🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Sirah Nabawiyyah
~~~~~~~
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
إنَّ الـحَمْدَ لله نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه لا نبي بعده يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون, فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
Setelah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dilahirkan, dalam kondisi ayahnya sudah meninggal, sebagian ulamā menyebutkan, apa hikmahnya?
Hikmahnya, yaitu:
⑴ Agar tidak terjadi tuduhan yang mengatakan bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam diajari oleh ayahnya, sementara kita tahu bahwa ayahnya berada dalam agama kesyirikan, sebagaimana adat Jāhilīyyah.
Sehingga bisa jadi ada yang berkata, “Apa yang dibawa Muhammad adalah dari adat Jāhilīyyah.”
Maka Allāh Subhānahu wa Ta’āla ingin agar Dia yang langsung mengurus Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, sehingga tidak perlu kepengurusan ayahnya.
⑵ Agar Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tidak punya hutang budi kepada ayahnya.
⑶ Untuk memberi pelajaran kepada anak yatim agar mereka tidak putus asa bahwasanya keyatiman bukanlah halangan untuk mencapai keberhasilan.
Dan kita lihat ternyata Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dirawat oleh ibunya dalam waktu yang cukup lama dan dirawat dengan sangat baik.
⇒ Ini bukti bahwa peran ibu sangat penting.
Kalau kita melihat sejarah para Nabi, kebanyakan mereka dirawat oleh ibu-ibu mereka,
Contohnya:
√ Nabi Mūsa ‘alayhissalām (nabinya orang Yahūdi)
Nabi Mūsā bahkan di dalam Al Qurān disebutkan bahwa ibunyalah yang mengurusnya.
√ Nabi ‘Īsā ‘alayhissalam (nabinya orang Nashrāni)
√ Nabi Muhammad dilahirkan tanpa ayah dan dirawat oleh ibunya.
Oleh karenanya, peran ibu dalam mendidik anak sangat penting.
Dan perlu saya ingatkan, kita boleh memasukkan anak kita ke pondok pesantren, tapi ingatlah peran orangtua, terutama ibu, sangat penting.
Jangan sampai dia masukkan anak ke pondok kemudian oraang tuanya berlepas diri. Kalau anaknya nakal maka pondoklah yang disalahkan, tidak!
Orangtua harus punya tanggung jawab diantaranya:
√ Mengunjungi,
√ Menghubungi dan
√ Perhatian kepada anaknya.
Ini penting. Seseorang, tatkala hendak menikah hendaklah mencari istri yang shālihah karena keberhasilan anak sangat tergantung dengan keberhasilan seorang ibu.
Banyak ulamā yang lahir dari tarbiyah/didikan ibu-ibu mereka.
Kita masuk kepada pembahasan berikutnya tentang radhā’ah nya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Disebutkan bahwa setelah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dilahirkan oleh ibunya lalu disusui oleh ibunya selama beberapa hari (ada yang mengatakan 3 hari, 7 hari). Dan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam juga disusui oleh Tsuwaibah (budaknya Abū Lahab, paman Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam).
Tatkala keponakannya lahir, Abū Lahab gembira kemudian budaknya menyusui Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan membebaskan budaknya karena menyusui keponakannya (yang nantinya akan menjadi musuhnya).
Dan Tsuwaibah menyusui Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, disebutkan dalam suatu hadīts, dalam Umratul Qadha maka dikatakan kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
_”Kenapa engkau tidak menikah dengan putrinya Hamzah (Hamzah bin ‘Abdul Muththalib, paman Nabi, nama putrinya Fāthimah)?”_
Maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:
_”Dia adalah putri dari saudaraku sepersusuan.”_
Jadi, Hamzah adalah paman Nabi sekaligus saudara sepersusuan. Makanya Nabi sangat sayang kepada Hamzah dan sangat sedih tatkala Hamzah terbunuh di perang Uhud.
Ummu Habībah (istri Nabi) berkata:
_”Kami mendengar berita engkau wahai suamiku, engkau akan menikah dengan putrinya Abū Salamah.”_
Kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
_”Abū Salamah?”_
Kata Ummu Habībah:
_”Ya”_
Kata Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
_”Sesungguhnya Abū Salamah adalah saudaraku sepersusuan.”_
Jadi, Nabi selain disusui oleh ibunya, juga disusui oleh Tsuwaibah dan ibu susuannya yang lain yang berasal dari Thāif.
Kisah yang panjang tentang Halīmah As Sa’diyah, seorang wanita yang datang dari Thāif, dan saya mendengar kampungnya sampai sekarang masih ada.
Jadi, kebiasaan orang-orang Arab dahulu kalau mereka punya anak, mereka meletakkan anak mereka untuk tumbuh di masa kecilnya di perkampungan, bukan daerah kota (Mekkah tatkala itu adalah kota).
Kebiasaan orang-orang kampung, mereka datang ke kota untuk mencari anak-anak untuk dipelihara. Maka pada suatu tahun, tahun kemarau saat itu, berangkatlah para wanita Thāif, diantaranya adalah Halīmah As Sa’diyyah ditemani suami mereka.
Tatkala itu Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam ditawarkan kepada mereka, namun semua orang menolak, tidak ada yang mau menyusui Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Ada apa?
Karena mereka tahu bahwa Muhammad yatim (tidak punya bapak), kalau tidak ada bapak lalu darimana upahnya?
⇒ Mereka bekerja untuk mencari upah dengan menyusui anak anak-anak kecil.
Awalnya Halīmah As Sa’diyyah juga tidak mau.
Saat datang ke Mekkah, dia mengendarai keledai betina. Ketika semua sudah dapat anak-anak yang akan disusui, tinggal Halīmah As Sa’diyyah, maka dia berdiskusi dengan suaminya untuk mengambil Muhammad untuk disusui. Akhirnya dengan berat hati diapun membawa Muhammad ke Thaif, disamping itu dia juga membawa anak kandungnya.
Begitu Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam diambil berkatalah Halīmah :
_”Sebelumnya anak saya tidak bisa menyusu kepada saya, karena tidak ada makanan (musim kering).”_
Sehingga air susu untuk anaknya saja tidak cukup, namun begitu dia menggendong Muhammad maka air susunya menjadi banyak, bisa untuk menyusui anaknya dan Muhammad.
Kemudian, tadinya dia datang mengendarai keledai yang lemah lalu tatkala pulang, keledai itu menjadi kuat.
Dan setelah sampai di rumahnya di Thāif dia mendapati ternyata kambing-kambingnya dalam keadaan gemuk dan susunya penuh.
Ini keberkahan yang Halīmah As Sa’diyyah rasakan setelah menyusui Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam. Maka diapun mencintai Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan merawat Beliau dengan sebaik-baiknya.
Sampai disebutkan beberapa kali, ibunya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam ingin mengambil Nabi tetapi ditolak oleh Halīmah.
Sampai akhirnya pada suatu hari, ibunya memaksa dan akhirnya dilepaskan setelah beberapa tahun disusui Halīmah.
Kemudian Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dibawa kembali ke Mekkah dan hidup di bawah naungan ibunya.
Ada beberapa faidah yang disebutkan oleh para ulamā tentang masalah menyusuinya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
Diantaranya:
⑴ Pentingnya anak- anak di masa kecil untuk hidup di daerah yang segar, ini kebiasaan orang-orang Arab. Mereka meletakkan anak-anak mereka ditempat-tempat yang segar sehingga tubuh mereka tumbuh dengan sehat.
Oleh karenanya kebiasaan para ulamā dahulu tatkala masih kecil, mereka diletakkan di kampung-kampung Arab sehingga mereka bisa menjaga bahasa Arab mereka.
Adapun kalau di kota, bahasanya sudah campur-campur, karena orang dari luar Arab datang.
Bahasa Arab yang kuat ini sangat penting untuk memahami Al Qurān dan Sunnah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, karena keduanya dengan bahasa Arab.
Oleh karenanya diantara musibah yang menimpa orang-orang Indonesia tatkala tulisan bahasa Arab jawa dihilangkan.
Dahulu orang-orang tua kita masih menulis dengan tulisan Arab walaupun bahasanya Indonesia tetapi tulisannya Arab, ini punya pengaruh. Orang jadi lihai menulis Arab dan akan menumbuhkan kecintaan kepada bahasa Arab, akhirnya semua orang mudah memahami bahasa Arab.
Di Arab saudi saat ini, banyak orang-orang yang ingin agar bahasa yang tersebar adalah bahasa ‘ammiyyah (bahasa pasaran, bahasa yang tidak pakai kaidah), bahkan bagaimana mereka membuat sya’ir-sya’ir dengan bahasa Arab yang tidak baku.
Kalau kaidah-kaidah bahasa Arab hilang maka bagaimana orang bisa memahami Al Qurān dan Sunnah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam?
Oleh karena itu, mempelajari bahasa Arab merupakan bagian dari agama.
Bahkan sebagian ulamā mengatakan belajar bahasa Arab wajib bagi yang mampu.
Kenapa?
Karena tidak mungkin bisa memahami Al Qurān dan Sunnah dengan baik kecuali dengan memahami bahasa Arab.
Namun yang menyedihkan, betapa banyak orang lebih semangat mengajarkan anaknya dengan bahasa Inggris (misalnya), sementara bahasa Arab sama sekali tidak diajarkan.
Dan semangat untuk belajar bahasa Arab tidak ada sama sekali. Sampai kita dapati disebagian kota dibuka kursus bahasa Arab gratis dan yang mendaftar hanya sedikit, sedikit yang berminat. Tetapi kalau bahasa Inggris, meskipun bayar mau datang.
Lalu bagaimana umat ini akan jaya?
Sementara bahasa Al Qurān dan Sunnah tidak faham.
Demikianlah kajian yang bisa kita sampaikan pada kesempatan hari ini, In syā Allāh mudah-mudahan besok kita lanjutkan lagi.
وبالله التوفيق و الهداية
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
__________________________