Home > Bimbingan Islam > Kitab AtTauhid > Halaqah 058: Keutamaan Tauhīd (Bagian Kesepuluh)

Halaqah 058: Keutamaan Tauhīd (Bagian Kesepuluh)

🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Abdussalam Busyro, Lc حفظه لله تعالى
📗 Kitab At-Tauhid
〰〰〰〰〰〰〰

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه لاحول ولاقوة إلا بالله ، رضيت بالله ربا و بالإسلام دينا و بمحمد صلى الله عليه وسلم نبيا ورسولا رَبِّ زدْنيِ عِلْماً وَ رْزُقْنيِ فَهْماً

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mendapat wahyu, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam harus menikah dengan seseorang wanita yang bernama Zainab bintu Jahsy.

Zainab bintu Jahsy adalah seorang wanita pemuka Quraisy yang mulia yang pernah menikah dengan Zaid, dan Zaid adalah anak angkat Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Pada awalnya keluarga Zainab tidak mau menikahkan dengan Zaid. Tatkala Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam datang, mereka menyambut dengan baik mereka beranggapan bahwa Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam yang akan meminang Zainab untuk dirinya. Ternyata Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam datang meminang Zainab untuk anak angkatnya (Zaid), Subhānallāh.

Mereka tidak suka dengan Zaid, mereka tidak mau Zainab menikah dengan Zaid akan tetapi turunkan ayat:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍۢ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلْخِيَرَةُ

“Tidak sepatutnya bagi seorang mukmin dan mukminah jikalau Allāh dan Rasūl-Nya menentukan suatu masalah kemudian menjadikan yang lainnya sebagai pilihan.”

(QS. Al Ahzāb: 36)

Ketika turun ayat ini, merekapun rela dan menyambut dengan baik, sekalipun berat.

Akhirnya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pun menikahkan Zainab bintu Jahsy dengan Zaid.

Begitu berjalan waktu, Zaid merasa berat berkeluarga dengan Zainab. Zaid mengadu kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam sehingga Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Sabar.”

Kemudian turunkan ayat ini:

أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ

“Tahanlah terus isterimu.”

(QS. Al Ahzāb: 37)

Turunnya ayat ini berat bagi Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, akan tetapi tetap Beliau sampaikan.

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam akhirnya diperintah Allāh Subhānahu wa Ta’āla untuk menikah dengan Zainab bintu Jahsy sesudah Zaid menceraikan Zainab dan selesai iddahnya.

Tatkala Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam berada di Mekkah, berharap pemuka-pemuka Quraisy datang dan menyambut Islām.
akan tetapi mereka enggan.

Justru yang datang adalah seorang yang bernama Abdullāh ummi Maktub (seorang buta dan miskin).

Kemudian turunlah firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla:

عَبَسَ وَتَوَلَّىٰٓ ۞ أَن جَآءَهُ ٱلۡأَعۡمَىٰ ۞

“Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling, karena seorang buta telah datang kepadanya (Abdullāh bin Ummi Maktum).”

(QS. Abasa: 1-2)

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam beraut muka masam ketika datang Abdullāh bin Ummi Maktum, maka seakan-akan Allāh memberikan teguran yang keras kepada Rasūl-Nya.

Seakan-akan Allāh firmankan:

“Apa manfaatnya engkau wahai Muhammad memiliki muka yang muram di depan orang yang buta?”

Turun ayat tersebut dan Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallampun menyampaikan. Disini nenunjukkan bahwa Rasūlullāh adalah seorang utusan Allāh dan Beliau tidak berdusta.

Apapun ayat yang turun baik senang atau tidak senang, Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam sampaikan.

Maka tidak ada nabi dari Jawa, dari Klaten, dari Banyumas, dari Surabaya,dari Jakarta, dari Bantul, dari Cilacap, dari Purwokerto, Purworejo, tidak ada.

Kenapa?

Bisa jadi kalau nabi dari Jawa, banyak syar’iat yang tidak disampaikan.

Kenapa?

Pekewuh, merasa tidak enak (ketika akan menyampaikan wahyu yang semisal itu).

Maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dipilih oleh Allāh dari orang Arab.

وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلْهَوَىٰٓ ۞ إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡيٞ يُوحَىٰ

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’ān) menurut kemauan hawa nafsunya. Tidak lain (Al Qur’ān itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”

(QS. An Najm: 3-4)

Apa yang dikirim kepada Rasūl-Nya adalah wahyu Allāh, apa yang keluar dari lisannya tidak lain adalah wahyu yang Allāh wahyukan, bukan dari hawa nafsunya.

Nataufīq bihadzal qadar, terima kasih atas segala perhatiannya, lain waktu kita sambung lagi pada lanjutan hadīts Ubādah ibn Shāmit.

Matur Nuwun atas perhatiannya.

سبحانك اللهم وبحمدك، أشهد أن لا إله إلا الله، أستغفرك وأتوب إليك
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

________

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top