Home > Halaqah Silsilah Ilmiyah > Kun Salafiyyan Alal Jaddah > Halaqah 39 | Antara Manhaj Ahli Bid’ah & Pengikut Hawa Nafsu Dengan Jalan Keselamatan Dengan Ittiba’ Bag 6

Halaqah 39 | Antara Manhaj Ahli Bid’ah & Pengikut Hawa Nafsu Dengan Jalan Keselamatan Dengan Ittiba’ Bag 6

Kitab: Kun Salafiyyan Alal Jaddah
Audio: Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A

بسم الله الرحمٰن الرحيم
الحمد لله رب العالمين وأشهد أن لا اله الا الله وحده لا شريك له و أشهد أن محمدا عبده و رسوله صلاة عليه و على آله و صحبه أجمعين

Para ikhwan dan juga para akhwat, para admin dan para koordinator, semoga Allah ﷻ memberikan taufik kepada kita, kepada setiap kebaikan.

Kita lanjutkan pembahasan kitab Kun Salafiyyan ‘Ala Al-Jaaddah yang ditulis oleh guru kami. Beliau adalah Fadhilatul Syaikh Abdussalam As-Suhaimi Hafidzahullah Ta’ala.

Masih menjelaskan tentang mudharat dari bid’ah, dan sebelumnya beliau menyebutkan tentang, bahwa termasuk konsekuensi dari mengikuti Nabi adalah menjauhi bid’ah di dalam agama. Dan taat kepada Rasul, menjauhi bid’ah ini adalah sebab masuknya seseorang ke dalam surga dan orang yang mengamalkan bid’ah maka tertolak amalannya.

Kemudian di sini beliau menyebutkan bahwa orang-orang yang menyimpang dan tersesat, cara mereka dan jalan mereka ini menyelisihi jalannya orang-orang yang mendapatkan petunjuk.

Beliau mengatakan:

وإن المتأمل في طرق أهل الزيغ والضلال، يجد أن طرقهم تخالف طريقة أهل الهدى

Dan bagi orang yang melihat dan memperhatikan jalan orang-orang yang menyimpang, yang memiliki penyimpangan dalam hatinya dan orang-orang yang sesat, maka dia menemukan bahwa jalan mereka, cara mereka beragama itu menyelisihi cara orang-orang yang mendapatkan petunjuk.

قال تعالى:

Allah ﷻ mengatakan:

هُوَ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ مِنۡهُ ءَايَٰتٞ مُّحۡكَمَٰتٌ هُنَّ أُمُّ ٱلۡكِتَٰبِ وَأُخَرُ مُتَشَٰبِهَٰتٞۖ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمۡ زَيۡغٞ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَٰبَهَ مِنۡهُ ٱبۡتِغَآءَ ٱلۡفِتۡنَةِ وَٱبۡتِغَآءَ تَأۡوِيلِهِ

“Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya,” (QS. Ali-Imran: 7)

Dialah Allah ﷻ yang telah menurunkan kepadamu Al-Kitab, ada di antaranya yaitu Al-Qur’an, ada di antaranya, di antara ayat-ayat Al-Quran adalah ayat-ayat yang muhkamat. Ayat-ayat yang kokoh yang maksudnya adalah yang jelas maknanya tidak samar.

هُنَّ أُمُّ ٱلۡكِتَٰبِ

Dan itu adalah sebagian besar yang ada di dalam Al-Qur’an.

وَأُخَرُ مُتَشَٰبِهَٰتٞۖ

Di sana ada beberapa ayat yang samar maknanya oleh sebagian orang, tapi bagi seorang ulama, bagi seorang tholabul ‘ilmi ini adalah perkara yang jelas.

فَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمۡ زَيۡغٞ

Adapun orang-orang yang di dalam hatinya ada penyimpangan, memang di dalam hatinya ada penyakit, ketika dia mendapatkan ayat-ayat yang mutasyabihat, yang samar maknanya yang bisa diseret ke makna yang dia inginkan,

فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَٰبَهَ

Maka dia atau mereka mengikuti apa yang samar dari ayat-ayat tersebut.

Jadi yang bisa mereka bawa kepada makna yang bathil sesuai dengan keinginan mereka, itulah ayat yang mereka dengung-dengungkan, ayat yang mereka gembor-gemborkan, karena itu sesuai dengan keyakinan yang bathil yang ada pada dirinya.

ٱبۡتِغَآءَ ٱلۡفِتۡنَةِ وَٱبۡتِغَآءَ تَأۡوِيلِهِ

Dia ingin mencari fitnah, menampakkan fitnah, mencari fitnah dan ingin mencari takwil yaitu ingin mencari hakikatnya.

Dan ini ciri-ciri orang yang di dalam dirinya ada penyakit, yaitu mencari ayat-ayat mutasyabih. Bagaimana dengan ayat-ayat yang jelas? Mereka tinggalkan, karena tidak sesuai dengan kebathilan mereka, tapi ayat yang samar yang bisa mereka bawa kepada kebathilan mereka, mereka pegang erat-erat. Dan itu yang disampaikan di majelis-majelis.

وفي الصحيح:

Di dalam hadits yang shahih:

إذا رأيتم الذين يتبعون ما تشابه منه فأولئك الذين سمى الله فاحذروهم

“Kalau engkau melihat orang-orang yang mengikuti ayat-ayat yang samar dari Al-Qur’an maka itulah yang Allah maksud di dalam Al-Qur’an ini, merekalah yang Allah maksud.”

فا حذروهم

“Maka hendaklah kalian berhati-hati dengan mereka.” Hadits ini shahih diriwayatkan oleh Bukhari dan juga Muslim di dalam shahih keduanya.

وقال تعالي:

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:

إِنَّ ٱلَّذِينَ فَرَّقُواْ دِينَهُمۡ وَكَانُواْ شِيَعٗا لَّسۡتَ مِنۡهُمۡ فِي شَيۡءٍۚ

“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka.” (QS. Al-An’am: 159)

إِنَّ ٱلَّذِينَ فَرَّقُواْ دِينَهُمۡ

“Sesungguhnya orang-orang yang mereka memisah-misah agamanya,”

Ada sebagian agama yang dia laksanakan dan ada sebagian aqidah misalnya di dalam agamanya yang dia tinggalkan. Ini namanya فَرَّقُواْ دِينَهُمۡ mereka memisah-misah agama, harusnya kita beragama Islam secara utuh, melaksanakan Islam secara sempurna. Bukan sebagian kita yakini sebagian yang lain kita tidak kita yakini.

وَكَانُواْ شِيَعٗا

Dan mereka berpecah-belah akibat mereka tidak utuh di dalam berpegang teguh dengan agama.

لَّسۡتَ مِنۡهُمۡ فِي شَيۡءٍۚ

Engkau bukan termasuk golongan mereka ini sedikitpun, karena Nabi ﷺ adalah orang yang kaaffah di dalam melaksanakan Islam. Adapun mereka, mereka memecah belah agamanya.

Ini menunjukkan tentang jeleknya mereka dan keutamaan kita mengikuti cara Nabi ﷺ, jangan kita membuat bid’ah di dalam agama.

و قال تعالى: وَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمۡ عَن سَبِيلِهِ

“Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya,” (QS. Al-An’am: 153)

Dan jangan kalian mengikuti jalan-jalan, yaitu jalan-jalan orang-orang yang memecah belah agamanya, sehingga kalau kalian mengikuti mereka, karena mereka melakukan bid’ah, dan bid’ah ini kembali kepada akal mereka masing-masing, sebagian menganggap itu baik dan sebagian yang lain menganggap yang ini lebih baik, sehingga mereka berpecah belah di dalam agamanya.

Mengikuti jalan-jalan tersebut akhirnya adalah perpecahan. Bagaimana cara bersatunya? Ya mengikuti jalan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam. Mereka ahlul bid’ah seringnya mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat.

Misalnya ketika Allah mengatakan:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ ذِكْرًۭا كَثِيرًۭا

“Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian mengingat Allah dengan ingatan yang banyak.” (QS Al-Ahzab: 41)

Kemudian mereka mengatakan, “Nah, di sini kan Allah menyuruh kita untuk berdzikir dengan dzikir jama’i” karena di sini ٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ hendaklah kalian mengingat Allah. Ini bukan satu orang tetapi semuanya berarti banyak. Berarti dzikir kepada Allah adalah dengan bersama-sama.

Ini namanya mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat, padahal kalau kita kembali kepada ayat-ayat yang lain dan kembali kepada sunnah Nabi ﷺ, menunjukkan bahwasanya yang namanya dzikir itu asalnya adalah dengan تَضَرُّعًۭا وَخُفْيَةًۭ; dengan tadharru’ mendekatkan diri kepada Allah dan juga dengan disembunyikan.

Di dalam hadits Nabi ﷺ mengatakan:

اربعوا على أنفسكم

“Hendaklah kalian menyayangi diri kalian sendiri.”

Karena mereka berdzikir dengan suara yang keras.

إنكم لا تدعون أصم ولا غائبا إنكم تدعون سميعا قريبا

“Kalian ini tidak berdo’a kepada sesuatu yang Dzat yang tuli dan jauh dari kalian yang ghaib, tapi kalian sedang berdo’a kepada Dzat yang Maha Mendengar dan Maha Dekat.”

Kalau kita kembali ke sana kita tahu bahwasanya dzikir ini asalnya dengan pelan-pelan dan bukan dengan berjama’ah, ketika Allah mengatakan ٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ bukan berarti kita disyari’atkan dzikir jama’i, tidak!

