Home > Bimbingan Islam > Sirah Nabawiyyah > Bab 01 | Asal Usul Nenek Moyang Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam (Bagian 8)

Bab 01 | Asal Usul Nenek Moyang Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam (Bagian 8)

🌍 BimbinganIslam.com
🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى
📗 Sirah Nabawiyyah
~~~~~~~

بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

إنَّ الـحَمْدَ لله نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ ونتوب إليه، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ،

أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه لا نبي بعده

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.

Ikhwani fillāh.

Mulailah Ismā’īl ‘alayhissalām kelaparan dan seperti kesakitan, sehingga Hajar tidak tega melihat anaknya.

Maka diapun berlari pergi ke bukit Shafa (yaitu bukit yang terdekat). Kemudian melihat ke kanan dan kiri adakah orang yang bisa dimintai tolong, dia berusaha.

Kemudian dia berlari ke Bukit Marwa dan melihat ke kanan dan ke kiri apakah adakah orang yang bisa dimintai bantuan, ternyata tidak ada.

Kemudian ke Shafa ke Marwah sampai akhirnya terakhir ke Marwah tiba-tiba mendengar suara.

Maka Hajar berkata:

“Apakah ada pertolongan dari kalian, wahai yang bersuara?”

Dan tidak ada jawaban. Ternyata malaikat datang menuju Nabi Ismā’īl ‘alayhissalām, kemudian memukulkan kaki/sayapnya ke dekat Ismā’īl ‘alayhissalām maka keluarlah air zam-zam.

Hajar tatkala melihat air zamzam dia begitu bahagia, maka dia segera turun mendekati Ismā’īl ‘alayhissalām sementara air zamzam keluar dengan deras. Maka Hajar segera membendung air tersebut, dibuat semacam danau agar tidak melebar.

Ini yang kata Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

رَحِمَ الله هَاجَرَ ، أَوْ أُمَّ إِسْمَاعِيلَ ، لَوْ تَرَكَتْهَا لَكَانَ عَيْنًامَعِينًا

“Semoga Allāh merahmati Hajar, ibunya Ismā’īl, seandainya dia biarkan air tersebut tidak dibendungnya maka akan menjadi sungai mengalir (di kota Mekkah).”

Karena saking bahagianya, dia tidak tahu sebanyaknya air ini sehingga dia berusaha menyelamatkan air tersebut, maka dia membendung air tersebut sehingga tidak menjadi sungai dan mengendap dalam lembah tersebut.

Sebagian ulama mengatakan:

“Itu rahmat Allāh Subhānahu wa Ta’āla tercampur dengan tangan manusia sehingga terbatas, seharusnya menjadi sungai yang mengalir di kota Mekkah.”

Ini semua sudah ditaqdirkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Maka tidak ada makanan lain selain air zamzam, akan tetapi air tersebut mengenyangkan, bisa mengeluarkan air susunya untuk menyusui Ismā’īl ‘alayhissalām.

Oleh karena itu disebutkan dalam hadits tatkala Abū Dzarr datang ke kota Mekkah mencari Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, dia takut bertanya dimana Nabi Muhammad. Maka dia datang dan menunggu di Masjidil Haram selama 1 bulan penuh. Tidak ada makanan dan minuman kecuali air zamzam.

Ketika telah 1 bulan, bertemu dengan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam. Maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menemukan ada bekas gemuk di perutnya maka Beliau bertanya:

“Apa yang engkau makan selama 1 bulan?”

Dia menjawab:

“Tidak ada makanan kecuali air zamzam.”

Maka Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menjawab:

إِنَّهَا مُبَارَكَةٌ إِنَّهَا طَعَامُ طُعْمٍ

“Air zamzam adalah air yang berbarakah, dia bisa mengenyangkan.”

(HR Muslim nomor 4520 versi Syarh Muslim nomor 2473)

Tambahan dalam riwayat Abu Daud:
وشفاء سقم

“Dan bisa menyembuhkan penyakit.”

Buktinya, Hajar tidak ada makanan lain tetapi bisa menyusui putranya Ismā’īl ‘alayhissalām.

Maka akhirnya menetaplah Hajar dengan Ismā’īl ‘alayhissalām di situ berlama-lama. Sampai akhirnya datanglah suku Jurhum dari negeri Yaman, datang melewati Mekkah. Mereka heran di daerah Ka’bah ada burung yang berputar-putar di atasnya. Mereka heran, “Setahu kami disini tidak ada air tapi kenapa ada burung berputar-putar.”

Maka mereka mengirim 2 orang ke sana untuk melihat kondisi, maka 2 orang pun pergi menuju ke tempat Hajar. Ternyata mereka dapati benar-benar ada air disitu. Mereka minta izin untuk tinggal di situ, maka Hajar membolehkan tetapi ini air milik kita.

Dan Subhānallāh, Hajar ingin ada teman sehingga Allāh mengabulkan keinginannya. Saat Nabi Ibrāhīm ‘alayhissalām pergi, Hajar berkata:

“Ya Ibrāhīm, engkau tinggalkan kami tidak ada teman sama sekali, siapa yang akan kami mintai tolong?”

Tetapi Allāh penuhi semuanya, air zamzam Allāh datangkan, teman Allāh datangkan yaitu suku Jurhum.

Akhirnya setelah minta izin merekapun tinggal disitu bersama Hajar dan Ismā’īl ‘alayhissalām.

Ismā’īl ‘alayhissalām pun menjadi dewasa. Kemudian Nabi Ismā’īl ‘alayhissalām membuat mereka kagum, padahal beliau bukan orang Arab, namun sejak kecil dia tinggal di Arab dan pandai bahasa Arab, seakan-akan dia orang Arab.

