Home > Bimbingan Islam > Sirah Nabawiyyah > Bab 09 | Usaha Kaum Musyrikin Quraisy Dalam Menghalangi Dakwah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam (Bag. 1 dari 6)

Bab 09 | Usaha Kaum Musyrikin Quraisy Dalam Menghalangi Dakwah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam (Bag. 1 dari 6)

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Sirah Nabawiyyah
~~~~~~~

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
​​​الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوانه

Para shahābat BiAS yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Pada pertemuan kemarin, kita telah membahas tentang dakwah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dengan dakwah sirriyah yang Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam lakukan selama 3 tahun (ada yang mengatakan 4 tahun).

Kemudian setelah itu, kita jelaskan juga bagaimana Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam berdakwah dengan dakwah jahriyah, dengan beliau naik di atas jabal Shafā kemudian menerangkan dan mengingatkan kepada orang-orang kāfir Quraisy dengan mengatakan:

فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ

“Sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatkan bagi kalian bahwa di hadapanku ada adzab yang pedih.”

(HR Bukhari nomor 4589, versi Fathul Bari nomor 4971)

==> “Sesungguhnya aku ingatkan kalian wahai orang-orang Quraisy, jika kalian tetap berada di atas keyakinan kalian maka akan datang adzāb yang pedih di hadapan kalian.”

Maka tatkala Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam mulai berdakwah dengan terang-terangan, tentunya orang-orang Quraisy melawan dan mulai menolak.

Awalnya ada seperti gerakan di kota Madīnah, mulai ada sebagian orang yang meninggalkan penyembahan terhadap berhala, mulai ada orang yang shalāt.

Orang-orang kāfir Quraisy tidak terlalu terusik tatkala itu, karena sebelumnya memang sudah ada dakwah-dakwah yang semisalnya.

Ada di kota Mekkah orang-orang yang di atas ajaran sisa-sisa ajaran Nabi Ibrāhīm ‘alayhissalām.

Seperti:

√ Umayyah bin Abī Shalt (أمية بن أبي الصلت)
√ Zayd bin ‘Amr (زيد بن عمرو)
√ Naufal bin Nufail (نوفل بن نفيل)
√ Waraqah bin Naufal (ورقة بن نوفل)

Mereka adalah orang-orang yang tetap di atas tauhīd.

Orang-orang kāfir Quraisy menyangka bahwasanya dakwah Nabi sebagaimana dakwah orang-orang tersebut yang muncul kemudian hilang, muncul kemudian hilang.

Ternyata tidak, dakwah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam terus menerus mulai berkembang.

Terlebih lagi setelah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam berdakwah dengan dakwah terang-terangan.

Kemudian mulai membicarakan tentang sesembahan – sesembahan mereka. Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam mulai berbicara tentang tauhīd dan melarang mereka untuk melakukan kesyirikan.

Kalau seandainya Nabi bertauhīd sendirian dan tidak mengusik mereka maka tidak menjadi masalah, tetapi tatkala Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam menyuruh mereka untuk meninggalkan kesyirikan dan mengatakan mereka telah bersalah dan mengatakan nenek moyang mereka telah bersalah maka ini mengusik urusan pribadi mereka. Mulailah mereka menolak dakwah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Para ulamā menyebutkan sebab-sebab orang-orang kāfir Quraisy menolak dakwah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Di antaranya mereka menolak dakwah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, karena pertimbangan duniawi.

Kenapa?

⑴ Ka’bah kota Mekkah merupakan pusat peribadatan.

Orang-orang datang semua ke kota Mekkah untuk melakukan kesyirikan. Mereka thawāf dan haji, namun mereka juga berharap terhadap patung-patung yang ada di Mekkah.

Datang berbagai macam kabilah untuk meminta permintaan kepada patung-patung tersebut.

Kita tahu banyak patung (360 patung) di Ka’bah, masing-masing patung mempunyai fungsi sendiri.

Mungkin kalau ingin meminta rizqi minta kepada patung ini, ingin minta jodoh minta kepada patung ini.

Dan ini kalau dihilangkan, bagaimana orang-orang akan datang ke kota Mekkah, jadi ada pertimbangan masalah duniawi.

⑵ Mekkah merupakan pusat perdagangan.

Orang-orang datang ke situ, akhirnya banyak terjadi perdagangan. Kalau seandainya patung-patung dibersihkan sehingga orang-orang menjauh dari kota Mekkah, maka perdagangan di kota Mekkah akan menjadi lambat atau menjadi terhalang.

Ini di antara pertimbangan duniawi.

Namun di antara perkara yang membuat mereka tidak mau meninggalkan ajaran mereka adalah karena taqlīd terhadap nenek moyang mereka.

