Home > Kajian Kitāb > Kitab Awaa’iqu ath Thalab > Materi 22 ~ Tidak Bertahap Dalam Menuntut Ilmu Bagian (2) – Jenis-Jenis Tadarruj Dalam Menuntut Ilmu

Materi 22 ~ Tidak Bertahap Dalam Menuntut Ilmu Bagian (2) – Jenis-Jenis Tadarruj Dalam Menuntut Ilmu

🌍 Kajian Kitab
👤 Al-Ustadz Abu Haidar As-Sundawy حفظه الله
📗 Kitab Awaa’iqu ath Thalab (Kendala Bagi Para Penuntut Ilmu)
📝 as-Syaikh Abdussalam bin Barjas Alu Abdul Karim حفظه الله

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Allah عز و جل berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 121 :

… الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ

“Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya mereka membaca kitab ini dengan sebenar-benarnya, …”
Apa maknanya membaca kitab dengan sebenar-benarnya bacaan ?
Maknanya tidak meninggalkan dulu satu cabang ilmu sehingga dia menguasai ilmu itu baik secara teori maupun praktek, pengamalan. Jadi pelajari suatu cabang ilmu dikuasai dengan sebenar-benarnya kemudian mengamalkan. Setelah dikuasai dan diamalkan barulah pindah ke cabang ilmu yang lain.

Para ulama menekankan pengamalan, “kenapa ?” karena dari pengamalan ada rasa. Bagaimana rasanya kalau ilmu yang berupa teori ini diamalkan maka ada sesuatu rasa yang muncul yang tidak terdeteksi hanya ketika belajar. Pada saat belajar kita tidak tahu bahwa ilmu yang sedang dipelajari ini diamalkan apa yang akan terasa. Hal ini pun termasuk dalam mempelajari agama. Apabila sekedar teori dan tidak diamalkan maka dia tidak mendapatkan apa-apa. Dia tidak memperoleh inti dari ilmu yang dipelajari sebelum diamalkan. Karena inti dari ilmu adalah amal.

Jadi makna يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ mereka itu membaca kitab dengan sebenar-benarnya bacaan. Makna sebenar-benarnya bacaan dikuasai secara mendalam dan dipraktekkan dalam bentuk amalan. Maka wajib untuk mendahulukan hal yang terpenting lalu kadar kepentingannya dibawah kadar itu tanpa mengabaikan urutan-urutannya.

Kebanyakan orang gagal dari tujuan karena mengabaikan kaidah ini. Jadi mempelajari sesuatu langsung ketingkat yang tinggi. Contohnya kita ingin belajar hadits langsung ke kitab yang tinggi Fathul bari, Syarh Bukhori maka itu jangankan untuk pemula, untuk se kelas ustadz pun sangat berat kecuali sudah bisa menguasai dan mengemas penjelasan dengan kalimat dan penyampaian yang mudah dicerna. Boleh belajar seperti itu walaupun kitabnya tingkat tinggi Fathul bari, syarhul bukhori tetapi mengajarnya orang yang sudah menguasai ilmu itu, sudah menguasai ilmu hadits dengan segala macam isinya, sudah pernah mempelajari ilmu isi Fathul bari, syarh bukhari ini dan dia menganggap bagus untuk orang awam dan bagus menyampaikan dengan kemasan penyampaian yang mudah dimengerti. Tetapi orang yang baru belajar nahwu shorof langsung mengambil kitab Fathul bari dan dibaca sungguh sangat berat. Jadi kebanyakan orang mengabaikan kaidah ini dan gagal didalam belajarnya.

Tadarruj (bertahap) dalam belajar ada 2 hal :

Tadarruj bainal funun bertahap antara satu cabang ilmu dengan cabang ilmu yang lainnya karena saling berkaitan. Disiplin ilmu apapun yang kita ajarkan atau yang kita pelajari baik itu tafsir, fiqh termasuk ushul fiqh apapun fiqh baik fiqh muamalah, fiqh munakah dan fiqh apapun dasar ilmu haditsnya tetap dibawa karena dari fiqh lahir ketetapan hukum, ketetapan hukum wajib berlandaskan Al-Qur’an atau Hadits yang shahih dan tidak boleh hadits yang dhoif apalagi maudhu (palsu). Maka kalau kita mengajarkan fiqh, tafsir atau apapun wajib musholahul hadits dibawa dan diterapkan. Tidak bisa kita katakan “kita belajar fiqh nih, bukan belajar musholahul hadits jadi jangan tanya shahih tidaknya” maka hal tersebut keliru. Kita belajar musholahul hadits untuk diterapkan diseluruh cabang ilmu yang lain. Kita terapkan dibidang fiqh, dibidang ushul fiqh, dibidang tafsir, dibidang aqidah, dibidang semua ilmu syariah kita terapkan musholahul hadits dan tidak bisa dipisah-pisahkah. Nah, makanya kita sebelum belajar fiqh belajar hadits dulu hal ini bagi orang yang ingin ta’ammuk (memperdalam) dalam ilmu syariah. Fiqh tidak bisa kita pahami, pelajari secara benar sebelum menguasai hadits. Maka setiap ahli fiqh pasti ahli hadits. Tetapi ahli hadits belum tentu seorang faqih. Kalau umpamanya para fuqoha yang empat imam atau Abu Hanifah, imam Malik, imam Syafi’i, imam Ahmad apa mereka faham hadits ? kalau tidak paham hadits tidak mungkin paham fiqh, setiap fuqoha adalah muhadist, setiap ahli fiqh dia ahli hadits menguasai hadits karena hadist merupakan landasan utama didalam penerapan fiqh.
At-tadarruj fii fannil wahid bertahap dalam satu disiplin ilmu. Contoh dalam satu disiplin ilmu umpamanya ilmu nahwu. Dalam ilmu nahwu kita harus belajar dari dasar dulu jangan langsung ke level yang tinggi. Baru belajar bahasa arab nahwu sudah belajar adad ma’dud (bilangan dari 1 sampai 9 kaidahnya gimana, 10, 11 kaidahnya gimana, 13 sampai 19 kaidahnya gimana) hal tersebut sangat rumit. Kita harus belajar dulu tentang kalimah kata. Kalimah ini terbagi tiga, ada isim, fi’il, huruf. Maka pelajari apa itu isim, apa itu fi’il, dan pelajari apa itu huruf. Nah hal ini adalah dasar sebelum membentuk kalimat. Adad ma’dud itu sudah menguasai satu kalimat secara detail tentang kedudukan setiap kata dalam kalimat tentang pola kalimat dikuasi kemudian nanti bagian terakhir baru adad dan ma’dud.
Jadi bertahap dalam belajar ilmu itu ada dua, pertama bertahap dalam mempelajari satu cabang ilmu sebelum cabang ilmu yang lain dan yang kedua bertahap hanya dalam satu cabang ilmu harus mulai dari dasar baru ketingkat yang tinggi sampai akhirnya di puncak.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ ، أشْهَدُ أنْ لا إلهَ إِلاَّ أنْتَ ، أسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إلَيْكَ
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top