🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abu Syuja
📝 Ahmad bin Al-Husain bin Ahmad Al-Asfahāniy (Imam Abū Syujā’)
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد
Para sahabat Bimbingan Islām yang diberkahi oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Kita lanjutkan pada halaqah yang terakhir dalam permasalahan zakāt sebagaimana disebutkan oleh penulis rahimahullāh.
Berkata penulis rahimahullāh:
((وخمسة لا يجوز دفعها إليهم: الغني بمال أو كسب والعبد وبنو هاشم وبنو المطلب والكافر زمن تلزم المزكي نفقته لا يدفعها إليهم باسم الفقراء والمساكين.))
Ada 5 (lima) kelompok yang tidak boleh diberikan zakāt, (yaitu): Orang kaya baik dia punya harta yang cukup atau dia bisa bekerja, budak, Banū Hāsyim dan Banū Al Muthālib, orang-orang kāfir, orang-orang yang wajib dinafkahi oleh muzakī, maka tidak boleh diberikan kepada mereka dengan nama (dianggap sebagai) faqīr dan miskin.
Pembahasan tentang orang-orang yang tidak boleh mendapatkan atau diberikan zakāt kepada mereka.
Kata beliau:
Ada 5 (lima) kelompok yang tidak boleh diberikan zakāt.
Yaitu:
⑴ Orang kaya baik dia punya harta yang cukup atau dia bisa bekerja (الغني بمال أو كسب).
Hal ini berdasarkan hadīts Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam yang diriwayatkan oleh Ashabus Sunnan dengan sanad yang hasan.
لا تحلُّ الصدقة لغنيٍّ، ولا لذي مِرَّةٍ سَوِيٍّ
“Tidak diperbolehkan atau tidak halal shadaqah zakāt bagi orang-orang kaya dan juga dia memiliki kekuatan (sehat dan kuat).”
Maksudnya orang yang mampu untuk menghasilkan (bekerja) maka tidak boleh diberikan kepada mereka.
⑵ Budak (العبد)
Budak yang dia menghamba kepada syaidnya (tuannya) merupakan kewajiban bagi tuannya untuk memberikan nafkah kepada budak tersebut, maka tidak boleh diberikan zakāt kepada budak.
Bolehnya adalah budak yang dia sedang memerdekan dirinya yang disebut sebagai mukatab atau ar riqāb maka ini boleh.
Adapun budak secara khusus maka dia tidak boleh.
⑶ Banū Hāsyim dan Banū Al-Muthālib ( بنو هاشم وبنو المطلب).
Apabila nasabnya masuk kepada banū Hāsyim dan banū Al Muthālib maka tidak diperbolehkan untuk memberikan zakāt kepada mereka.
Banū Hāsyim atau keturunan Hāsyim ada 5 (lima) dan semuanya tidak memiliki keturunan kecuali Abdul Muthālib (kakeknya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam) dan Abdul Muthālib memiliki 10 orang anak, di antaranya adalah Abdullāh bapak dari Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Maka setiap orang yang memiliki nasab sampai ke Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, maka tidak diperbolehkan untuk menerima zakāt, hal ini berdasarkan hadīts Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
إِنَّ هدي الصَّدَقَةَ لا تَحِلُّ لِمُحمَّدٍ ولا لآلِ محمَّد
“Bahwasanya sedekah (zakāt) ini tidak halal bagi Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dan juga keluarga Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.”
(Hadīts riwayat Muslim dan An Nassā’i)
⑷ Orang-orang kāfir (الكافر).
Orang-orang kāfir tidak boleh diberikan zakāt, secara asal. Akan tetapi sebagaimana tadi sudah disebutkan: الْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُم, apabila masuk kepada orang-orang yang dijinakkan hatinya dalam rangka agar dia masuk Islām, maka dalam keadaan seperti ini boleh. Atau yang ditakutkan keburukannya (misalnya), maka seperti ini boleh karena ada tujuan lain yaitu untuk mendakwahi dia atau untuk kemaslahatan bagi kaum muslimin.
⑸ Orang-orang yang wajib dinafkahi oleh muzakī, maka tidak boleh diberikan kepada mereka.
Misalnya;
Seorang bapak wajib menafkahi anak-anaknya maka dia tidak boleh memberikan zakāt kepada anak-anaknya.
Seorang anak kepada orang tuanya (bapak dan ibunya), apabila mereka tidak mampu maka kewajiban bagi anak tersebut untuk memberikan nafkah kepada orang tuanya. Maka tidak boleh memberikan zakāt kepada orang tuanya dengan nama faqīr atau miskin karena alasan mereka tidak mampu (faqīr atau miskin). Jadi tidak boleh memberikan zakāt kepada mereka.
((ويجوز باسم كونهم غزاة وغارمين))
((Namun boleh, seandainya mereka masuk ke dalam kelompok ghuzah (orang-orang yang berperang fì sabīlillāh) atau orang-orang yang dia terlilit hutang.))
Maka boleh diberikan zakāt kepada mereka dengan alasan bahwasanya mereka adalah para mujahidin atau dengan alasan mereka adalah orang-orang yang terlilit hutang, maka ini boleh.
Adapun apabila diberikan zakāt karena mereka, karena dia faqīr, tidak mampu atau miskin maka ini tidak diperbolehkan.
Mudah-mudahan bisa dipahami, semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla memberkahi umur kita dengan menuntut ilmu agama dan in syā Allāh kita akan bertemu pada halaqah berikutnya yaitu pembahasan tentang Bab Puasa, bi idznillāhi Ta’āla.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
_______