🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Sirah Nabawiyyah
~~~~~~~
بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
إنَّ الـحَمْدَ لله نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ ونتوب إليه، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ،
أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه لا نبي بعده
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Ikhwanī fillāh ‘azzaniyallāh wa iyyakum,
Sebelum kita mempelajari tentang nasab Nabi, kelahiran Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, ada baiknya kita mengetahui tentang pentingnya mempelajari sirah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, maka kita akan bersemangat untuk mempelajarinya.
Diantara perkara-perkara yang disebutkan oleh para ulama tentang pentingnya mempelajari sirah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
(1) Bahwa Allāh Subhānahu wa Ta’āla menyuruh kita untuk meneladani Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Allāh mengatakan:
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sungguh pada diri Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam ada contoh yang baik.”
(QS Al Ahzāb: 21)
Bagaimana kita bisa mencontoh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam jika tidak mengetahui sirah Nabi?
Kita harus pelajari sosok Nabi, bagaimana sirah, sikap-sikap Beliau sehingga kita bisa mencontoh Beliau.
Kemudian, diantara ibadah yang sangat mulia adalah mencintai Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam. Dalam suatu hadits tatkala ada seorang Arab Badui datang menemui Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, kemudian Arab Badui ini berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَتَى السَّاعَةُ
“Wahai Rasūlullāh, kapan hari kiamat?”
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam juga tidak tahu kapan hari kiamat, yang tahu hanyalah Allāh Subhānahu wa Ta’āla, bahkan malaikat Jibrīl pun tidak tahu.
Tatkala malaikat Jibrīl bertanya kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ السَّاعَةِ قَالَ مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنْ السَّائِلِ
“Wahai Muhammad kabarkanlah kepadaku tentang hari kiamat?”
Kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
“Yang ditanya tidak lebih tau daripada yang bertanya.”
(40 Hadits An Nawai, nomor 2)
وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَّا رَيْبَ فِيهَا
“Akan tetapi hari kiamat pasti terjadi.”
(QS Al Hajj: 7)
Kapannya tidak ada yang mengetahui.
Pertanyaan Arab Badui ini aneh, maka tatkala Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam ditanya tentang hari kiamat, maka Beliau tidak menjawab. Bahkan disebutkan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam shalat 2 raka’at setelah shalat lalu berkata, “Mana tadi yang bertanya?”
Maka orang Arab Badui tadi datang kemudian Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam balik bertanya tentang pertanyaan yang bermanfaat, kata Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
مَا أَعْدَدْتَ لَهَا
“Apa yang engkau siapkan untuk bertemu dengan hari kiamat?”
Maka dia mengatakan:
ما أَعْدَدْتُ لَهَا كَبِيرَ صِيَامٍ وَلاَ صَلاَةٍ وَلاَ صَدَقَةٍ
“Saya tidak menyiapkan diriku untuk bertemu dengan hari kiamat dengan banyaknya shalat, dengan banyaknya puasa, dengan banyaknya sedekah.”
Artinya dia shalat, puasa dan sedekah namun tidak banyak yang dia lakukan, namun ada 1 amalan yang dia andalkan, dia mengatakan:
وَلَكِنِّي أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Tetapi saya cinta kepada Allāh dan Rasul-Nya.”
Maka kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“Engkau akan dikumpulkan pada hari kiamat dengan orang yang engkau cintai.”
Maka kata Anas bin Mālik radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu (yang meriwayatkan hadits ini):
فَمَا رَأَيْتُ فَرِحَ الْمُسْلِمُونَ بَعْدَ الإِسْلاَمِ فَرَحَهُمْ بِهَذَا
“Kaum muslimin tidak pernah gembira sebagaimana gembira mereka tatkala mendengar sabda Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, ‘Seseorang akan dikumpulkan pada hari kiamat dengan orang yang dicintainya’.”
Kata Anas bin Mālik:
فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبَا بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّي إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ
“Maka ketahuilah aku cinta kepada Nabi, aku cinta kepada Abū Bakr, aku cinta kepada ‘Umar dan aku berharap untuk dikumpulkan bersama mereka dengan kecintaanku kepada mereka meskipun aku tidak beramal dengan amalan mereka.”
Siapa yang bisa menyamai amalannya Abū Bakr?
Siapa yang bisa menyamai amalannya ‘Umar?
Susah menyamai amalan mereka.
(HR Bukhari nomor 5705, 6620 versi Fathul Bari nomor 6171, 7153 dan Tirmidzi 2307 versi Maktabatu al Ma’arif nomor 2385, dengan lafad yang berbeda)
Ini dalil bahwasanya mencintai Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah ibadah yang mulia. Bahkan Nabi mengancam orang yang tidak mendahulukan kecintaan kepada Nabi dengaan iman yang tidak sempurna.
Kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Tidaklah sempurna keimanan salah seorang diantara kalian sampai aku yang dia lebih cintai daripada orangtuanya, anak-anaknya dan daripada seluruh manusia.”
(HR Bukhari nomor 14 versi Fathul Bari nomor 15)
Kenapa bisa demikian?
Kenapa Nabi harus yang paling kita cintai?
Karena seorang mencintai orang lain biasanya karena jasanya.
Kenapa kita mencintai ayah dan ibu kita?
Karena kita tahu jasa mereka waktu kita kecil seperti apa, dengan sebab adanya kedua orangtua kita ada di atas muka bumi ini.
Kalau mereka tidak merawat mereka, kita sudah meninggal, siapa yang merawat kita waktu kecil, menyusui, rela untuk tidak tidur agar kita bisa tidur, yang tidak bisa tidur semalam suntuk tatkala kita sakit?
Dan kita bisa rasakan tatkala kita sebagai ayah, begitu sayangnya kita kepada anak kita. Kita belikan apa saja yang penting anak senang. Kalau anak sakit, kita gelisah, terkadang tidak bisa berpikir dengan waras, kenapa anak kita sakit.
Demikianlah ayah dan ibu kita dahulu saat kita sakit. Maka kecintaan kita kepada orang tua kita luar biasa karena jasa ayah ibu kita terhadap kita.
Lalu kata Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
تَهَادُوا تَحَابُّوا
“Salinglah memberi hadiah maka kalian akan saling mencintai.”
(HR Bukhari)
Sifat manusia wajar, kalau ada yang memberi hadiah kepada dia maka dia cinta kepada orang yang memberi hadiah tersebut. Kita suka orang yang baik kepada kita, murah senyum, tidak pelit, kenapa?
Kecintaan kembali kepada jasa.
Kalau kita tinjau dari hal ini, maka Nabi adalah orang yang paling utama yang kita cintai karena jasa Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam luar biasa. Diantara jasa Nabi adalah di dunia dan di akhirat.
Di dunia kita tidak akan merasakan kebahagiaan kecuali dengan Islam. Betapa bahagia orang yang shalat, yang sujud kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Semua ajaran Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, Beliaulah yang telah berjuang, Beliau dihina, dicaci maki demi kita, agar kita bisa merasakan Islam.
Dituduh dengan berbagai macam tuduhan, diusir dari kampungnya yang sangat dicintai (Mekkah), dihinakan, dikatakan penyihir, pendusta, orang gila, yang mungkin kita tidak pernah dikatakan demikian.
Beliau berdarah, terluka, berkorban demi tersebarnya Islam, dimusuhi orang-orang terdekatnya (Abū Lahab, paman Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam).
Ini jasa yang luar biasa. Kita merasakan kebahagiaan dunia, belum lagi kebahagiaan di akhirat.
Dengan mengikuti sunnah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, mengikuti Islam yang diajarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam maka kita akan masuk surga yang berisi kenikmatan puncak dari segala kenikmatan yaitu kenikmatan yang abadi.
Seorang yang merenungkan tentang jasa ini maka wajib dan mau tidak mau Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah orang yang paling dia cintai dari pada ayahnya, ibunya, anak-anaknya dan dari pada seluruh umat manusia.
Oleh karenanya saya katakan cinta kepada Nabi merupakan ibadah yang luar biasa, selain diwajibkan dia juga mendatangkan pahala yang luar biasa.
Dan bagaimana kita bisa mencintai Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam kalau kita tidak tahu tentang sirah Nabi?
Ini susah dan mustahil seorang cinta kepada Nabi dengan cinta yang bukan hanya perasaan tapi cinta yang dibangun di atas ilmu.
Kita tidak ingin hanya sekedar cinta perasaan.
Ada orang yang cinta kepada Nabi dengan cinta perasaan akhirnya berlebih-lebihan kepada Nabi, memuji Nabi melebihi kadar yang seharusnya.
Nabi inginkan cinta kita sesuai dengan yang diinginkan Allāh Subhānahu wa Ta’āla, mengikuti sunnah-sunnah dan ajaran Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, itu cinta yang benar.
Dan tidak mungkin kita bisa mencintai Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dengan cinta yang benar dan diinginkan Allāh Subhānahu wa Ta’āla kecuali kita mempelajari sirah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Kita cukupkan disini saja, in syā Allāh besok kita lanjutkan lagi.
وبالله التوفيق والهداية
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
____________