Maka Ismā’īl ‘alayhissalām mereka nikahkan dengan seorang wanita dari suku Arab, disinilah asal muasal keturunan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam yang dikenal dengan Arab Al Musta’ribah.

Arab Al Musta’ribah (Arab jadian), bukan Arab asli karena Nabi Ismā’īl ‘alayhissalām bukan orang Arab, hanya saja dia lahir dalam kondisi suasana Arab dan istrinya orang Arab. Kemudian anak-anaknya sudah bercampur dengan orang Arab maka dikenal seperti Arab asli. Aslinya bukan Arab, namun menjadi Arab.

Nabi Ismā’īl ‘alayhissalām menikah dengan seorang wanita dan Hajar pun meninggal dunia.

Dan Nabi Ibrāhīm ‘alayhissalām beberapa waktu menengok anaknya. Suatu saat Nabi Ibrāhīm ‘alayhissalām menengok anaknya Ismā’īl ‘alayhissalām, waktu itu Ismā’īl ‘alayhissalām sedang keluar. Maka dia bertemu dengan istrinya dan bertanya mana suaminya. Kata istrinya:

“Suamiku sedang berburu, mencari makan.”

Maka Ibrāhīm ‘alayhissalām bertanya:

“Bagaimana tentang kondisi kalian?”

Kata istrinya:

“Kami dalam keadaan sulit, kehidupan kami susah.”

Wanita itu mengeluh kepada Ibrāhīm ‘alayhissalām.

Maka Ibrāhīm ‘alayhissalām mengatakan:

“Kalau datang suamimu, maka sampaikanlah salamku untuknya dan katakan kepada dia untuk merubah galang pintu.”

Maka tatkala Ismā’īl ‘alayhissalām datang dari berburu maka dia mendapati seperti telah ada tamu, dia mengatakan:

“Apakah tadi ada tamu?”

Istrinya menjawab:

“Ya, tadi ada tamu, sudah tua dan begini begini.”

Nabi Ismā’īl ‘alayhissalām sudah tahu kalau itu ayahnya karena sudah pernah bertemu.

Dikatakan oleh para ulama, Nabi Ibrāhīm ‘alayhissalām sering menengok anaknya dengan menggunakan Buraq.

Lalu kata Nabi Ismā’īl ‘alayhissalām:

“Apa pesannya?”

Kata istrinya:

“Dia menyuruh mengganti galang pintu.”

Kata Ismā’īl ‘alayhissalām:

“Itu ayahku, dia berwasiat agar aku menceraikan engkau.”

Akhirnya diceraikan oleh Nabi Ismā’īl ‘alayhissalām karena tidak pantas untuk menemani Ismā’īl ‘alayhissalām, seorang yang sedang berjuang berdakwah sedangkan istrinya hanya mengeluh terus. Ini penilaian sang ayah, Ibrāhīm ‘alayhissalām.

Maka Ismā’īl ‘alayhissalām menikah lagi dengan wanita lain.

Kemudian datanglah Ibrāhīm ‘alayhissalām pada waktu yang lain, dan saat itu Nabi Ismā’īl ‘alayhissalām saat tidak ada di rumah juga. Kemudian bertemu dengan istrinya yang baru kemudian bertanya:

“Dimana suamimu?”

Wanita itu menjawab:

“Sedang berburu.”

Lalu ditanya:

“Bagaimana kondisi kalian?”

Kata istrinya:

“Kami dalam keadaan baik.”

Dia memuji dan tidak mengeluh sama sekali. Kata Ibrāhīm ‘alayhissalām:

“Kalau datang suamimu katakan kepadanya agar dia mengkokohkan galang pintumu.”

Tatkala Ismā’īl ‘alayhissalām datang lalu bertanya:

“Adakah yang datang?”

Jawab istrinya:

“Ya, ciri-cirinya seperti ini.”

Tanya Ismā’īl ‘alayhissalām:

“Apa wasiatnya?”

Jawab istrinya:

“Katanya agar menguatkan galang pintu.”

Kata Ismā’īl ‘alayhissalām:

“Itu ayahku dan dia menyuruh aku untuk mengkokohkan engkau agar tidak dicerai.”

Disebutkan dalam hadits tatkala Ibrāhīm ‘alayhissalām bertanya kepada istrinya:

“Apa yang kalian makan?”

Kata istrinya:

“Kami makan daging dan air.”

Maka Nabi Ibrāhīm ‘alayhissalām mendo’akan agar diberkahi daging dan air tersebut.

Oleh karenanya para ulama berkata:

“Tidak ada suatu tempat yang makanannya hanya daging dan air namun tidak membuat sakit kecuali di Mekkah (tatkala itu).”

Di tempat lain kalau makan daging saja, tidak ada berasnya, sayurnya, maka suatu saat akan sakit. Ini berkat do’a Nabi Ibrāhīm ‘alayhissalām.

Kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam:

“Seandainya tatkala di Mekkah saat itu ada tetumbuhan maka akan dido’akan Ibrāhīm ‘alayhissalām.”

Namun, tidak ada tatkala itu sehingga yang dido’akan hanya air dan daging. Jadi di kota Mekkah air dan daging itu mudah.

Akhirnya setelah itu Ibrāhīm ‘alayhissalām datang pada kali yang berikutnya kemudian diapun membangun Ka’bah bersama putranya Ismā’īl ‘alayhissalām, saling membantu.

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Dan ketika Ibrāhim meninggikan dasar-dasar baitullāh bersama Isma’il seraya berdoa, “Wahai Rabb kami, terimalah dari kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.”

(QS Al Baqarah: 127)

Maka terbangunlah Ka’bah di kota Mekkah.

Kita cukupkan disini saja, in syā Allāh besok kita lanjutkan lagi.

وبالله التوفيق والهداية
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
__________

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top