🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abu Syuja
📝 Ahmad bin Al-Husain bin Ahmad Al-Asfahāniy (Imam Abū Syujā’)
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد
Para shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, kita lanjutkan halaqoh yang ke-54 dan kita masuk pada fasal tentang Shalāt Berjama’ah Bagian ke-4
قال المصنف:
Berkata penulis rahimahullāh :
((وأي موضع صلى في المسجد بصلاة الإمام فيه وهو عالم بصلاته أجزئه ما لم يتقدم عليه))
“Ditempat mana saja seseorang shalāt di masjid dengan mengikuti shalāt Imām didalam masjid tersebut dan dia mengetahui shalāt Imām, maka shalātnya sah selama tidak berada didepan Imām”
Kita masuk pada pembahasan yang lain yaitu tentang posisi makmum dan Imām
Ada dua gambaran yang disebutkan oleh penulis,
⑴ Bahwasanya Imām dan ma’mum berada didalam masjid.
Atau kita dapat disimpulkan dengan judul masalah bagaimana “Hukum shalāt ma’mum sendirian dibelakang shaf (tidak menyambung shaf)” dalam arti masih didalam masjid akan tetapi ma’mum tersebut tidak bersama ma’mum yang lainnya di dalam shaf atau ma’mum tersebut berada berjauhan dari Imām namun masih didalam masjid.
⇛Pendapat Hanābilah dalam masalah ini hukum shalātnya tidak sah.
Beliau berdalil dengan hadīts hasan yang diriwayatkan oleh Imām Ahmad
عن علي بن شيبان – رضي الله عنه – أن النبي صلى الله عليه وسلم رأى رجلاً يصلي خلف الصف ، فلما انصرف قال له النبي صلي الله عليه وسلم : ( استقبل صلاتك,فإنه لا صلاة لمنفرد خلف الصف) ، وهو حديث حسن
“Dari Ali bin Syaiban Radhiyallāhu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallāhu ‘alayhi wa sallam melihat seseorang yang shalāt dibelakang shaf, tatkala orang itu sudah selesai maka Nabi pun berkata kepadanya “Ulangi shalātmu, karena tidak ada shalāt bagi seorang munfarid (shalāt sendirian) dibelakang shaf”
⇛Maksudnya tidak ada shalāt disini adalah tidak sah shalāt seseorang yang munfarid dibelakang shaf shalāt orang-orang.
⇛Disana ada pendapat Jumhur mayoritas ulamā bahwasanya shalātnya sah namun hal ini makruh.
Ini adalah pendapat Hanafiyyah Mālikiyyah dan Syāfi’iyah
Sebagaimana disebutkan penulis dalam masalah ini, maka sah shalāt seorang ma’mum dimana pun dia berada selama dia shalāt didalam masjid dengan 2 syarat.
Dua syarat itu adalah :
· Syarat Pertama | Ma’mun tersebut mengetahui shalāt Imām
Maksudnya mengetahui shalāt Imām adalah :
√ Apakah dengan melihat Imām secara langsung
√ Apakah melihat shaf ma’mum lainnya atau sebagian shaf ma’mum lainnya
√ Apakah mendengar suara, walaupun posisi orang tersebut tertutup dengan penutup atau ada pembatas baik berada diatas atau dibawah, dan walaupun tidak bersambung shafnya, selama berada didalam masjid dan mengetahui pergerakan-pergerakan (perpindahan shalāt Imām) maka sah shalātnya.
⇛Namun sebagian berpendapat bahwasanya orang ini walaupun sah shalātnya tidak mendapatkan pahala shalāt berjama’ah.
· Syarat yang kedua | Tidak berada didepan Imam.
Hukum shalāt ma’mum yang berada didepan Imām menurut mayoritas ulamā dari kalangan Hanafiyyah Syāfi’iyah dan Hanābilah adalah shalāt nya tidak sah secara mutlak, baik ada udzur atau tidak ada udzur.
قال المصنف:
Berkata penulis rahimahullāh :
((وإن صلى الإمام في المسجد والمأموم خارج المسجد قريبا منه وهو عالم بصلاته ولا حائل هناك جاز)) وحد القرب بينهما ثلاث مائة ذراع تقريبا
“Jika Imām shalāt di masjid dan dia(ma’mum) shalāt diluar masjid dan ma’mum itu dekat dengan Imām serta ma’mum tersebut mengetahui shalāt Imām dan tidak ada penghalang antara dia dengan Imām maka sah”.
Kata beliau, dan batasan dekatnya adalah 300 dzira’ antara keduanya (kira-kira 144 m)
Disini ada perbedaan teks matan yang disebutkan disana ada yang menyebutkan kondisi yang kedua dan ada yang menyebutkan kondisi ketiga.
Apa itu kondisi kedua dan ketiga? Kita akan ringkaskan dalam penjelasan berikut ini.
*Kondisi yang kedua*
Yang disebutkan didalam matan yang kita sebutkan sekarang bahwasanya Imām berada didalam masjid dan ma’mum berada diluar masjid
*Kondisi yang ketiga*
Kondisi yang ketiga yang disebutkan didalam matan yang lain, Imām dan ma’mum berada diluar masjid.
⇛Untuk keadaan atau kondisi kedua, Imām berada di dalam masjid dan ma’mum diluar masjid maka apabila tidak ada penghalang dan jaraknya sekitar 300 dzira’ atau 144 m, maka shalātnya sah dengan mengikuti Imām tersebut.
⇛Dengan melihat Imām secara langsung atau melihat sebagian shaf dari ma’mum, selama dia mengetahui pergerakan Imām atau perpindahan Imām secara langsung tidak ada pembatas maka shalātnya sah.
⇛Keadaan ketiga, Imam dan ma’mum berada diluar masjid.
Maka disini dipersyaratkan sama al ‘ilmu (mengetahui) yaitu dengan melihat pergerakan Imām atau perpindahan gerak Imām dengan melihat Imām atau melihat sebagian shafnya tanpa penghalang dengan jarak maksimal 300 dzira’ atau sekitar 144 m.
⇛Ini adalah tafria’at atau pengembangan masalah atau perluasan masalah bagi yang berpendapat bahwa shalāt ma’mum sendirian dibelakang imam adalah sah.
Bagi yang memandang itu tidak sah, maka seluruh keadaan ini adalah tidak sah.
Demikian, semoga bermanfaat
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Waakhiru dakwah ana walhamdulillah
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
____________________________