Sebagaimana Allāh Subhānahu wa Ta’āla menyebutkan perkataan orang-orang kāfir Quraisy, mereka berkata:

قَالُوٓا۟ إِنَّا وَجَدْنَآ ءَابَآءَنَا عَلَىٰٓ أُمَّةٍۢ وَإِنَّا عَلَىٰٓ ءَاثَـٰرِهِم مُّهْتَدُونَ

Mereka berkata, “Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami di atas suatu tradisi dan sesungguhnya kami hanya mengikuti tradisi mereka, kami mendapat petunjuk dengan mengikuti tradisi mereka”

(QS Az Zukhruf: 22)

Kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla:

وَكَذَلِكَ مَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ

Dan demikianlah, tidaklah Kami mengutus sebelum engkau wahai Muhammad, pada setiap negeri dari rasūl yang memberi peringatan, kecuali orang-orang yang hidup mewah di antara mereka berkata, “Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami berada di atas agama ini dan sesungguhnya kami hanya mengikuti ajaran mereka.”

(QS Az Zukhruf: 23)

Ini adalah perkara yang sangat berat yang menjadikan mereka tidak mau meninggalkan kesyirikan mereka, karena ini sudah ratusan tahun mereka demikian.

Oleh karenanya:

إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا تَعْبُدُونَ * قَالُوا نَعْبُدُ أَصْنَاماً فَنَظَلُّ لَهَا عَاكِفِينَ * قَالَ هَلْ يَسْمَعُونَكُمْ إِذْ تَدْعُونَ * أَوْ يَنفَعُونَكُمْ أَوْ يَضُرُّونَ* قالوا بَلْ وَجَدْنَا آبَاءنَا كَذَلِكَ يَفْعَلُونَ *

Ketika Nabi Ibrāhīm ‘alayhissalām berkata kepada kaumnya, “Apa yang kamu sembah?”

Mereka menjawab: “Kami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya (kami akan terus i’tikaf di patung-patung ini).”

Kemudian nabi Ibrāhīm berkata, “Apakah mereka mendengarmu ketika kamu berdo’a kepadanya?” “Ataukah patung-patung tersebut memberi manfaat kepada kalian atau memberi kemudharatan kepada kalian?”

Kata mereka: “Demikianlah kami mendapati nenek moyang kami demikian cara ibadahnya.”

(QS Asy Syu’arā’: 70-74)

Antum bayangkan orang-orang kāfir Quraisy ratusan tahun di atas kesyirikan, dari sejak pemerintahan banī Khuzā’ah. Kerusakan telah dilakukan oleh ‘Amr bin Khuza’i (yang pertama kali melakukan kesyirikan ke Jazirah Arab), terus berlanjut ratusan tahun sampai di zaman Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

⇒ Tradisi nenek moyang yang sulit untuk mereka tinggalkan.

Oleh karenanya Abū Thālib paman nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, yang selama ini selalu membela dakwah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, meninggal dunia dalam kesyirikan.

√ Apa yang membuat dia tidak mau bertauhīd?
√ Apa yang membuat dia tidak mau masuk Islām?
√ Kenapa dia tetap berada di atas kesyirikan?

Tatkala itu Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam mendatangi Abū Thālib dalam keadaan sakaratul maut (akan meninggal dunia), maka Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan:

قُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ

“(Wahai pamanku) ucapkanlah ‘Lā ilāha illallāh, suatu kalimat yang aku akan bela engkau di hadapan Allāh.”

(HR Bukhari nomor 6187, versi Fathul Bari nomor 6681)

Abū Jahal ketika iti mengucapkan satu kalimat saja, cukup untuk membuat Abū Thālib bungkam.

Kata Abū Jahal, “Wahai Abū Thālib , apakah kau benci dengan agama bapakmu?” Abū Jahal mengingatkan kepada tradisi.

Abū Thālib tidak berani bertauhīd, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam ulangi lagi, “Wahai pamanku, ucapkanlah ‘Lā ilāha illallāh satu kalimat yang aku akan bela engkau di hadapan Allāh.”

Abū Jahal tinggal mengatakan, “Apakah kau benci dengan agama nenek moyangmu?”

Abū Jahal tidak banyak bicara, dia hanya mengatakan, “Apakah engkau benci dengan agama nenek moyangmu ?”

Akhirnya Abū Thālib meninggal dunia dalam keadaan tidak mau mengucapkan kalimat, “Lā ilāha illallāh.”

⇒ Ini menunjukkan masalah tradisi.

Sebagaimana penjelasan Ibnul Qayyim rahimahullāh, beliau mengatakan:

“Tradisi merupakan penghalang besar orang untuk kembali kepada kebenaran.”

Hal ini berkaitan dengan tauhīd dan juga masalah yang lain.

Kita dapati di tanah air kita banyak tradisi yang berkaitan dengan (misalnya) acara walimah yang melanggar aturan-aturan Islām, cara menikah melanggar aturan-aturan Islām. Tetapi masyarakat tidak mau meninggalkan karena tradisi nenek moyang kita, susah untuk meninggalkan, “Masa kita menyelisihi masyarakat ?”

Oleh karenanya Abū Lahab tatkala menyerang dakwah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam dia mengatakan, “Tinggalkan hādzā shābi.”

Di antara julukan yang diberikan kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam adalah shābi’.

Shābi’ artinya adalah orang yang meninggalkan tradisi nenek moyang.

