Home > Bimbingan Islam > Sirah Nabawiyyah > Bab 04 | Kelahiran Dan Nasab Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam (Bag. 5 dari 6)

Bab 04 | Kelahiran Dan Nasab Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam (Bag. 5 dari 6)

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Sirah Nabawiyyah
~~~~~~~

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
إنَّ الـحَمْدَ لله نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه لا نبي بعده يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون, فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ

Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dilahirkan pada hari Senin. Dalam hadīts yang shahīh dalam riwayat Muslim, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam berpuasa pada setiap hari Senin, kemudian Beliau ditanya tentang kenapa Beliau berpuasa pada hari Senin?

Kata Beliau:

ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ النُّبُوَّةُ

_”Karena hari Senin adalah hari dimana aku dilahirkan dan hari dimana wahyu turun (yaitu malāikat Jibrīl datang menemui Nabi di Gua Hira).”_

Oleh karenanya diantara bentuk syukur Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam (hari Senin hari yang mulia) selain malāikat juga mengangkat amalan pada hari Senin. Ada sebab lain yang menyebabkan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam berpuasa pada hari Senin.

Diantaranya:

• Para malāikat mengangkat amalan.
• Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam dilahirkan.
• Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam diturunkan wahyu.

• Bahkan disebutkan oleh shahābat seperti Ibnu ‘Abbas radhiyallāhu ‘anhumma bahwasanya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam tatkala hijrah menuju ke Madīnah juga hari Senin dan sampai di Madīnah juga hari Senin.

• Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam wafat pada hari Senin.

Pada tanggal berapakah Beliau lahir?

⇒ Ada 2 (dua) pendapat pada bulan apa Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam lahir:

⑴ Ada yang mengatakan pada bulan Ramādhan.

Disebutkan dalam hadits Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam diutus diawal dari 40 tahun, mereka mengatakan tatkala Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam diutusnya pada bulan Ramadhān maka kita mundur 40 tahun lalu beliau juga lahir, persis bulan Ramadhān, maka lahirnya Nabi pada bulan Ramadhān (ini pendapat, tetapi pendapat ini lemah).

⑵ Jumhūr ulamā mengatakan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam lahir pada bulan Rabī’ul Awwal.

Ada khilaf yang kuat di kalangan para ulamā yaitu tentang “Kapan tanggal lahirnya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam?”.

Dan khilaf itu disebutkan oleh para ulamā seperti An Nawāwi, Ibnu Katsīr dalam kitāb-kitābnya menyebutkan tentang khilaf kapan lahirnya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Demikian juga Ibnu Hisyām, Adz Dzahabi dan para ulamā Syāfi’iyyah menyebutkan bahwasanya para ulamā khilaf tentang kapan lahirnya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Ada yang mengatakan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam lahir:

• Tanggal 2 Rabī’ul Awwal
• Tanggal 8 Rabī’ul Awwal
• Tanggal 10 Rabī’ul Awwal
• Tanggal 12 Rabī’ul Awwal

⇒ Intinya tidak ada dalīl yang kuat/shahīh yang menyebutkan kapan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dilahirkan (seluruhnya riwayat-riwayat (pendapat-pendapat) ulamā namun tidak ada yang shahīh).

Namun, para ulamā sepakat Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam lahir pada tanggal 12 Rabī’ul Awwal.

⇒ Dari sini kita tahu bahwasanya sebagian orang yang memastikan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam lahir tanggal 12 Rabī’ul Awwal maka pendapat ini tidak tepat karena ada khilaf diantara para ulamā dan tidak bisa dipastikan.

Berbeda dengan wafatnya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, Beliau (shallallāhu ‘alayhi wa sallam) wafat pada hari Senin tanggal 12 Rabī’ul Awwal.

Dari sini tidak ada kelaziman seperti yang disangka oleh sebagian orang bahwasanya kita harus merayakan hari kelahiran Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam karena tanggal lahir Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam pun diperselisihkan oleh para ulama.

⇒ Dan para shahābat dahulu tidak merayakan hari kelahiran Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Dan kalau kita melihat orang-orang yang merayakan hari kelahiran Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam secara umum ada 3 (tiga) model, diantaranya:

⑴ Bersyukur dengan lahirnya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam (sesuai dengan sunnah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam).

⇒ Bagaimana cara kita bergembira dengan lahirnya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam?

Yaitu kita berpuasa setiap hari senin.

Tatkala Nabi ditanya kenapa Beliau berpuasa pada hari Senin.

Beliau menjawab:

_”Itu hari dimana saya dilahirkan.”_

Oleh karena itu, diantara rasa bersyukurnya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah Beliau berpuasa pada hari Senin karena Beliau dilahirkan pada hari Senin.

