusia biasa seperti kalian”_

Sehingga tidak ada keistimewaan apapun pada Nabi sebagai manusia, kecuali keistimewaannya adalah diberikan wahyu oleh Allāh dan Allāh menjaga beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam (ma’shum).

Sedangkan sifat-sifat manusia biasa, seperti lupa itu adalah sifat yang biasa pada Nabi, sehingga Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah shalat dan beliau lupa jumlah rakyatnya, tetapi sifat lupa manusiawinya ini, tidak berdampak kepada syariat. Allāh yang betul-betul menjaga sehingga tidak berdampak pada masalah syariat

Kemudian Allāh mensifati nabi dengan sifat Ubudiyyah yang paling sempurna, hamba yang paling sempurna penghambaannya.

Sehingga Allāh mengatakan tentang nabi Nuh :

ۚإِنَّهُۥ كَانَ عَبْدًۭا شَكُورًۭا

_”Sesungguhnya Nuh adalah hamba Allāh yang sangat bersyukur”_

(QS. Al-Isrā: 3)

Kalimat abdun (عَبْدًۭا) artinya hamba yang paling sempurna penghambaannya.

Kita ini hamba, tetapi penghambaan kita banyak sekali kurangnya kepada Allāh. Sehingga yang paling sempurna penghambaannya adalah para nabiyullāh alayhishshalātu wassalām.

Kemudian beriman kepada rasul ini, meliputi beberapa pembahasan, dan In syā Allāh akan kita sampaikan pada pembahasan yang akan datang biidznillāh.

Yang ini kita selesaikan dulu.

Rasul adalah manusia biasa tetapi dikhususkan Allāh dengan wahyu dan rasul adalah orang yang mereka memiliki sifat penghambaan yang sempurna sehingga digelari dengan abdun (عَبْدًۭا) yaitu hamba Allāh.

Sehingga gelar para rasul adalah Abdullāh wa Rasūluh, hamba yang tidak memiliki sifat ketuhanan, hamba yang paling sempurna penghambaannya, walaupun para rasul adalah hamba tetapi Allāh istimewakan mereka dengan wahyu. Sehingga rasūlun (رسول) diutus Allāh dengan wahyu yang diwahyukan.

و صلى الله عليه وسلم الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

________________

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top