🎙 Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
📗 Silsilah Qawa’idul Arba’
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين
Halaqah yang ke-20 Penjelasan Kitāb Al Qawā’idul Arba’ karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb At-tamīmiy rahimahullāh
Kemudian beliau mengatakan:
وَالۡمَشۡفُوعُ لَهُ مَنۡ رَضِيَ اللهُ قَوۡلَهُ وَعَمَلَهُ بَعۡدَ الۡإِذۡنِ
Siapakah yang berhak untuk mendapatkan syafā’at di hari kiamat?
Mereka adalah, (kata beliau):
مَنۡ رَضِيَ اللهُ قَوۡلَهُ وَعَمَلَهُ
Orang yang Allāh ridhāi amalannya dan juga ucapannya.
Inilah orang yang akan mendapatkan syafā’at di hari kiamat.
Adapun orang yang tidak Allāh ridhāi ucapan dan amalannya maka Allāh tidak akan mengizinkan siapapun untuk memberikan syafā’at kepada dirinya.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla meridhāi dari diri kita tauhīd dan Allāh tidak ridhā kesyirikan, (artinya) orang yang akan mendapatkan syafā’at di hari kiamat adalah orang yang bertauhīd, yang mengEsakan Allāh Subhānahu wa Ta’āla dalam ibadahnya, tidak menyerahkan ibadah sedikitpun kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Inilah orang yang akan mendapatkan ridhā Allāh dan merekalah yang berhak untuk mendapatkan syafā’at.
Suatu hari Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam pernah ditanya oleh Abū Hurairah radhiyallāhu ‘anhu, bertanya kepada Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tentang siapa yang paling berbahagia mendapatkan syafā’at dari Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam di hari kiamat.
Abū Hurairah berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ؟
“Yā Rasūlullāh, siapa orang yang paling berbahagia mendapatkan syafā’atmu di hari kiamat?”
Maka beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam menjawab:
مَنْ قَالَ : لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَبْلِهِ
“Barangsiapa yang mengatakan, ‘Lā ilāha illallāh’ ikhlash dari hatinya.”
Orang yang mengatakan ‘Lā ilāha illallāh berarti dia telah berikrar tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allāh dan di amalkan di dalam kehidupan dia.
خَالِصًا مِنْ قَبْلِهِ
Ikhlās dari hatinya, bukan karena dipaksa, bukan karena sebagai seorang munāfiq yang hanya mengucapkan ‘Lā ilāha illallāh’ di lisannya, bukan dengan hatinya, (tetapi) dia yang mengucapkan ‘Lā ilāha illallāh’ ikhlash dari hatinya dan diamalkan di dalam kehidupan dia sehari-hari.
√ Tidak berdo’a kecuali kepada Allāh,
√ Tidak menyembelih kecuali hanya untuk Allāh,
√ Tidak bernadzar kecuali untuk Allāh,
√ Tidak beristighātsah, isti’ānah, isti’ādzah kecuali hanya kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla,
√ Dan seluruh ibadah, satupun ibadah tidak ada yang diserahkan kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Inilah orang yang akan berbahagia dengan syafā’atnya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Dalam hadīts yang lain, beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:
لكل نبي دعوة مستجابة فتعجل كل نبي دعوته ، وإني اختبأت دعوتي شفاعة لأمتي إلى يوم القامة
“Sesungguhnya setiap Nabi memiliki dakwah yang mustajab (do’a yang mustajab dikabulkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla) dan masing-masing Nabi telah menyegerakan do’anya (yaitu di dunia). Dan sesungguhnya aku telah menyembunyikan (mengakhirkan) do’aku pada hari kiamat sebagai syafā’at dariku untuk umatku.”
Jadi do’a mustajab yang beliau miliki yang Allāh karuniakan kepada beliau, beliau simpan dan ditunda sampai hari kiamat dengan maksud sebagai syafā’at bagi umatnya pada hari kiamat.
Kemudian beliau shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:
فهي نائلة إن شاء الله من مات من أمتي لا يشرك بالله شيئا
“Syafā’atku ini akan di terima/didapatkan in syā Allāh oleh setiap yang meninggal di antara umatku, yang dia meninggal tanpa menyekutukan Allāh sedikitpun.”
Menunjukkan bahwasanya orang yang berhak untuk mendapatkan syafā’at Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, syafā’at malāikat dan juga syafā’at yang lain pada hari kiamat adalah orang yang tidak menyekutukan Allāh.
Inilah orang yang diridhāi oleh Allāh Subhānahu wa Ta’ālā.
Kemudian beliau mengatakan:
بَعۡدَ الۡإِذۡنِ
“Setelah diizinkan (oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla).”
Para Nabi, para malāikat, para syuhadā dan orang-orang yang beriman pada hari kiamat mereka tidak akan bisa memberikan syafā’at kepada oranglain kecuali setelah diizinkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla
Kalau Allāh mengizinkan maka mereka memberikan syafā’at, tapi kalau Allāh tidak mengizinkan maka mereka tidak bisa memberikan syafā’at (dan) tidak mungkin mereka bisa memberikan syafā’at kecuali setelah diizinkan dan dibolehkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿مَن ذَا الَّذِي يَشۡفَعُ عِندَهُ إِلَّا بِإِذۡنِهِ﴾
Sebagaimana firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla :
“Dan tidak ada yang memberikan syafā’at di sisiNya (Allāh) kecuali dengan izin Allāh Subhānahu wa Ta’āla .”
(QS Al-Baqarah : 255)
Menunjukkan bahwa syafā’at di hari kiamat berbeda dengan syafā’at di dunia.
Di hari kiamat seorang Nabi tidak mungkin memberikan syafā’at kecuali setelah diizinkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى
“Berapa banyak malāikat di langit yang tidak akan bermanfaat syafā’at mereka di sisi Allāh kecuali setelah diizinkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.”
(QS An-Najm : 26)
Menunjukkan bahwasanya malāikatpun tidak bisa memberikan syafā’at kecuali setelah diizinkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Oleh karena itu, sekali lagi, seorang Muslim apabila ingin mendapatkan syafā’at di hari kiamat maka:
✓Hendaklah dia meminta kepada Allāh, dzat yang akan mengizinkan syafā’at tersebut dan dialah yang memiliki syafā’at tersebut.
Dan hendaklah dia menghindari cara mendapatkan syafā’at yang tidak dibenarkan dan ini adalah cara orang-orang musyrikin yang ada di zaman Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, demikian pula cara yang dilakukan orang-orang musyrikin di zaman nabi Nūh ‘alayhissalām, yaitu mereka mencari syafā’at dengan cara meminta kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
وصلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه أجمعين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
Bismillah …
Izin meng-copy catatannya untuk keperluan internal ya ukhty.
Jazaakillahu khayran wa baarakallahu fiikum