🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abu Syuja
📝 Ahmad bin Al-Husain bin Ahmad Al-Asfahāniy (Imam Abū Syujā’)
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد
Para sahabat Bimbingan Islām yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Kita memasuki halaqah yang ke-60 dan masuk pada fasal berikutnya tentang fiqih Shalāt Jum’at.
قال المؤلف رحمه الله
Berkata penulis rahimahullāh:
وشرائط وجوب الجمعة سبعة أشياء
Dan syarat wujūbnya (wajibnya) shalāt ada tujuh macam.
Para hadirin sekalian.
Hukum shalāt Jum’at adalah wajib bagi yang terpenuhi syarat yang disebutkan. Dan kewajiban ini sifatnya adalah wajib ‘ain, (artinya) apabila ditinggalkan tanpa alasan yang dibenarkan oleh syari’at maka dia berdosa.
Hal ini berdasarkan firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ
“Wahai orang-orang yang beriman apabila kalian dipanggil untuk melaksanakan shalāt Jum’at, maka bersegeralah untuk mengingat Allāh (melaksanakan shalāt Jum’at) dan tinggalkanlah jual beli.”
(QS Al Jumu’ah: 9)
Dan juga berdasarkan hadīts yang telah disebutkan tentang ancaman bagi orang-orang yang meninggalkan shalāt Jum’at, menunjukan bahwasanya shalāt Jum’at adalah hukumnya wajib ‘ain.
⇒ Dan shalāt Jum’at ini memiliki syarat wajib dan syarat sah shalāt.
Diantara syarat wajibnya sebagaimana disebutkan penulis adalah:
الإسلام ،والبلوغ ،والعقل، والحرية، والذكورية، والصحة، والاستيطان
⑴ Islām
⑵ Bāligh
⑶ Berakal
⑷ Merdeka (bukan budak)
⑸ Laki-laki
⑹ Sehat
⑺ Penduduk tempatan atau mukim ( bukan musāfir).
⇒ Maksud syarat wajib adalah apabila tidak terpenuhi syarat ini maka hukum shalāt Jum’at tidak wajib atasnya.
① Islām
⇒ Bagi seorang non muslim (bukan Islām) tidak wajib baginya untuk melaksanakan shalāt Jum’at (dia wajib untuk masuk Islām terlebih dahulu)
② Bāligh
⇒ Bagi orang yang belum bāligh hukumnya tidak wajib, hal ini berdasarkan hadīts-hadīts yang sudah pernah diterangkan sebelumnya tentang syarat taklif syariah (syarat pembebanan syariat kepada seseorang).
Dalam sebuah hadīts, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
رفع القلم عن ثلاثة ، عن النائم حتى يستيقظ ، و عن الصبي حتى يشب ، و عن المعتوه حتى يعقل, و في رواية : ” و عن المجنون حتى يفيق
“Pena (kewajiban beban taklif) diangkat dari 3(tiga) kelompok orang, yaitu dari orang yang tidur sampai bangun, dari anak kecil sampai dewasa (bāligh) dan dari orang yang linglung sampai berakal (maksudnya orang tidak berakal sampai dia kembali akalnya).”
Dalam riwayat yang lain Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
“Diangkat dari orang gila sampai dia tersadarkan”
③ Berakal
⇒ Bagi orang yang hilang akalnya seperti orang gila, orang yang pingsan, atau yang semisalnya (hilang akalnya), maka tidak wajib baginya untuk melaksanakan shalāt Jum’at, sebagaimana sudah disebutkan hadītsnya.
④ Merdeka (Bukan Budak)
⇒ Orang yang tidak merdeka (para budak), shalāt Jum’atnya tidak wajib bagi mereka hal ini berdasarkan hadīts dari Thariq bin Syihab secara marfu dan diriwayatkan oleh Imam Abū Dāwūd dalam sebuah hadīts, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
الجمعة حق واجب على كل مسلم إلا أربعة : مملوك ، أو امرأة ، أو صبي ، أو مريض
“Shalāt Jum’at wajib bagi setiap muslim kecuali 4 (empat) kelompok orang yaitu; hamba (budak), wanita atau anak kecil atau orang yang sakit.”
Maka tidak wajib bagi mereka untuk melaksanakan shalāt Jum’at.
⑤ Laki-laki
⇒ Tidak wajib shalāt Jum’at bagi seorang wanita, sebagaimana hadīts yang sudah disebutkan.
⑥ Sehat
⇒ Orang yang sakit pun tidak wajib melaksanakan shalāt Jum’at, sebagaimana hadīts yang telah disebutkan.
