🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Kitābul Jāmi’ | Bulughul Maram
📝 AlHāfizh Ibnu Hajar ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ
~~~~~~~
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
Ikhwān dan Akhawāt shahābat BiAS yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla, kita melanjutkan hadīts yang ke-16.
وَعَنْ قُطْبَةَ بْنِ مَالِكٍ – رضى الله عنه – قَالَ: كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم -يَقُولُ: { اَللَّهُمَّ جَنِّبْنِي مُنْكَرَاتِ اَلْأَخْلَاقِ, وَالْأَعْمَالِ, وَالْأَهْوَاءِ, وَالْأَدْوَاءِ } أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ , وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ وَاللَّفْظِ لَهُ.
Dari Quthbah bin Mālik Radhiyallāhu ‘anhumā beliau berkata, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam berdo’a:
اَللَّهُمَّ جَنِّبْنِي مُنْكَرَاتِ اَلْأَخْلَاقِ, وَالْأَعْمَالِ, وَالْأَهْوَاءِ, وَالْأَدْوَاء
“Yā Allāh, jauhkanlah dari aku akhlak yang munkar, amal-amal yang munkar, hawa nafsu yang munkar dan penyakit-penyakit yang munkar.”
(Hadīts riwayat Tirmidzi no 3591 dan dishāhihkan oleh Al Hakim dan lafadnya dari Kitāb Al Mustadraq karangan Imām Al Hakim)
Dan hadīts ini adalah hadīts yang shāhih, dishāhihkan oleh Al Imām Al Hakim dan juga dishāhihkan oleh Syaikh Al Albāniy rahimahullāh.
Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah seorang yang berakhlak yang agung sebagaimana pujian Pencipta alam semesta ini:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan sesungguhnya Engkau (Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam) berada di atas akhlak yang agung.”
(QS Al Qalam: 4)
Oleh karenanya diantara kesempurnaan akhlak Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah berdo’a kepada Allāh agar dijauhkan dari akhlak-akhlak yang buruk.
Oleh karenanya Beliau berkata:
اَللَّهُمَّ جَنِّبْنِي
“Yā Allāh, jauhkanlah aku.”
⇒”Jauhkanlah aku,” artinya bukan hanya, “Hindarkanlah aku.”
Tapi lebih dari itu, “Jauhkan, jangan dekatkan aku sama sekali dengan akhlak-akhlak yang mungkar, amalan yang mungkar, hawa nafsu yang mungkar dan penyakit yang mungkar.”
Yang dimaksud dengan kemungkaran yaitu sifat-sifat yang tercela, yang tidak disukai oleh tabi’at. Tabi’at benci dengan sikap seperti ini. Dan juga syari’at menjelaskan akan buruknya sifat-sifat tersebut.
Sebagian ulama menjelaskan:
(1) Mungkarātil akhlak (مُنْكَرَاتِ اَلْأَخْلَاق)
Mungkarātil akhlak maksudnya yang berkaitan dengan masalah bathin, karena dalam hadīts ini digabungkan antara akhlak dan amal.
Tatkala digabungkan antara akhlak dan amal (masing-masing disebutkan), maka akhlak yang buruk adalah yang berkaitan dengan bathin. Adapun amal adalah yang berkaitan dengan jawarih (anggota tubuh).
Oleh karenanya, yang dimaksud dengan mungkarātil akhlak yaitu seperti:
√ Sombong
√ Hasad
√ Dengki
√ Pelit
√ Penakut
√ Suka berburuk sangka dan yang semisalnya
Maka seorang berusaha membersihkan hatinya dari hal-hal seperti ini.
Setelah dia bersihkan hatinya, kemudian dia berusaha menghiasi hatinya dengan perkara yang berlawanan dengan hal tersebut.
Hendaknya dia menghiasi hatinya dengan tawadu’, rendah diri, mudah memaafkan, kesabaran, kasih sayang, rahmat, sabar dalam menghadapi ujian dan yang lain-lainnya.
Dan kita tahu akhlak yang buruk ini berkaitan dengan penyakit-penyakit hati. Ini timbul dari hati yang sedang sakit, sebagaimana akhlak yang mulia yang timbul dari hati yang sehat.
(2) Mungkarātil a’māl ( (مُنْكَرَاتِ وَالْأَعْمَالِ)
Mungkarātil a’māl, tadi telah kita sebutkan, ada seorang ulama yang menafsirkan dengan akhlak yang buruk yang berkaitan dengan anggota tubuh, seperti:
√Memukul orang lain,
√Yang berkaitan dengan lisan, lisan yang kotor, suka mencaci, suka mencela.
Ada juga yang menafsirkan mungkarātil a’māl adalah yang berkaitan dengan dosa-dosa besar, seperti: membunuh, berzinah, merampok.
(3) Al Ahwā'( الْأَهْوَاءِ)
Al ahwā’ adalah jama’ dari hawa (hawa nafsu).
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam berlindung dari kemungkaran hawa nafsu.
⇒Hawa nafsu itu kalau dibiarkan akan menjerumuskan orang kepada perkara-perkara yang membinasakan. Menjadikan seseorang berani untuk melakukan dosa-dosa.
Kenapa?
Karena demi untuk memuaskan hawa nafsunya.
Terlebih-lebih jika seseorang telah menjadi budak hawa nafsu, sebagaimana firman Allāh Subhanahu wa Ta’ala :
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ
“Terangkanlah kepadaku bagaimana tentang seorang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya?”
(QS Al Jātsiyah: 23)
Apapun yang diperintahkan oleh hawa nafsunya, dia akan melakukannya. Ini sangat berbahaya.
Seseorang harus melatih dirinya untuk menundukkan hawa nafsunya, bukan mengikuti hawa nafsunya.
(4) Al Adwā'( الْأَدْوَاءِ)
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam berlindung dari penyakit-penyakit (al adwã’) yang mungkar, yaitu penyakit yang berkaitan dengan tubuh.
⇒ Dan sebagian ulama menafsirkan bahwa ini maksudnya adalah penyakit-penyakit yang asy syanī-ah (berbahaya).
Seperti al judzam (lepra) sarathan (kanker), kemudian penyakit-penyakit yang berbahaya lainnya.
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tidak berlindung dengan penyakit secara mutlak, karena ada sebagian penyakit yang memang bermanfa’at.
Contohnya dalam hadīts Al Bukhāri, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, dari Abū Hurairāh radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu, dari Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, beliau bersabda :
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang muslim ditimpa dengan keletihan, penyakit, kekhawatiran (sesuatu yang menimpa dikemudian hari), kesedihan (terhadap perkara yang sudah lewat), demikian juga gangguan dari orang lain, kegelisahan hati, sampai duri yang menusuknya, kecuali Allāh Subhānahu wa Ta’āla akan menghapuskan dosa-dosanya.”
(Hadīts riwayat Bukhāri no 5210 versi Fathul Bari’ no 5641-5642)
⇒Dari sini ternyata penyakit adalah salah satu pengugur dosa.
Oleh karenanya kalau ada orang yang sakit kita katakan:
“Thahūrun, in syā Allāh (semoga penyakit tersebut mensucikan dosa-dosamu, In syā Allāh).”
Demikian juga dalam hadīts, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah berkata, melarang seorang wanita yang mencela demam.
Dari hadīts Jabir radhiyallāhu ‘anhu, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menemui Ummu Sā’ib.
دَخَلَ عَلَى أُمِّ السَّائِبِ (أَوْ: أُمِّ الْمُسَيَّبِ)، فَقَالَ: مَا لَكِ يَا أُمَّ السَّائِبِ (أَوْ: يَا أُمَّ الْمُسَيَّبِ) تُزَفْزِفِيْنَ ؟ قَالَتْ: اَلْحُمَّى، لاَ بَارَكَ اللهُ فِيْهَا. فَقَالَ: لاَ تَسُبِّي الْحُمَّى، فَإِنَّهَا تُذْهِبُ خَطَايَا بَنِيْ آدَمَ كَمَا يُذْهِبُ الْكِيْرُ خَبَثَ الْحَدِيْدِ.
Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menjenguk Ummu As Sāib (atau Ummu Al Musayyib), kemudian beliau berkata:
“Apa gerangan yang terjadi denganmu wahai Ummu Al Sā’ib (Ummu Al Musayyib), kenapa kamu bergetar?”
Dia menjawab:
“Saya sakit demam yang tidak ada keberkahan bagi demam.”
Maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam berkata:
“Janganlah kamu mencela demam, karena ia menghilangkan dosa anak Ādam, sebagaimana alat pemanas besi mampu menghilangkan karat besi.”
(Hadīts riwayat Muslim no 4672 versi Syarh Muslim no 4575)
Dalam riwayat yang lain yaitu dari Abū Haurairāh radhiyallāhu ‘anhu, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
لاَ تَسُبَّهَا (الحمى) فَإِنَّهَا تَنْفِي الذُّنُوبَ كَمَا تَنْفِي النَّارُ خَبَثَ الْحَدِيدِ
“Janganlah engkau mencela demam, sesungguhnya demam itu bisa menghilangkan dosa-dosa sebagaimana api menghilangkan karat besi.”
(Hadīts riwayat Ibnu Mājah no 3460 versi Maktabatu Al Ma’arif no 3469)
⇒Ini dalīl bahwasanya sebagian penyakit bisa menghilangkan dosa-dosa.
Jika seorang terkena penyakit, maka dia bersabar dan dia berlindung dari penyakit-penyakit yang berbahaya, seperti yang disebutkan dengan mungkarātil adwā’ (penyakit yang berbahaya).
Kalaupun ternyata dia tertimpa penyakit tersebut maka dia tetap saja bersabar karena penyakit-penyakit tersebut bisa menghilangkan dosa-dosa.
Wallāhu Ta’āla A’lam bishshawwab.
________