Maksudnya adalah masing-masing dari kita berdzikir, semuanya berdzikir kepada Allah, bukan hanya satu atau dua orang, semua orang-orang yang beriman disuruh dan diperintahkan untuk berdzikir kepada Allah dengan dzikir yang banyak.

Kemudian beliau mengatakan:

فأهم علامات أهل الزيغ

Maka tanda yang paling penting bagi orang yang menyimpang:

١) الفرقة التي نبه الله عليها في قوله : {إِنَّ ٱلَّذِينَ فَرَّقُواْ دِينَهُمۡ وَكَانُواْ شِيَعٗا لَّسۡتَ مِنۡهُمۡ فِي شَيۡءٍۚ} 1)

Mereka ini memecah belah agamanya sendiri sebagaimana firman Allah yang Allah ingatkan di dalam firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka berkelompok-kelompok.” (QS. Al-An’am: 159)

Kalau berbeda pemahaman akhirnya berkelompok-kelompok, kalau sama pemahamannya bersatu di atas Nabi ﷺ. Di atas cara Nabi ﷺ.

٢) اتباع المتشابه:

2) Mereka mengikuti ayat-ayat yang samar, sebagaimana dalam ayat:

فَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِى قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَـٰبَهَ

“Orang yang di dalam hatinya ada penyakit, ada penyimpangan maka dia mengikuti apa yang samar.” (QS. Ali-’Imran: 7)

٣) اتباع الهوى:

3) Mereka mengikuti hawa nafsunya,

فَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمۡ زَيۡغ (QS. Ali-’Imran: 7)

Dalam ayat yang lain,

أَرَءَيۡتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ

“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya.” (QS. Al-Furqan: 43)

Adapun orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit, berarti mereka mengikuti hawa nafsunya, yang sesuai dengan, yang cocok dengan kebathilan dia bukan mengikuti dalil. Apa yang cocok untuk kebathilan dia dari ayat-ayat tersebut, dia nampakkan, dia ikuti itu, tapi ayat-ayat yang tidak cocok mereka tinggalkan.

Dan Allah mengatakan, “Apa pendapatmu terhadap orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhan?” Menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhan, harusnya seseorang mengikuti Allah dan mengikuti syariat Allah, bukan mengikuti hawa nafsunya. Ciri ahlul bid’ah mereka mengikut hawa nafsunya.

٤) معارضة السنة بالقرآن

4) Di antara ciri mereka, itu menabrakkan antara Hadits dengan Al-Qur’an.

Adapun Ahlus Sunnah, mereka yakin bahwasanya Al-Qur’an dan Hadits yang shahih tidak mungkin saling bertentangan satu dengan yang lain karena dua-duanya adalah berasal dari Allah.

وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ ٱللَّهِ لَوَجَدُوا۟ فِيهِ ٱخْتِلَـٰفًۭا كَثِيرًا

“Kalau itu dari selain Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di dalamnya perselisihan yang banyak.” (QS. An-Nisa: 82)

٥) بغض أهل الأثر

5) Di antara ciri ahlul bid’ah adalah mereka membenci orang-orang yang mengikuti atsar yaitu mengikuti sunnah Nabi ﷺ.

Bencinya bukan main terhadap Ahlus Sunnah wal Jama’ah, di mana-mana yang menunjukkan kebencian dia, di mana-mana yang dia bicarakan adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, As-Salafiyyin atau mereka namakan dengan Wahabiyyin. Karena kebencian mereka terhadap orang-orang yang berusaha untuk mengikuti Rasulullah ﷺ dan juga para sahabat dengan pemahaman yang benar

٦) إطلاق الألقاب السيئة على أهل السنة

6) Mereka biasa menyematkan gelar-gelar yang tidak baik kepada Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Dikatakan; Mujasimmah, Mussabihah, Wahabiyyin dan seterusnya, ingin menjauhkan manusia dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Itu keinginan mereka tetapi Allah ﷻ menginginkan untuk menampakkan dan terus ada di sana segolongan umat ini yang berada di atas kebenaran.

٧) ترك انتحال مذهب السلف

7) Mereka tidak mau menisbahkan diri mereka kepada Salaf.

Tidak mau menisbahkan diri mereka kepada Salaf dan benci dengan orang-orang yang menisbahkan dirinya kepada Salaf

٨) تكفير مخالفيهم بغير دليل

8) Mengkafirkan orang yang menyelisihi mereka tanpa dalil.

Ini ciri أهل الزيغ و بدا sedikit orang lain menyelisihi mereka yang ada adalah takfir, pengkafiran, mengeluarkan mereka dari agama Islam

٩) الإجمال في مواضع تحتاج إلى تفصيل و بيان و القياس على ما لا يصح القياس عليه

9) Di antara ciri mereka, itu mengglobalkan perkara-perkara yang sebenarnya perlu penjelasan, secara global.