⑦ Mukim atau Bukan Musāfir
⇒ Dan disini adalah pendapat dalam madzhab Syāfi’i sebagaimana disebutkan Imam Nawawi didalam Kitāb Majmu’ :
لا تجب الجمعة على المسافر هذا مذهبنا لا خلاف فيه عندنا
Berkata Imam Nawawi:
“Shalāt Jum’at tidak wajib bagi seorang musāfir, dan ini adalah madzhab kami (madzhab Syāfi’iyah) dan hal itu telah disepakati.”
▪ Ada beberapa catatan disini, yaitu:
Apabila seorang (sekelompok orang) yang dia tidak wajib untuk melakukan shalāt Jum’at seperti wanita, budak, anak-anak dan seterusnya (tapi melaksanakan shalat Jum’at), maka bagaimana hukum shalātnya?
Maka hukum shalātnya adalah sah dan mencukupi sebagai pengganti shalāt dhuhur (artinya) dia tidak perlu lagi mengulangi shalāt dhuhur.
قال المؤلف رحمه الله
Berkata penulis rahimahullāh:
وشرائط فعلها ثلاثة:
Dan syarat untuk melaksankannya ada 3 (tiga) perkara:
أن يكون البلد مِصرا أو قرية، وأن يكون العدد أربعين من أهل الجمعة، وأن يكون الوقت باقيا.
فإن خرج الوقت أو عُدِمت الشروط صُلِّيت ظهرا
Syarat untuk melaksanakan shalāt Jum’at ada 3(Tiga) yaitu:
⑴ Tempat yang ditinggali adalah kota atau perkampungan.
⑵ Jumlah orang yang shalāt berjamaah dala. shalāt Jum’at ada 40 orang.
⑶ Dan waktunya mencukupi.
Apabila keluar dari waktunya, atau syaratnya tidak terpenuhi, maka dilakukan shalāt dhuhur (bukan shalāt Jum’at).
Dalam melaksanakan shalāt Jum’at tidak disyaratkan di kota saja, namun juga boleh dilakukan di perkampungan, yang penting adalah penduduk yang tinggal secara tetap, bukan yang tinggal sementara (nomaden).
Adapun pemukiman yang tidak tetap yang berpindah-pindah, maka tidak sah didirikan shalāt Jum’at.
Dan dipersyaratkan dalam madzhab Syāfi’i bahwa jumlah bilangannya mencapai 40 orang, dan apabila kurang dari itu maka dilaksanakan shalāt dhuhur (bukan shalāt Jum’at).
Dan ini adalah pendapat dari madzhab Syāfi’i namun pendapat yang lebih kuat adalah disyaratkan 2 (dua) orang selain imam, apabila terdapat disana imam kemudian ma’mum 2 (dua) orang, maka wajib untuk melaksanakan shalāt Jum’at.
Dengan dalīl firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla:
إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ الله
“Apabila kalian diseru untuk shalāt Jum’at pada hari Jum’at, maka bersegeralah kalian untuk mengingat Allāh (melaksanakan shalāt Jum’at).”
(QS Al Jumu’ah: 9)
أنَّ قولَه: فَاسْعَوْا جاءَ بصيغةِ الجَمْعِ، فيَدخُلُ فيه الثلاثةُ
Disini ada kalimat فَاسْعَوْا yang menunjukan bahwasanya kalimat فَاسْعَوْا ini adalah shighahnya jama’ dan jama’ yang terkecil adalah 3 (tiga) orang.
Oleh karena itu pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah, Syaikh bin Baz dan Syaikh Utsaimin.
▪Adapun mengenai waktu shalāt Jum’at.
Pendapat Imam Syāfi’i dan Jumhūr mayoritas ulamā, waktunya adalah sama seperti waktu shalāt dhuhur, yaitu mulai tergelincirnya matahari atau zawal sampai masuk waktu ashar.
Apabila waktu Jum’at hampir habis dan tidak cukup untuk melaksanakan shalāt Jum’at maka shalāt Jum’at nya diganti menjadi shalāt dhuhur.
Artinya tidak dilaksanakan shalāt Jum’at melainkan dilaksanakan shalāt dhuhur karena tidak cukup waktnya.
Adapun permasalahan yang lain, permasalahan bolehkah shalāt Jum’at dilakukan sebelum dhuhur?
Maka di sana ada khilaf para ulamā. Pendapat Ahmad bahwasanya mengatakan boleh, namun Jumhūr, mayoritas, ulamā sebagaimana tadi sudah disebutkan bahwa waktunya sama seperti waktu shalāt dhuhur dan tetap dilaksanakan setelah zawal.
Demikian yang bisa disampaikan semoga bermanfaat.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
________