Home > Bimbingan Islam > Tematik > Beberapa Amalan Yang Perlu Dikritik Terkait Nisfu Sya’ban

Beberapa Amalan Yang Perlu Dikritik Terkait Nisfu Sya’ban

🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Ratno Abu Muhammad, Lc
📗 Kajian Tematik Bulan Sya’ban

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة، أما بعد

Sahabat BiAS rahīmaniy wa rahimakumullāh.

Semangat kaum muslimin dalam beramal terkadang perlu diacungi jempol, namun kita juga tidak bisa menutup mata untuk mengingatkan beberapa hal yang perlu untuk dikritisi.

Karena dalam amal ibadah kita harus tahu, apakah Allāh menghendaki ibadah tersebut ataukah tidak?

Sahabat BiAS rahīmaniy wa rahimakumullāh.

Sebagaimana pernah kita sampaikan, ada seorang berpuasa namun malah mendapatkan dosa dan tidak mendapatkan pahala sama sekali, sebagaimana puasa saat hari raya ‘Iedul Fithri ataupun hari raya ‘Iedul Adhā.

Dan ada juga seorang yang shalāt tidak mendapatkan pahala namun mendapatkan dosa, sebagaimana shalāt sunnah mutlaq yang tidak ada alasannya ketika matahari sedang mulai terbit.

Terkait amalan Nisfu Sya’bān yang perlu dikritiki adalah amalan yang berdasarkan hadīts yang diriwayatkan oleh Imām Ibnu Mājah nomor 1388.

Hadīts tersebut diriwayatkan pula oleh Al Baihaqi dan yang lainnya, namun dari kitāb hadīts yang enam hanya diriwayatkan oleh Imām Ibnu Mājah. Sedangkan Imām Al Bukhāri, Imām Muslim, Imām An Nassā’i, Imām Abū Dāwūd, Imām At Tirmidzī tidak meriwayatkan hadīts tersebut.

Bunyi hadīts tersebut:

إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا

_Jika suatu malam adalah malam Nishfu Sya’bān, shalātlah pada malam harinya dan berpuasalah di siang harinya._

فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا

_Karena Allāh turun ke langit dunia ketika matahari mulai tenggelam._

فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا، حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ

_Kemudian Allāh Subhānahu wa Ta’āla berkata:_

_”Tidak adakah yang ingin meminta ampun kepadaku, sehingga akan aku ampuni._

_Tidak adakah yang ingin meminta rezeki kepadaku sehingga aku berikan rezeki._

_Tidak adakah yang sedang (merasa) diberi cobaan (ujian) tertimpa sakit, sehingga aku beri kesehatan dan keselamatan kepadanya._

_Tidakkah ada yang seperti ini dan seperti itu hingga terbit fajar.”_

Hadīts ini menunjukan ada perintah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam untuk melakukan shalāt malam pada malam Nishfu Sya’bān, dan ada perintah puasa pada siang harinya.

Serta ada keutamaan lain, seperti turunnya Allāh ke langit dunia, dan do’a yang mustajab pada malam tersebut.

Hanya saja, hadīts ini merupakan hadīts yang dhaif, sebagaimana dikatakan dhaif oleh Syaikh Albāniy rahimahullāh dalam Silsilah hadīts dhaifah.

Karena ada rawi yang bernama Abū Sabrah yang bernama asli Abū Bakar bin Muhammad dan rawi tersebut dituduh memalsukan hadīts, sebagaimana dalam kitāb Taqrib Tahdzib karya Ibnu Hajar Al Asqalani, sehingga kita tidak bisa mengamalkan hadīts tersebut.

Namun bagi siapa saja yang sudah biasa beramal baik puasa atau shalāt malam atau membaca Al Qurān atau ibadah yang lainnya pada selain malam Nishfu Sya’bān (malam 15 Sya’bān) maka boleh-boleh saja ia tetap beribadah pada saat itu (jikalau dia sudah memiliki kebiasaan beribadah sebelum atau sesudahnya).

Kemudian di antara amalan yang perlu mendapat perhatian, apakah hal itu termasuk agama ataukah tidak, terkait bukan Sya’bān.

Di antaranya:

⑴ Padusan, yang biasanya dilakukan di akhir bulan Sya’bān menjelang bulan Ramadhān.

Amalan ini tidak ada dasarnya, karena mandi wajib atau mandi besar, kurang lebih sebabnya ada enam.

Seperti: Keluar mani, berhubungan suami istri, suci dari hāidh dan nifās, kemudian saat wafat, kemudian saat seorang masuk Islām (menurut sebagian pendapat) dan mandi ketika hari Jum’at (menurut sebagian pendapat yang lainnya).

Adapun padusan (mandi besar untuk masuk Ramadhān) tidak ada dalam kitāb fiqih sepanjang pengetahuan kami.

⇒ Sehingga tidak boleh diyakini jika tidak padusan, maka puasanya tidak sah atau tidak afdhal.

Ini jelas suatu kesalahan yang berkaitan dengan tradisi padusan.

⑵ Biasanya pada bulan Sya’bān sebagian masyarakat melakukan ziarah kubur, yang tidak dilakukan pada bulan yang lainnya.

Hendaknya jangan berziarah pada bulan Sya’bān saja (jangan dikhususkan pada bulan ini). Silahkan berziarah kapanpun juga tanpa harus menunggu bulan Sya’bān.

Karena Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا

_”Aku dahulu telah melarang kalian dari ziarah kubur, adapun sekarang silahkan berziarah.”_

⇒ Jadi ziarah kubur jangan dikhususkan pada bulan Sya’bān saja.

⑶ Shalāt 100 raka’at dengan membaca surat Al Ikhlās 10 x setiap raka’atnya, ini pun sesuatu yang tidak ada dalīlnya.

⑷ Kegiatan-kegiatan lainnya, yang disangkut-pautkan dengan agama, padahal tidak ada dalīl shahīh yang mendukungnya.

Inilah beberapa hal yang perlu diperhatikan, ketika kita berada di bulan Sya’bān.

Semoga bermanfaat dan semoga Allāh memudahkan kita untuk beramal sesuai dengan hadīts-hadīts yang shahīh.

Wallāhu Ta’āla A’lam Bishawāb.

وصلى الله علي نبينا محمد

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top