🌍 WAG Dirosah Islamiyah
🎙 Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri MA حفظه لله تعالى
📗 Kitabul Buyu’ Matan Abu Syuja
~~~•~~~•~~~•~~~•~~~
بسم الله الرحمن الرحيم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتة
إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أشهد أن لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه. أَمَّا بَعْدُ
Kembali saya dapat hadir ke tengah ruang siar anda untuk bersama-sama tafaqquh fiddinillah, semoga program acara kita ini menambahkan iman, mengobarkan semangat beramal dalam diri kita.
Dari pernyataan muallif kalau ditinjau dari illah (alasan) dilarangnya praktek jual beli dengan sistem ijon, maka alasan ini relevan pada kasus-kasus lain serupa seperti yang saya contohkan di atas, jual-beli tanaman jati, sengon atau yang serupa di saat masih kecil, akan dipanen kapan? Setelah sekian tahun.
Sehingga bisa jadi di tengah jalan, di tengah waktu terkena angin taufan, terkena hama, terserang ulat misalnya, atau kekeringan sehingga pohonnya mati dan tumbang.
Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menimpakan bencana pada ladang tersebut baik ladang sengon ataupun jati padahal pembeli sudah membayar senilai transaksi yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Apalagi penjual sudah membelanjakan uang tersebut.
Maka dalam kondisi semacam ini, maka penjual sama saja telah memakan harta pembeli tanpa alasan yang dibenarkan. Kenapa? Karena pembeli gagal mendapatkan barang yang dia inginkan.
Tentu ini adalah suatu praktek kezhaliman, karenanya Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam shallallāhu ‘alayhi wa sallam melarang kita menjual buah-buahan atau biji-bijian sampai nampak tanda-tanda tersebut siap panen atau mulai menua.
Karena secara tradisi bila buah-buahan atau biji-bijian itu sudah tua, sudah mulai ada tanda-tanda perubahan warna, mulai menguning, mulai memerah warna buahnya, maka biasanya hama tidak lagi datang.
Dan biasanya jarak dari perubahan warna, (munculnya tanda-tanda menua pada buah-buahan atau biji-bijian tersebut) dengan musim panen biasanya jaraknya sangat pendek hanya hitungan beberapa hari saja, bisa jadi hanya sepekan, tiga atau empat hari.
Karena waktunya pendek maka waktu yang pendek itu ditoleransi dalam syari’at, apalagi mayoritas secara tradisi buah-buahan yang sudah menampakkan tanda-tanda tua biasanya bisa dipanen, jarang terkena wabah ataupun hama, sehingga potensi gagal panen sangat kecil prosentasinya, karena itu dibolehkah.
Dalam kaidah dinyatakan: الحكم لالغالب hukum setiap masalah itu dikaitkan dengan kondisi yang mayoritas bukan yang minoritas (sedikit/kecil/jarang/langka).
Kalau ditinjau dari alasan ini, maka alasan ini sekali lagi relevan pada jual-beli sengon yang baru ditanam dan akan dipetik (dipanen) setelah sekian tahun, jati pun demikian, termasuk jual beli anak ayam.
Ketika ada seorang peternak misalnya biasa umur normal ayam dipanen adalah 35 hari (ayam potong). Sebagian orang (tengkulak) ketika seorang peternak memulai memelihara ayam yang masih kecil baru umur sepekan (3 atau 5 hari) kadang kala seorang tengkulak datang dengan membeli (memborong) ayam piaraan peternak tersebut. Karena biasanya kalau seorang peternak memelihara 1000 ekor ayam biasanya setelah 35 hari akan tersisa sekitar 800-900 ekor ayam.
Maka berdasarkan tradisi ini kemudian dilakukan transaksi jual-beli antara peternak dengan tengkulak, dalam kasus ini tengkulak hanya akan mengambil dan peternak baru akan menyerahkan ayamnya jika sudah genap berusia 35 hari, padahal selama 30 hari ini bisa jadi ayam yang dipelihara mati semua, terkena penyakit alias gagal panen.
Dalam kasus semacam ini menurut mayoritas ulama tidak masalah diperjual-belikan karena larangannya hanya berlaku pada buah-buahan dan biji-bijian.
Namun wallahu alam, pendapat yang lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat yang menyatakan sama halnya dengan buah-buahan dan biji-bijian alias terlarang, karena alasan larangan jual-beli buah-buahan dan biji-bijian di saat masih hijau relevan pada kasus menjual hewan sebelum tiba musim panennya, sebagaimana relevan menjual pohon-pohonan sebelum tiba musim panennya.
Seperti menjual tebu baru ditanam (baru tumbuh) baru akan dipetik setahun yang akan datang, maka menjual tebu sebelum tiba panen terlarang karena potensi terjadi gagal panen, sehingga ketika terjadi panen penjual akan memakan harta pembeli dengan cara-cara yang tidak dibenarkan syari’at.
Ini penjelasan tentang pernyataan al-Imam muallif rahimahullah:
ولا يجوز بيع الثمرة مطلقا إلا بعد بدو صلاحها
Adapun ketika buah-buahan atau biji-bijian itu telah menampakkan tanda tua (menguning, atau memerah, atau mengeras) maka hukum asalnya boleh untuk diperjualbelikan, baik langsung dipetik, dipanen setelah transaksi, atau menunggu hingga betul-betul sempurna kondisi buah-buahan atau biji-bijian tersebut telah menguning semua (siap panen), karena biasanya jarak (intervalnya) sangat pendek.
Perbedaan waktu yang sangat pendek ini di toleransi secara aturan syari’at apalagi biasanya hama tidak akan menyerang biji-bijian atau buah-buahan setelah muncul tanda-tanda menua.
Ini yang bisa saya sampaikan pada kesempatan ini, kurang dan lebihnya mohon maaf.
وبالله التوفيق و الهداية
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
•┈┈•⊰✿✿⊱•┈┈•