Kitab: Aqidah Ath-Thahawiyah
Audio: Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
Transkrip: ilmiyyah.com
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله
Halaqah yang ke-143 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Al-Aqidah Ath-Thahawiyah yang ditulis oleh Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullāh.
Beliau mengatakan rahimahullāh
وَنُؤْمِنُ بِالبَعْثِ وَجَزَاءِ الأَعْمَالِ يَوْمَ القِيَامَةِ
Dan kita, yaitu Ahlu Sunnah wal-Jamāʿah, beriman dengan adanya al-Baʿts, yaitu adanya hari kebangkitan. Dan ini adalah termasuk perkara yang harus ada di dalam keimanan seseorang terhadap hari akhir.
Kebangkitan yaitu dibangkitkannya manusia dari alam kuburnya, dihidupkan kembali oleh Allāh ﷻ, bukan hanya untuk dihidupkan saja, tapi untuk dibalas amal perbuatannya. Dalil tentang kewajiban untuk beriman dengan adanya al-Baʿts adalah firman Allāh ﷻ:
كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ ۚ وَعْدًا عَلَيْنَا ۚ إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ
Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan, maka Kami akan mengulanginya. Itu adalah janji atas Kami. Sesungguhnya Kami benar-benar melakukannya. (QS. Al-Anbiyāʾ: 104)
Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan, maka Kami akan mengulanginya, yaitu sebagaimana Kami telah menghidupkan kalian, maka Kami akan mengulanginya. Yaitu kalian meninggal dunia dan Kami akan membangkitkan kalian. Waʿdan ʿalaynā – ini adalah janji yang Kami janjikan. Innā kunnā fāʿilīn – sesungguhnya Kami benar-benar akan melakukannya, yaitu sungguh-sungguh akan membangkitkan manusia.
Allāh ﷻ, sebagaimana Dia-lah yang mampu menjadikan dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada, maka Allāh ﷻ sangat mudah sekali mengembalikan sesuatu yang wujudnya ada untuk dikembalikan lagi menjadi manusia yang sempurna, dari tanah yang sudah ada menjadi manusia yang sempurna. Itu adalah sesuatu yang sangat mudah bagi Allāh ﷻ. Yang tidak ada sama sekali saja kemudian menjadi ada – itu adalah mudah bagi Allāh ﷻ. Apalagi sesuatu yang sudah ada untuk dijadikan dalam bentuk yang lain, yaitu menjadi manusia yang sempurna.
Hari Kebangkitan adalah ḥaqq, sesuatu yang pasti akan terjadi. Dan Allāh ﷻ di dalam Al-Qur’ān membuat perumpamaan yang dengannya kita memahami bahwa al-Baʿts itu adalah sesuatu yang ḥaqq. Allāh ﷻ membuat perumpamaan hujan yang turun yang ditimpakan oleh Allāh ﷻ ke tanah yang awalnya gersang, kemudian ketika tertimpa air, tertimpa hujan, maka tanah tersebut kembali hidup dan kembali bangkit. Allāh ﷻ mengatakan dalam Al-Qur’ān:
كَذَٰلِكَ تُخْرَجُونَ
Demikianlah kalian akan dikeluarkan. (QS. Al-Aʿrāf: 25)
Dan tidaklah mengingkari adanya hari akhir kecuali orang-orang yang kafir. Allāh ﷻ mengatakan
زَعَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ لَّن يُبْعَثُوا
Orang-orang kafir mereka menyangka dan meyakini bahwa mereka tidak akan dibangkitkan:
قُلْ بَلَىٰ وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ
Katakanlah (wahai Muhammad): “Demi Rabbku, sungguh kalian akan dibangkitkan.” (QS. At-Taghābun: 7)
Maka Ahlus-Sunnah mereka meyakini adanya hari kebangkitan. Tidak ada keraguan bahwa kita semuanya akan dibangkitkan oleh Allāh ﷻ.
Kemudian
وَجَزَاءِ الأَعْمَالِ
Ahlus-Sunnah juga beriman dengan adanya balasan terhadap amalan-amalan. Mereka dibangkitkan bukan hanya dihidupkan begitu saja, tapi akan ada di sana pembalasan amal. Orang yang berbuat baik, di dunia maka akan ada balasannya. Dan orang yang melakukan kejelekan di dunia maka juga akan ada balasannya. Dan ini adalah bentuk keadilan Allāh ﷻ,
لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاءُوا بِمَا عَمِلُوا وَيَجْزِيَ الَّذِينَ أَحْسَنُوا بِالْحُسْنَىٰ
Supaya Allāh ﷻ membalas orang-orang yang berbuat jelek dengan sebab perbuatan mereka dan Allāh ﷻ membalas orang-orang yang berbuat baik dengan Surga. (QS. An-Najm: 31)
Akan Allāh balas sekecil apa pun perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Amal shāliḥ yang dilakukan oleh seseorang, maka kalau itu adalah amal shāliḥ yang ikhlas, yang sesuai dengan sunnah, yang diterima oleh Allāh, maka akan dibalas oleh Allāh sekecil apa pun. Tidak akan luput dari pembalasan Allāh. Allāh akan balas itu. Kita tidak akan terdzalimi. Tidak akan ada di sana amalan yang luput, tidak ditulis.
Semuanya akan ada pembalasannya, yang penting amalan tersebut adalah diterima oleh Allāh dan diterimanya amal disyaratkan harus ikhlas dan sesuai dengan sunnah Nabi ﷺ.
وَجَزَاءِ الْأَعْمَالِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Dan pembalasan amalan dihari kiamat.
Sebaliknya amalan yang jelek juga demikian, seseorang akan melihat amal jelek tersebut dihari kiamat, sekecil apapun dosa yang dilakukan oleh seseorang maka dia akan melihatnya. Karena Allāh ﷻ berfirman
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ ﴿٧﴾ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ ﴿٨
Maka barang siapa yang mengamalkan sebuah amalan, amal shāliḥ, seberat dzarrah sekalipun, yaitu seberat semut yang kecil sekalipun, maka dia akan melihatnya. Dan barang siapa yang melakukan amal yang jelek, sebesar atau seberat dzarrah sekalipun, maka dia akan melihatnya. (QS. Az-Zalzalah: 7–8)
Sehingga seseorang takut atas amalannya sendiri dan segera dia memohon ampun kepada Allāh, bertobat kepada Allāh supaya dosa-dosa yang dilakukan ini diampuni oleh Allāh ﷻ, karena dosa tersebut kalau tidak diampuni oleh Allāh pasti di sana ada akibat yang akan dia merasakan di akhirat, akan dia melihat di akhirat.
Sebelum terlambat waktunya, maka seseorang memohon ampun kepada Allāh dari seluruh dosa yang dia lakukan dan jangan dia ragu-ragu untuk bertobat kepada Allāh dan beristighfār. Jangan dia ragu-ragu untuk mengatakan:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي كُلَّهُ، دِقَّهُ وَجِلَّهُ، وَأَوَّلَهُ وَآخِرَهُ، وَعَلَانِيَتَهُ وَسِرَّهُ
“Yā Allāh, ampunilah dosaku semuanya: yang kecil maupun yang besar, dan yang awal maupun yang akhir, yang tampak maupun yang tersembunyi.”
Jangan tanggung-tanggung untuk meminta ampun kepada Allāh. Meminta ampunan seluruh dosa, biar dosa tersebut diampuni semuanya oleh Allāh ﷻ. Karena kalau tidak diampuni, di sana ada jazāʾ, di sana ada balasan. Dan adzab di akhirat jauh lebih pedih daripada adzab di dunia.
Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah selanjutnya.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته