🌍 Kajian Kitab
👤 Al-Ustadz Abu Haidar As-Sundawy حفظه الله
📗 Kitab Awaa’iqu ath Thalab (Kendala Bagi Para Penuntut Ilmu)
📝 as-Syaikh Abdussalam bin Barjas Alu Abdul Karim حفظه الله
Kita masuki poin-poin yang sangat penting bagi kita, bagi para thullabul ilmi yaitu “Qaulul ‘alim Wallahu ‘A’lam fii maa laa ya’lam” ucapan seseorang yang berilmu mengatakan “Wallahu’alam” terhadap perkata yang tidak diketahuinya. Kalau dalam urusan dunia saja kita tidak boleh ‘sok tau’ karena bahaya tetapi bahayanya hanya didunia, dalam urusan agama bahayanya dunia dan akhirat karena bisa sesat dan menyesatkan orang makanya wajib bagi setiap orang yang ditanya tentang sesuatu yang dia tidak tahu tentang hal itu dia wajib menyatakan “Wallahu’alam” atau “Laa Adri“. Orang yang menyatakan wallahu’alam atau laa adri kata Abdullah bin Mas’ud, “‘Nisful ilmi qaulu wallahualam nisful ilmi‘ ucapan wallahu’alam atau laa adri itu setengah dari ilmu”. Ketika Allah azza wa jalla menerangkan ‘ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ‘ hanyalah orang-orang yang takut kepada Allah dikalangan hamba-hambanya hanyalah orang yang berilmu, salah satu efek atau aplikasi dari ilmu itu di syaratkan dalam ayat tadi adanya rasa takut kepada Allah azza wa jalla, makin mendalam ilmu semakin gede rasa takutnya. Dari rasa takut ini lahir sikap waro’ (kehati-hatian) jangan sampai kita terjerumus kedalam ucapan, keyakinan, perbuatan yang mengundang murka dan azab Allah subhanahu wa ta’ala. Salah satu diantara wujud nyata dari adanya rasa takut kepada Allah adalah menahan diri dari perkara-perkara yang kita tidak tahu, tidak berbicara tanpa ilmu. Kalau ada sesuatu yang kita tidak mengetahuinya secara gentle, secara terang-terangan, secara jantan, secara kesatria mengatakan “wallahu’alam“, mengatakan tidak tahu, mengatakan “saya belum tahu perkara tersebut”, itu adalah wujud rasa takut kepada Allah azza wa jalla dan ini akhlak yang juga dimiliki oleh malaikat, malaikat menyatakan “subhanaka la ilmalana illa ma allamtana” maha suci Engkau ya Allah kami tidak memiliki ilmu, tidak tahu apa-apa kecuali apa-apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Jadi semua yang diketahui oleh malaikat itu anugerah Allah azza wa jalla kepada dia sehingga secara genjle dia mengatakan “aku tidak mengetahui apa-apa”. Tidak tahu, tidak perlu merasa malu dengan mengatakan tidak mengetahuinya. Berkata Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, “Diantara kewajiban yang paling agung bagi setiap mu’alim (orang yang mengajarkan ilmu) adalah dengan mengatakan ‘wallahu’alam‘ terhadap apa yang tidak diketahuinya dan ini tidak mengurangi kehormatan dia, kredibilitas dia, nama baik dia, sedikitpun tidak bahkan akan menambah kemuliaan dia dan itu menjadi bukti dalil sempurna-nya agama dia dan menjadi bukti bahwa yang dia cari itu kebenaran, yang dia cari itu ridho Allah azza wa jalla bukan ridho manusia, penilaian manusia tidak menjadi pertimbangan bagi dia selama dia di ridhoi Allah azza wa jalla“. Kenapa sikap wallahu’alam dianggap sebagian atau setengah dari ilmu ? Karena mengatakan wallahu’alam adalah pengamalan nyata dari rasa takut dia kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Kenapa mengatakan wallahu’alam merupakan wujud rasa takut kepada Allah ? Pertama berbicara agama berarti berbicara atas nama Allah, karena agama bikinan siapa ? Allahu azza wa jalla. Agama itu bukan hasil produk akal manusia, bukan. Wahyu Allah. Berbicara tentang agama berarti berbicara mengatasnamakan Allah azza wa jalla. Berbicara atas nama Allah tanpa ilmu dosanya besar, sebesar apa ? lebih besar daripada dosa syirik. Padahal kita mengetahui selama ini bahwa dosa syirik adalah yang paling besar ‘innasy-syirka lazhulmun ‘azhiimun‘ syirik itu kezoliman yang paling besar, mau tidak aku beritahukan kepada kalian tentang dosa-dosa terbesar ? yang pertama al-isyroku billah (syirik kepada Allah), yang keduanya ukukul wa lidain (menyakiti hati kedua orang tuanya), dan yang ketiganya syahadatu zur. Jadi dosa terbesar itu syirik tetapi kok ada yang lebih besar daripada syirik, apa ? berbicara tentang agama ini tanpa ilmu dan ini dinyatakan oleh Allah didalam Al-Qur’an. Ayat yang menjelaskan itu bisa kita lihat didalam beberapa ayat hanya kita tidak membahas seluruhnya, satu ayat saja yang akan kita kemukakan yaitu surat Al-A’rof ayat 33, Allah berfirman :
“Katakan oleh mu wahai Muhammad, hanyalah Rabb-Ku mengharamkan atas diriku pertama الْفَوَاحِشَ baik dzohir ataupun bathil, kedua الْإِثْمَ dosa, ketiga الْبَغْيَ بِغَيْرِعِلْم sikap menganiaya kepada orang lain بِغَيْرِ الْحَقِّ tanpa alasan yang benar, ke-empat وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا kalian menyekutukan aku dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan keterangan tentang hal itu dan yang terkahir وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ dan kalian berbicara atas nama Allah tanpa ilmu”.
Demikian yang bisa disampaikan,
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته