👤 Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
📗 Silsilah Ushulus Sittah
============================
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه
Halaqah yang ke-13 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Penjelasan Kitāb Al-Ushūlul As-Sittah (6 Kaidah), sebuah kitāb yang dikarang oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb bin Sulaimān At Tamimi rahimahullāh.
Kemudian beliau (rahimahullāh) mengatakan:
ثُمَّ صَارَ هَذَا الْأَصْلُ لَا يُعْرَفُ عِنْدَ أَكْثَرِ مَنْ يَدَّعِيْ الْعِلْمَ فَكَيْفَ الْعَمَلُ بِهْ
Kemudian berlalulah masa, sehingga perkara ini tidak diketahui oleh sebagian besar orang yang mengaku berilmu, apalagi beramal dengan perkara ini.
Dengan berlalunya waktu dan umat Islām tertimpa dengan kejāhilan dengan subhat, dengan syahwat sehingga perkara ini (yaitu) pentingnya taat kepada pemerintah dan penguasa tidak diketahui oleh sebagian besar orang yang mengaku memiliki ilmu.
Maka bagaimana beramal dengannya? Kalau mengetahui saja tidak, apalagi mengamalkan perkara ini.
Dan ini yang terjadi dizaman beliau rahimahullāh demikian pula dizaman kita, banyak orang yang mengaku berilmu, memiliki kecerdasan akan tetapi didalam masalah ketaatan kepada waliyu amr (ketaatan kepada pemerintah, penguasa) ternyata mereka jauh dari tuntunan agama, bahkan menganggap bahwasanya memberontak kepada pemerintah, membicarakan kejelekan pemerintah disebut sebagai sebuah keberanian atau dipolesi dengan amar ma’ruf nahi munkar.
Dianggap ini adalah bagian dari amar ma’ruf nahi munkar.
Dan mereka menganggap bahwasanya orang yang mendengar dan taat kepada pemerintah dianggap sebagai orang yang pengecut dianggap sebagai orang yang mencari muka dihadapan penguasa, maka semua ini adalah karena seseorang tidak mengetahui tentang pentingnya mendengar dan taat kepada pemerintah.
Dan bukan berarti mendengar dan taat kepada pemerintah kemudian kita tidak memberikan nasehat, didalam Islām nasehat diperuntukan bagi rakyat biasa demikian pula kepada pemerintah kaum muslimin.
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا : لِمَنْ؟ قَالَ للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ
“Agama adalah nasehat”
Para shahābat bertanya, “Wahai Rasūlullāh, untuk siapa?”
للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ
Beliau (shallallāhu ‘alayhi wa sallam) mengatakan:
وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ
“Nasehat bagi pemerintah kaum muslimin demikian pula orang-orang yang awam diantara mereka”
(Hadīts shahīh riwayat Muslim nomor 55)
Dan bahwasanya menasehati pemerintah harus memiliki adab yang baik.
Beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِسُلْطَانٍ فَلَا يُبْدِ لَهُ عَلَانِيَةً وَ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ وَإِلا قَدْ أَدَّى عَلَيْهِ
“Barangsiapa diantara kalian yang ingin menasehati diantara pemerintah (penguasa) maka janganlah menampakkan nasehat tersebut”
Artinya jangan sampai menasehati seorang penguasa dan seorang pemerintah didepan khalayak ramai (didepan orang banyak).
Dan hendaklah mengambil tangannya dan hendaklah berkhalwat dengannya (artinya) bersendirian tidak dilihat oleh rakyatnya tidak didengar oleh rakyatnya tetapi nasehat tersebut adalah nasehat secara pribadi antara dirinya dengan penguasa tersebut.
Karena seorang penguasa dan pemerintah ini memiliki wibawa didepan rakyatnya di depan bawahannya, apabila seseorang menasehati pemerintah, menyebutkan kesalahannya diantara rakyatnya atau didepan rakyatnya tentunya ini akan menimbulkan perkara yang tidak baik, wibawa seorang pemerintah menjadi turun dan apabila turun maka rakyat akan enggan untuk mendengar dan taat kepada pemerintah tersebut
Dan kalau mereka tidak mau mendengar tidak mau mentaati maka yang terjadi adalah kerusakan disebuah daerah.
Apabila diterima nasehatnya maka itulah yang kita inginkan, kalau tidak diterima maka dia telah melakukan kewajibannya, artinya apabila diterima nasehat kita maka itulah yang kita inginkan kebaikan bagi penguasa adalah kebaikan bagi rakyatnya
Tapi kalau tidak diterima oleh pemerintah tersebut (oleh penguasa tersebut) maka kita sudah melaksanakan kewajiban kita sebagai seorang muslim, sebagai seorang rakyat yaitu memberikan nasehat kepada pemerintah dan penguasa kita, adapun dia tidak menerima nasehat kita maka ini urusan dia dengan Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Ini adalah petunjuk Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam didalam menasehati pemerintah, bukan menunjukkan kesalahan pemerintah dan mengobralnya didepan umum ketika khutbah-khutbah, ketika ceramah-ceramah maka ini semua melanggar petunjuk Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Wallāhu Ta’āla A’lam
Itulah yang bisa kita sampaikan.
وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
______________________
Bismillah,
Izin copy paste ya Ukhty untuk keperluan internal.
Jazaakillahu khayran wa baarakallahu fiikum.