Kitapun demikian, kalau kita ingin gembira dengan lahirnya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, maka bukan dengan perayaan tahunan, tidak! Tetapi setiap pekan kita bergembira dan bersyukur dengan lahirnya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Caranya bagaimana? Yaitu dengan berpuasa.

⇒ Istilah kita dengan “Maulid Nabi” yang sunnah adalah seperti ini, yaitu dengan berpuasa setiap pekan di hari Senin.

⑵ Mengadakan acara maulid dengan membaca sejarah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam kemudian beramal shālih pada hari tersebut, (misal) dengan membagikan makan pada faqir miskin.

(Ini pendapatnya sebagian Syāfi’iyyah, Ibnu Hajar dan yang lainnya).

Dan yang sering tersebar di tanah air kita (Indonesia) adalah yang ketiga yang diingkari oleh ulama Syāfi’īyyah juga yaitu;

⑶ Mengadakan acara maulid dengan berhura-hura (berlebih-lebihan) sampai bercampur di dalamnya kemungkaran-kemungkaran.

Oleh karenanya pendiri NU, Hadratush Syaikh Kyai Hāsyim Asy’ari, beliau menulis buku tentang “Peringatan-peringatan penting tentang mengingatkan umat tentang kemunkaran-kemungkaran yang dilakukan oleh orang-orang pada terjadi pada acara maulid”.

Diantaranya beliau menyebutkan kemungkaran-kemungkaran diacara maulid adalah adanya nyanyian-nyanyian (adanya musik), padahal seluruh ulamā 4 (empat) madzhab mengharāmkan musik, apalagi ulamā Syāfi’īyyah.

⇒ Namun sudah menjadi fitnah yang tersebar bahkan dakwahpun dengan musik.

Sampai-sampai Imām Syāfi’ī dalam kitābnya Al ‘Umm menyatakan:

_”Kalau ada orang dicuri alat musiknya maka pencuri tadi tidak perlu dipotong tangannya, karena hukum dia mencuri alat musik sama dengan mencuri bir dan mencuri babi.”_

Kemudian dalam kitāb Al ‘Umm juga Imām Syāfi’ī mengatakan:

_”Barangsiapa ada orang datang kemudian merusak alat musik seseorang maka dia tidak perlu mengganti.”_

Sama-sama perkara haram.

Sampai-sampai Ibnu Hajar Al Haitami dalam kitābnya Al Jawāzir Fī Ightirāfil Kabāir (ini buku-buku yang ma’ruf dikalangan Syāfi’iyyah) memasukkan memainkan alat musik termasuk dosa-dosa besar, kenapa?

Karena melalaikan (syaithān ingin kita terlalaikan).

Bagaimana umat bisa tegak sementara mereka sibuk (terlalaikan) dan lupa membaca Al Qurān dan hadīts-hadīts Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Demikianlah kemungkaran yang terjadi disebagian acara maulid Nabi yang diingkari ulamā Syāfi’iyyah diantaranya, acara maulid dilakukan dengan ikhtilat antara laki-laki dan perempuan, tabdzir (berlebih-lebihan), adapula yang membuat patung dan pawai.

Apakah dengan hal-hal ini bisa menambah imān seseorang? Menambah kecintaan kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam?

Belum lagi saat waktunya shalāt tidak dilakukan shalāt berjama’ah.

Kalau seseorang ingin melaksanakan kecintaan kepada Nabi maka laksanakan maulid dengan tatacara Nabi dan ini jelas berpahala.

Caranya dengan berpuasa setiap pekan yaitu setiap hari Senin.

Hari kelahiran Nabi (hari Senin) ini membawa perubahan pada alam semesta karena Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengutus Nabi-Nya pada kondisi yang sangat rusak tatkala itu (seperti yang telah kita jelaskan). Perzinahan, minum khamr, kebejatan, kesyirikan tersebar. Penyembahan terhadap berhala tersebar. Kerusakan baik sisi agama maupun moral.

Maka waktu yang tepat bagi Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengutus Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam sebagaimana didalam Shahih Muslim:

اللَّهَ نَظَرَ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ فَمَقَتَهُمْ عَرَبَهُمْ وَعَجَمَهُمْ إِلَّا بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ

_”Allāh Subhānahu wa Ta’āla melihat pada penduduk dunia dan Allāh murka kepada mereka, orang Arab dan juga orang ‘Ajm kecuali sebagian dari sisa-sisa Ahli Kitāb.”_

Demikianlah kajian yang bisa kita sampaikan pada kesempatan hari ini, In syā Allāh mudah-mudahan besok kita lanjutkan lagi.

وبالله التوفيق و الهداية
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
__________________________

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top