🌍 BimbinganIslam.com
👤 Riki Kaptamto, Lc
📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi’ al Akhbār
(Mutiara Hikmah Penyejuk Hati, Syarah 99 Hadits Pilihan)
📝 Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa’dī
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد
Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.
Ini adalah halaqah kita yang ke-27 dalam mengkaji kitāb: بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil abrār wa Quratu ‘uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi’ al Akhyār), yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa’dī rahimahullāh.
Kita masih melanjutkan pembahasan hadīts ke-25, pada poin berikutnya, yaitu:
⑶ Pembahasan berikutnya adalah tentang sabda Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“Shalātlah sebagaimana kalian melihat aku shalāt.”
Di dalam ucapan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam tersebut, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengajarkan kepada kita tata cara shalāt.
Dimana Beliau (shallallāhu ‘alayhi wa sallam) mengajarkan shalāt dengan menggabungkan antara perintah dan contoh yang beliau lakukan sendiri.
Sehingga orang yang akan mengerjakan shalāt harus sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam (mencontoh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam), baik itu gerakan maupun bacaan shalāt.
Tentunya dari gerakan atau bacaan shalāt tersebut ada yang sifatnya wajib maupun mustahab.
Oleh karena itu Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa’dī rahimahullāh menyebutkan bahwa segala yang dilakukan atau diucapkan oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam ketika Beliau shalāt atau ketika Beliau mengajarkan shalāt maka semua itu masuk di dalam makna hadīts:
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“Shalātlah sebagaimana kalian melihat aku shalāt).”
Baik itu perintah yang sifatnya wajib atau mustahab.
Rukun shalāt adalah perkataan (bacaan) atau gerakan yang akan membentuk hakikat shalāt yang tidak boleh ditinggalkan ketika shalāt, baik karena lupa atau karena tidak tahu atau bahkan dengan sengaja. Dimana jika rukun shalāt ditinggalkan maka shalātnya tidak sah.
Dan yang termasuk rukun shalāt di antaranya adalah:
√ Takbiratul ihram (mengucapkan Allāhu akbar) ketika pertama kali akan memulai shalāt.
√ Membaca Al Fātihah (secara berurutan di setiap raka’at).
√ Tasyahud akhir dan ucapan salam ketika selesai shalāt.
Adapun yang bentuknya gerakan, seperti:
√ Berdiri
√ Rukuk
√ Sujud
√ Duduk di antara dua sujud
√ Duduk pada tasyahud akhir
Adapun sesuatu yang apabila ditinggalkan karena lupa dan cukup diganti dengan sujud sahwi dan tidak sampai membatalkan shalāt maka ini di istilahkan sebagai kewajiban-kewajiban dalam shalāt.
Termasuk kewajiban shalāt adalah:
√ Tasyahud awal
√ Duduk untuk tasyahud awal.
√ Takbiratul intiqal ketika berpindah gerakan mengucapkan Allāhu akbar, maka itu beliau sebutkan termasuk kewajiban shalāt yang apabila lupa cukup diganti dengan sujud sahwi.
√ Bacaan: سمع الله لمن حمده (Allāh memdengar orang yang memuji-Nya).
√ Bacaan rukuk, sujud dan ketika duduk di antara dua sujud (beliau sebutkan di sini termasuk kewajiban shalāt).
Kemudian ada kategori ketiga di dalam gerakan-gerakan shalāt yang sifatnya atau hukumnya adalah sekedar sebagai penyempurna shalāt.
Dan hukumnya adalah mustahab, apabila seorang melakukannya maka shalātnya menjadi sempurna dan apabila ditinggalkan maka tidak mempengaruhi sah shalātnya (karena hukumnya mustahab).
Jadi, selain gerakan-gerakan yang tadi disebutkan pada rukun dan kewajiban shalāt maka ia masuk dalam kategori penyempurna atau mustahabah atau sebagian menyebutkan sebagai sunnah-sunnah shalāt.
Maka semua itu baik yang sifatnya rukun, wajib dan sunnah masuk dalam konteks hadīts Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam ini:
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“Shalātlah sebagaimana kalian melihat aku shalāt).”
Sehingga ketika seorang mengerjakan shalāt dia harus mengerjakannya sebagaimana Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengerjakan, baik itu rukun shalāt, kewajiban shalāt maupun sunnah-sunnah shalāt.
Termasuk juga di dalam konteks perintah tersebut: صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي , adalah hal-hal dimana Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam memerintahkan untuk meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat ketika sedang shalāt, seperti tertawa ataupun berbicara atau banyak bergerak tanpa adanya suatu kebutuhan yang mengharuskan dia untuk melakukan gerakan selain gerakan shalāt. Maka hal-hal tersebut juga harus ditinggalkan.
Karena shalāt tidaklah sempurna kecuali telah terpenuhi syarat, rukun, dan kewajiban shalāt serta meninggalkan hal-hal yang membatalkan shalāt.
Sehingga seorang yang ingin melakukan shalāt harus mempelajari tentang bagaimana gerakan shalāt dan bacaan shalāt yang dilakukan oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Di sini Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa’dī rahimahullāh sedikit menjelaskan tentang tata cara shalāt.
√ Beliau sebutkan pertama kali ketika seorang akan melakukan shalāt dia harus menyempurnakan syarat-syarat shalāt, seperti melakukan thahārah kemudian menutup auratnya dan menghadap qiblat.
√ Apabila telah terpenuhi syarat-syarat tersebut, kemudian dia berniat di dalam hatinya untuk melakukan shalāt dan dia mengucapkan takbiratul ihram (Allāhu akbar) sambil mengangkat kedua tangannya sejajar dengan bahunya.