Abū Lahab, agar orang-orang menjauhi Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, maka dia ingatkan, “Ini Muhammad meninggalkan tradisi nenek moyang kita ratusan tahun,” maka digelari dengan shābi’.

Dia tidak menuduh dengan mengatakan Nabi orang gila atau majnun, tidak!

Abū Lahab cukup mengatakan, “hādzā shābi,” (dia adalah orang yang meninggalkan tradisi nenek moyang).

Oleh karenanya, saya katakan di antara penghalang yang membuat orang enggan untuk kembali kepada kebenaran adalah tradisi. Sudah bertahun-tahun (puluhan tahun) dia berada di atas tradisi tersebut sehingga untuk melepaskannya susah.

Karenanya orang-orang musyrikin Arab, mereka tidak mau meninggalkan tradisi ini.

Mereka mengatakan:

إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ

“Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami di atas suatu tradisi dan sesungguhnya kami hanya mengikuti tradisi mereka, kami mendapat petunjuk dengan mengikuti tradisi mereka.”

(QS Az Zukhruf: 22)

Apa masalahnya?

“Nenek moyang kami dulu bahagia, sekarang kita mau bahagia juga masalahnya, kenapa kau rubah-rubah juga cara beribadah kami.”

“Kita dahulu hidup aman-aman saja, kenapa kau bikin kerusakan?”

Demikianlah kata Imām Ibnul Qayyim rahimahullāh, bahwa antara penghalang yang paling besar yang menghalangi orang kembali kepada kebenaran adalah tradisi.

Kemudian, para ulamā juga menyebutkan di antara sebab kenapa orang-orang kāfir Quraisy sebagian mereka tidak mau berimān kepada Nabi, yaitu karena ta’ashub (fanatik) suku/kabilah, ta’ashub qabali.

Antum tahu musuh Nabi yang paling besar di kota Mekkah, siapa?

Musuh Nabi di kota Mekkah adalah Abū Jahal, yang digelari dengan “Fir’aun hādzihil ummāh” (Fir’aun ummat ini).

⇒ Abū Jahal namanya ‘Amr bin Hisyām bin Al Mughīrah Al Makhzūmī Al Kināni.

Abū Jahal dari banī Makhzūm, dari Kinānah, Quraisy juga. Dan dia yang paling gencar melawan dakwah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Bapaknya Hisyām, namanya ‘Amr bin Hisyām, adalah pemimpin kabilah banī Makhzūm.

Dan banī Makhzūm ini adalah kabilah musuhnya banu Abdul Manāf (sukunya nabi). Sama-sama Quraisy namun bersaing.

Oleh karenanya tatkala banī Abdul Manāf (Banī Hāsyim) berbuat kebaikan, memberi makan kepada jama’ah haji, mereka juga menyaingi. Tatkala mereka melakukan kebaikan, mereka juga menyaingi.

Abū Jahal namanya ‘Amr bin Hisyām. Laqabnya adalah Abul Hakam (seorang yang bijak), tetapi diganti menjadi Abū Jahal (bapak kebodohan).

Ada yang mengatakan yang menggelari dia adalah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, tapi tidak ada hadīts yang shahīh. Ada yang mengatakan bahwa yang menggelari dia adalah Al Walīd bin Al Mughīrah, Wallāhu a’lam bishawāb.

Yang jelas dia dikenal dalam buku-buku tarikh, dalam hadīts-hadīts dikatakan dengan Abū Jahal (bapak kebodohan).

Disebutkan oleh sebagian ahli sejarah atau sebagian ulamā dalam buku sirah mereka, mereka menyebutkan, kenapa Abū Jahal tidak mau berimān kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam. Dia (Abū Jahal) mengatakan:

√ Kita banī Makhzūm, kalau banu Abdul Manāf memberikan makan kita memberi makan.

√ Apabila mereka (banu Abdul Manāf) melakukan kebaikan kita harus menyaingi.

√ Mereka memiliki kedudukan yang tinggi, kita juga memiliki kedudukan yang tinggi, setiap mereka (banu Abdul Manāf) melakukan sesuatu kita bisa menyaingi.

Lantas sekarang muncul dari banī Abdi Manāf seorang yang mengaku sebagai Nabi, bagaimana kita mengaku sebagai Nabi ?

Untuk poin ini kita tidak bisa menyaingi, sehingga dia mengatakan, “Ya, sudah saya tidak akan berimān selama-selamanya,” kata Abū Jahal.

Jadi ada faktor fanatik kabilah (kesukuan) dan ini bahaya.

Oleh karenanya kita dapati bagaimana kaum muslimin hancur gara-gara fanatik suku, bagaimana Perancis masuk ke Aljazair kemudian menimbulkan fanatik golongan sehingga timbul Arab dibedakan dengan Barbar.

Sehingga fanatik akhirnya bermusuhan. Yang satu fanatik Arab, satu fanatik Barbar, akhirnya bermusuhan di antara mereka.

Ini di antara sebab-sebab yang menjadikan orang-orang Quraisy tidak mau berimān kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

Demikian saja.

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
وبالله التوفيق و الهداية
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

🖋Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
________

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top