Seperti tadi misalnya:

ٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ ذِكْرًۭا كَثِيرًۭا

Secara global ini kan menunjukkan bahwasanya boleh kita berdzikir secara bersama-sama padahal di sana ada perincian maksudnya apa bersama-sama ini? Maksudnya semuanya mereka berdzikir dan tidak harus dipimpin oleh satu orang.

و القياس على ما لا يصح القياس عليه

Mereka mengqiyaskan sesuatu yang tidak boleh diqiyaskan.

قال تعالى إمام أحمد:

Berkata Imam Ahmad rahimahullah:

ينبغي للمتكلم في الفقه أن يجتنب هذين الأصلين المجمل و القياس

“Sepantasnya bagi orang yang berbicara tentang masalah fiqih untuk menjauhi dua perkara ini, yaitu suka mengglobalkan, menggunakan dalil-dalil yang global, kemudian yang kedua adalah mengqiyaskan yaitu qiyas tidak pada tempatnya yaitu qiyas yang rusak.”

وقال أيضا: أكثرما يخطئ الناس من جهة التأويل و القياس

Beliau juga mengatakan: “Kebanyakan kesalahan manusia adalah ketika dia mentakwil dan juga mengqiyaskan.”

قلت: ما ذكره الإمام أحمد – رحمه الله – من التحذير من هذين الأصلين في الفقه دليل على أنه في باب العقيدة يكون تجنب ذلك أولى و أحرى

Syaikh mengatakan di sini apa yang disebutkan oleh Imam Ahmad berupa larangan dan kehati-hatian dari dua perkara ini di dalam masalah fiqih, yaitu masalah mengglobalkan dan juga mengqiyaskan. Kalau itu adalah harus kita waspadai dalam masalah fiqih, maka ini menunjukkan bahwasanya dalam masalah aqidah kita juga harus lebih berhati-hati lagi.

Menjauhi yang demikian itu lebih, kita harus lebih berhati-hati dari mengqiyaskan di dalam masalah aqidah, karena mereka ahlul bid’ah banyak di antara mereka yang menggunakan dalil qiyas ini dalam masalah aqidah. Dalam masalah ibadah maupun masalah aqidah, maka ini perkara yang sangat berbahaya dan bisa menyebabkan seseorang masuk ke dalam penyimpangan, dan mungkin contohnya, ketika mereka berdalil dengan firman Allah Azza wa Jalla.

وَلَا تَقُولُوا۟ لِمَن يُقْتَلُ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمْوَٰتٌۢ ۚ بَلْ أَحْيَآءٌۭ وَلَـٰكِن لَّا تَشْعُرُونَ

“Jangan kalian mengatakan bahwasanya orang-orang yang meninggal di jalan Allah mereka dalam keadaan mati bahkan mereka adalah hidup akan tetapi kalian tidak merasakan apa yang terjadi.” (QS. Al-Baqarah: 154)

Kemudian mereka mengatakan: “Kalau mereka hidup, berarti boleh kita berdo’a kepada mereka, berarti mereka mendengar apa yang kita ucapkan.” Ini qiyas mereka, ini pemahaman mereka terhadap ayat ini.

Padahal kalau kita memahami dengan benar, maka kita akan mengerti bahwasanya hidupnya mereka ini adalah kehidupan yang lain dengan kehidupan kita di dunia, mereka berada di alam barzah sedangkan kita berada di alam dunia. Tidak bisa diqiyaskan, ini adalah kehidupan barzah dan ini adalah kehidupan dunia.

Dan tidak lazim orang yang hidup kemudian dia bisa mendengar. Kita di dunia banyak orang yang tuli dan kita yakin dia hidup tetapi dia tidak mendengar apa yang kita ucapkan. Atau bahkan ada orang yang mendengar, dia berada di kota yang lain dan kita disini, dan dia tidak mendengar apa yang kita ucapkan padahal dia sama-sama hidup dan sama-sama dia adalah orang yang mendengar tetapi dia tidak mendengar apa yang kita ucapkan.

Jadi tidak ada kelaziman orang yang hidup kemudian dia mendengar, seandainya mereka hidup di alam barzah maka tidak bisa kita katakan bahwasanya mereka mendengar apa yang kita ucapkan. Mereka berada di alam yang lain dan kita berada di alam yang lain.

Dan Allah mengatakan:

إِن تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا۟ دُعَآءَكُمْ

“Kalau kalian berdo’a kepada mereka, mereka tidak mendengar.” (QS Fathir: 14)

Menunjukkan bahwasanya mereka tidak mendengar apa yang kita ucapkan.

والله تعالى أعلم

Mungkin itu yang bisa kita sampaikan pada kesempatan kali ini, In syaa Allah kita lanjutkan, dan diharapkan kesabaran antum semuanya.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top