Home > Bimbingan Islam > Matan Abu Syuja > Kajian 103 | Puasa Yang Diharamkan Bagian 02

Kajian 103 | Puasa Yang Diharamkan Bagian 02


🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abu Syuja
📝 Ahmad bin Al-Husain bin Ahmad Al-Asfahāniy (Imam Abū Syujā’)

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat Bimbingan Islām dan kaum muslimin yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.

Kita lanjutkan pelajaran kita dalam kitāb Asy Shiyām (kitāb puasa) dan kita sampai pada puasa yang diharamkan.

Berkata penulis rahimahullāh:

((ويكره صوم يوم الشك))

“Dan dimakruhkan puasa pada hari syak.”

Jadi apabila seseorang ragu-ragu maka dia kemudian jaga-jaga jangan sampai masuk bulan Ramadhān dan dia tidak berpuasa maka dia berpuasa pada akhir bulan Sya’ban (tanggal 30 Sya’ban) ini disebut hari syak (hari yang ragu-ragu).

Apakah dia masuk bulan Ramadhān atau tidak, karena bulan di dalam bulan qamariyyah apakah dia 29 atau 30 hari.

Jadi tanggal 30 ini mungkin bisa masuk tanggal 1 Ramadhān apabila sudah terlihat hilal, maka seorang yang ragu-ragu dia berpuasa pada tanggal tersebut ini disebut hari syak. Maka kata Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam ini tidak diperbolehkan.

Kalimat: ويكره , yang disebutkan makruh di sini oleh penulis, yang dimaksudkan mungkin adalah makruh tahrim, karohiyatu tahrim, artinya tidak disukai tapi masuk dalam hukum haram, karena yang mu’tamat (yang dikenal) di dalam madzhab syāfi’i hukumnya adalah haram.

Hal ini berdasarkan hadīts yang diriwayatkan oleh Amar bin Yāssir radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ اَلْيَوْمَ اَلَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَقَدْ عَصَى أَبَا اَلْقَاسِمِ صلى الله عليه وسلم

“Barangsiapa yang berpuasa pada hari dimana orang-orang ragu apakah dia masuk pada bulan Ramadhān atau tidak, maka dia telah bermaksiat kepada Abū Qāsim (Rasūlullāh  shallallāhu ‘alayhi wa sallam).”

(Hadīts riwayat Bukhāri 4/119, Abū Dāwūd 2334, An Nassā’i 4/153, At Tirmidzī 686, Ibnu Mājah 1645)

⇒ lni menunjukkan bahwasanya larangan dari Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam tentang berpuasa pada hari syak.

(( إلا أن يوافق عادة له))

“Kecuali bila bertepatan dengan puasa yang sering dia kerjakan.”

Misalnya:

Dia sering puasa Senin Kamis dan tanggal 30 Sya’ban bertepatan dengan hari Kamis, maka diperbolehkan puasa pada hari Kamis tersebut.

Kalau dia tidak pernah berpuasa pada Senin Kamis, kemudian dia berpuasa pada hari Kamis tersebut maka ini tidak diperbolehkan.

Para shahābat sekalian.

Di sana ada beberapa puasa yang juga dilarang, yaitu:

• Puasa di hari Jum’at

Puasa di hari Jum’at secara sendiri tidak dibarengi dengan puasa sebelumnya atau sesudahnya, maka puasa ini tidak diperbolehkan.

Sebagaimana hadīts dari Abū Hurairah radhiyallāhu ta’āla ‘anhu, beliau berkata bahwasanya Rasūlullāh  shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

لاَ يَصُمْ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِلاَّ أَنْ يَصُومَ قَبْلَهُ أَوْ يَصُومَ بَعْدَهُ

“Tidak boleh seseorang dari kalian berpuasa hari Jum’at saja kecuali dia berpuasa hari sebelumnya atau hari sesudahnya.”

(Hadīts riwayat Bukhāri 1985, Muslim 1144)

⇒ Jadi harus digandeng dengan puasa hari sebelumnya atau hari sesudahnya.

Kemudian puasa yang lain, yaitu:

• Puasa Dahr (puasa terus menerus)

Puasa Dahr (puasa terus menerus), tidak pernah putus, setiap hari dia berpuasa, maka ini juga tidak diperbolehkan.

Dari Abdullāh bin Āmr bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, tatkala sampai kepada beliau bahwa Abdullāh bin Āmr itu berpuasa terus menerus maka beliau mengatakan kepada Abdullāh bin Āmr.

Beliau bersabda:

لَا صَامَ مَنْ صَامَ الْأَبَدَ, لَا صَامَ مَنْ صَامَ الْأَبَدَ, لَا صَامَ مَنْ صَامَ الْأَبَدَ

“Tidak ada puasa (tidak dapat pahalanya) bagi orang yang berpuasa terus menerus. Tidak ada puasa (tidak dapat pahalanya) bagi orang yang berpuasa terus menerus. Tidak ada puasa (tidak dapat pahalanya) bagi orang yang berpuasa terus menerus.”

(Hadīts shahīh riwayat Bukhāri 1977, Muslim 1159)

⇒ Rasūlullāh  shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengulang sebanyak 3 (tiga) kali.

• Puasa di hari Sabtu

Di sana ada khilāf para ulamā tentang puasa khusus pada hari sabtu saja. Boleh atau tidak?

Maka di sana:

√ Sebagian membolehkan, seperti madzhab Mālik.
√ Sebagian mengatakan makruh menyendirikan puasa di hari sabtu saja, ini adalah madzhab jumhur (Syāfi’i, Hanafiyyah dan Hanabilah).

• Puasa Wishāl

Dan di sana ada larangan yaitu untuk puasa wishāl, yaitu seseorang yang tidak sahur dan tidak berbuka menyambung terus puasanya, maka ini juga tidak diperbolehkan berdasarkan hadīts Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.

إيكم و اَلْوِصَالِ, إيكم و اَلْوِصَالِ, إيكم و اَلْوِصَالِ

“Hati-hati kalian, jangan berpuasa wishāl. Hati-hati kalian, jangan berpuasa wishāl, Hati-hati kalian, jangan berpuasa wishāl.”

Maka sunnahnya sebagaimana sudah disebutkan bahwa seorang muslim /mukmin tatkala berpuasa mengikuti sunnah Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam yaitu makan sahūr dan kemudian mempercepat berbuka puasa.

Mudah-mudahan bisa dipahami, semoga Allāh Subhānahu wa Ta’āla memberkahi umur-umur kita dengan menuntut ilmu agama dan in syā Allāh kita akan bertemu pada halaqah berikutnya.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
واخردعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته

_______

image_pdfimage_print

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top