√ Lalu dia membaca do’a istiftah kemudian membaca ta’awudz dan dilanjutkan dengan membaca surat Al Fātihah yang dimulai dengan بسم اللّه الرحمن الرحيم.
√ Setelah selesai membaca surat Al Fātihah, kemudian membaca surat lain yang ada di dalam Al Qur’ān.
√ Setelah selesai kemudian dia melakukan rukuk dengan mengucapkan, “Allāhu akbar,” seraya mengangkat kedua tangannya.
√ Kemudian turun untuk melakukan rukuk, ketika rukuk dia mengucapkan bacaan:
سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ
“Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung.”
⇒ Minimal dibaca satu kali.
√ Setelah selesai rukuk kemudian dia mengangkat lagi kepalanya dengan mengucapkan:
سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ
“Semoga Allāh mendengar pujian orang yang memuji-Nya.”
رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ، حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ
‘Wahai Rabb kami, bagi-Mu segala puji. Pujian yang banyak, yang baik, yang diberkahi di dalamnya.”
Sambil mengangkat kedua tangannya sejajar dengan bahunya.
√ Setelah itu baru kemudian dia berpindah ke sujud dengan mengucapkan takbir (“Allāhu akbar”) tanpa mengangkat kedua tanganya.
Karena posisi mengangkat kedua tangan ada pada posisi takbiratul ihram, pada saat akan rukuk kemudian bangun dari rukuk dan bangun dari tasyahud awal, adapun selebihnya tidak perlu mengangkat kedua tangan.
Ketika posisi sujud seorang harus menempelkan 7 (tujuh) anggota tubuhnya ke tanah atau ke bumi tempat dia shalāt.
Tujuh anggota tubuh itu adalah:
⑴ Kedua telapak jari-jari kakinya.
⑵ Kedua lututnya.
⑶ Kedua telapak. tangannya
⑷ Dahi bersamaan dengan hidung.
Dia tempelkan tujuh anggota badan itu ke tempat sujudnya kemudian dia renggangkan kedua lengannya dari tubuhnya.
Ketika posisi sujud membaca:
سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى
“Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi (dari segala kekurangan dan hal yang tidak layak).”
⇒ Minimal dibaca satu kali.
√ Kemudian dia mengangkat kepalanya untuk melakukan duduk diantara dua sujud, dengan cara duduk di atas telapak kaki kirinya dan menegakkan telapak kaki kanannya seraya membaca:
رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاجْبُرْنِي، وَارْفَعْنِي، وَارْزُقْنِي، وَاهْدِنِي
“Yā Allāh, ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupilah aku, angkatlah derajatku, berilah aku rezeki dan tunjukilah aku.”
⇒ Tata cara duduk seperti itu dinamakan duduk iftirosy.
√ Setelah itu dia lakukan sujud lagi sebagaimana sujud yang pertama. Setelah selesai sujud dia mengangkat kepalanya untuk berdiri dengan bertakbir lalu melakukan raka’at kedua.
Raka’at kedua dilakukan sebagaimana raka’at pertama.
√ Setelah dia sampai pada tasyahud awal dia duduk dengan cara iftirosy dan membaca doa tasyahud:
اَلتَّحِيَّاتُ لِلَّهِ، وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ، اَلسَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، اَلسَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
“Segala penghormatan hanya milik Allāh, begitu juga shalawat dan kebaikan. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepadamu wahai Nabi, begitu juga rahmat Allāh dan berkah-Nya. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada kami dan hamba-hamba Allāh yang shālih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allāh, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”
√ Setelah selesai dia bertakbir untuk bangun ke raka’at ketiga dan pada posisi bangun dari raka’at yang ketiga, dia dianjurkan untuk mengangkat kedua tangannya sejajar dengan bahunya.
√ Setelah itu dia membaca surat Al Fātihah saja, (pada raka’at ketiga dan keempat) tanpa dilanjutkan dengan surat yang lain.
√ Setelah sampai pada tasyahhud akhir maka dia lakukan dengan cara duduk tawarruk yaitu duduk dengan cara mengeluarkan kaki kirinya dari bawah betis kanannya atau dari sisi kanannya, dan dia mendudukkan pantatnya di atas bumi (tidak duduk di atas telapak kaki kirinya lagi).
Kemudian membaca bacaan tasyahhud (seperti bacaan tasyahhud pertama) dan di lanjutkan bacaan tasyahhudnya dengan mengucapkan shalawat Ibrāhīmiyyah:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
“Yā Allāh, berikanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat kepada Ibrāhīm dan keluarga Ibrāhīm. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia. Yā Allāh, berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad (termasuk anak dan istri atau umatnya), sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrāhīm dan keluarga Ibrāhīm. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia.”
Kemudian dilanjutkan dengan do’a:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ
“Yā Allāh, Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, siksa neraka Jahanam, fitnah kehidupan dan setelah mati, serta dari kejahatan fitnah Al masih Dajjal.”
Setelah itu boleh dilanjutkan dengan doa lain, yang dia inginkan.
√ Setelah selesai berdo’a kemudian mengucapkan salam dan menoleh ke kanan dan ke kiri, mengucapkan:
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
“Semoga keselamatan atas kalian, demikian juga rahmat Allāh dan berkah-Nya.”
Demikian gambaran singkat bagaimana tata cara shalāt yang dilakukan (dicontohkan) oleh Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
Demikian yang bisa dibahas pada halaqah kali ini, in syā Allāh kita lanjutkan lagi pada hadīts berikutnya pada halaqah yang akan datang.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته