🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abu Syuja
📝 Ahmad bin Al-Husain bin Ahmad Al-Asfahāniy (Imam Abū Syujā’)
➖➖➖➖➖➖➖
MATAN KITAB
الصلاة المفروضة خمس الظهر وأول وقتها زوال الشمس وآخره إذا صار ظل كل شيء مثله بعد ظل الزوال والعصر وأول وقتها الزيادة على ظل المثل وآخره في الاختيار إلى ظل المثلين وفي الجواز إلى غروب الشمس والمغرب ووقتها واحد وهو غروب الشمس وآخره إذا غاب الشفق الأحمر والعشاء أول وقتها إذا غاب الشفق الأحمر وآخره في الاختيار إلى ثلث الليل وفي الجواز إلى طلوع الفجر الثاني والصبح وأول وقتها طلوع الفجر الثاني وآخره في الاختيار إلى الأسفار وفي الجواز إلى طلوع الشمس
Artinya: Shalat fardhu (wajib) ada 5 (lima) yaitu:
① Shalat Dzuhur, awal waktunya adalah mulai tergelincir matahari dan akhir waktu Dzuhur adalah apabila bayangan sama panjang dengan bayangan bendanya setelah zhill zawwāl.
② Shalat ‘Ashar, awal waktunya adalah manakala bayangan bertambah dari panjang aslinya dan akhir waktu ikhtiyār adalah sampai panjang bayangan 2 kali aslinya dan waktu jawāz (waktu yang diperbolehkan) adalah sampai tenggelamnya matahari.
③ Maghrib waktunya adalah satu yaitu tenggelamnya matahari secara sempurna dan akhir waktunya adalah apabila warna kemerahan (cahaya kemerahan) di ufuk telah hilang.
④ Dan ‘Isyā awal waktunya adalah apabila warna merah di ufuk telah hilang dan waktu akhir ikhtiyār adalah sampai sepertiga waktu malam yang pertama dan akhir waktu jawāz (waktu darurat) adalah sampai terbit fajar yang ke-2 (yaitu masuk waktu shalat Shubuh).
⑤ Shalat Shubuh awal waktunya adalah terbit fajar yang ke-2 dan akhir waktu ikhtiyār (akhir waktu seseorang diperbolehkan mengakhirkan) adalah sampai langit kekuningan atau langit agak terang (isfār) dan waktu jawāz (waktu darurat) adalah sampai terbit matahari.
➖➖➖➖➖➖➖
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله و بعد.
Para Sahabat Bimbingan Islam yang semoga dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta’āla, kita lanjutkan pada halaqah yang ke-31. Dan pada halaqah yang sebelumnya sudah kita sebutkan waktu shalat Dzuhur dan salah satu hadīts yang menjadi pedoman (pegangan) dalam penentuan waktu shalat.
Dan kita ulangi untuk waktu Dzuhur,
قال المصنف:
((الظهر وأول وقتها زوال الشمس وآخره إذا صار ظل كل شيء مثله بعد ظل الزوال))
((Shalat Dzuhur,
awal waktunya adalah mulai tergelincir matahari dan akhir waktu Dzuhur adalah apabila bayangan sama panjang dengan bayangan bendanya setelah zhill zawwāl))
⇒Zhill zawwāl yaitu manakala seseorang berdiri tegak dan matahari tepat di atas kepala dan matahari mulai tergelincir ke arah barat, maka bayangan tersebut disebut zhill zawwal.
▪Awal waktu shalat Dzuhur
sebagaimana disebutkan adalah manakala mulai tergelincir matahari atau bayangan sudah bertambah ke arah barat, maka sudah masuk waktu Dzuhur. Dalilnya adalah kitab dan sunnah dan juga ijma’.
▪Adapun akhir waktu Dzuhur
adalah apabila bayangan sama panjang dengan bendanya yang tegak.
Dan ini adalah pendapat dari Syāfi’īyyah dan juga mayoritas para ulama fiqh (jumhur fuqaha).
قال المصنف:
((والعصر وأول وقتها الزيادة على ظل المثل وآخره في الاختيار إلى ظل المثلين وفي الجواز إلى غروب الشمس))
((Shalat ‘Ashar,
awal waktunya adalah manakala bayangan bertambah dari panjang aslinya dan akhir waktu ikhtiyār adalah sampai panjang bayangan 2 kali aslinya dan waktu jawāz (waktu yang diperbolehkan) adalah sampai tenggelamnya matahari))
Disini disebutkan awal waktu shalat ‘Ashar adalah manakala bayangan sama dengan aslinya dan ini juga adalah akhir dari waktu shalat Dzuhur, yang merupakan awal dari shalat ‘Ashar, tatkala mulai bertambah bayangannya maka sudah masuk shalat ‘Ashar.
Ini adalah pendapat Syāfi’īyyah dan juga mayoritas ulama fiqh (jumhur fuqaha) berdasarkan hadīts-hadīts yang menyebutkan tentang waktu shalat.
⇒Waktu ikhtiyār (waktu pilihan) adalah rentang waktu yang diperbolehkan bagi seseorang untuk mengakhirkan shalat dan dia tidak berdosa di dalam melaksanakan waktu tersebut.
Dan waktu ikhtiyār untuk shalat ‘Ashar adalah waktu bertambahnya bayangan (yaitu mulai awal waktu) sampai bayangan 2 kali aslinya (isfirār, sampai matahari mulai menguning)
Adapun waktu al-jawāz (waktu dharurāt) adalah waktu yang diperbolehkan bagi orang-orang yang memiliki alasan darurat yang diperbolehkan dalam syar’iat sehingga melaksanakan shalat di akhir waktu ini, atau shalat pada waktu darurat.
Dan waktu pada waktu darurat pada shalat ‘Ashar adalah mulai manakala sinar matahari kekuning-kuningan (al isfirār) sampai terbenamnya matahari.
Dan alasan darurat yang diperbolehkan di dalam syari’at diantaranya seperti:
• Orang yang gila kemudian sadar.
• Orang yang tertidur kemudian bangun.
• Orang yang haidh kemudian suci.
• Orang yang masuk ke dalam Islam.
• Dan lainnya.
Maka bagi mereka diperbolehkan untuk shalat pada waktu darurat ini.
▪Adapun bagi orang yang mengakhirkan waktu shalat sampai pada waktu darurat dan dia tidak memiliki udzur syar’i (alasan yang dibenarkan oleh syari’at) maka para ulama berselisih pendapat; apakah dia berdosa atau tidak.
Pendapat Mālikiyyah bahwasanya dia berdosa. Dan dalam madzhab Syāfi’īyyah bahwasanya ini adalah perbuatan yang makruh (dibenci) berdasarkan sabda Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam:
تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ ، يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ ، حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَيِ الشَّيْطَانِ قَامَ ، فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا ، لَا يَذْكُرُ : اللَّهَ فِيهَا ، إِلَّا قَلِيلًا (رواه الجماعة الا البخاري و ابن ماجه)
Kata Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mensifati (menjelaskan) tentang shalat tersebut, kata Beliau:
“Itu adalah shalatnya orang munafiq, dia duduk mengamati matahari sampai apabila matahari sudah berada di antara 2 tanduk syaithān maka dia berdiri shalat mematuk 4 kali. (Maksudnya shalat dengan sangat cepat seperti burung yang mematuk). Dan dia tidak mengingat Allāh kecuali sedikit saja.”
Ini adalah dalil bahwasanya perbuatan tersebut adalah perbuatan yang minimal adalah perbuatan yang makruh atau perbuatan dosa, yaitu mengakhirkan shalat ‘Ashar sampai pada akhir waktu.
قال المصنف:
((والمغرب ووقتها واحد وهو غروب الشمس وآخره إذا غاب الشفق الأحمر))
((Maghrib waktunya adalah satu yaitu tenggelamnya matahari secara sempurna dan akhir waktunya adalah apabila warna kemerahan (cahaya kemerahan) di ufuk telah hilang))
Dan disini, mempercepat shalat Maghrib di awal waktu adalah merupakan sesuatu yang afdhal.
قال المصنف:
((والعشاء أول وقتها إذا غاب الشفق الأحمر وآخره في الاختيار إلى ثلث الليل وفي الجواز إلى طلوع الفجر الثاني))
((Dan ‘Isyā awal waktunya adalah apabila warna merah di ufuk telah hilang dan waktu akhir ikhtiyār adalah sampai sepertiga waktu malam yang pertama dan akhir waktu jawāz (waktu darurat) adalah sampai terbit fajar yang ke-2 (yaitu masuk waktu shalat Shubuh)))
Disini dijelaskan bahwasanya awal waktu shalat ‘Isyā adalah akhir dari waktu shalat Maghrib yaitu hilangnya warna kemerahan di langit (ufuk), berdasarkan ijma’ yang dinukil oleh Imām ‘Abdil Barr, Imām Nawawi dan para imam yang lainnya.
Dan akhir waktu ‘Isyā, para ulama berselisih menjadi 3;
• Pendapat ke ⑴
Akhir waktu shalat ‘Isyā (al-ikhtiār) yang diperbolehkan adalah sampai sepertiga malam yang pertama.
Ini adalah pendapat Imām Syāfi’ī, Imām Ahmad dan pada waktu ini (waktu ikhtiyar) diperbolehkan seseorang untuk mengakhirkan tanpa memiliki alasan tertentu.
Dan sisa waktunya setelah sepertiga malam sampai terbit fajar yang ke-2 (waktu Shubuh) termasuk waktu jawāz (waktu darurat).
• Pendapat ke ⑵
Waktu ikhtiyār (waktu yang diperbolehkan untuk mengakhirkan waktu ‘Isyā) adalah sampai setengah waktu malam.
Ini adalah pendapat Imām Mālik, Abū Hanīfah dan juga diriwayatkan dari Imām Ahmad. Dan merupakan Qaul Qadīm (pendapat Imām Syāfi’ī yang lama) bahwasanya waktu shalat ‘Isyā adalah sampai setengah malam.
• Pendapat ke ⑶
Bahwasanya waktu shalat ‘Isyā adalah sampai terbit fajar yang ke-2 yaitu sampai masuk waktu Shubuh.
Ini adalah pendapat Dāwūd Azh-Zhāhiriy.
Pendapat yang dikuatkan oleh Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah dan Syaikh Bin Bāz adalah pendapat ke ⑵ dan merupakan riwayat Imām Ahmad sebagaimana yang telah disebutkan dan disebutkan oleh Syāfi’īyyah dalam Qaul Qadīm (pendapat beliau yang lama)
Dalilnya diantaranya adalah hadits Anas radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu, dia berkata:
أخّر رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة العشاء إلى نصف الليل
“Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengakhirkan shalat ‘Isyā sampai pertengahan malam.” (HR. Bukhāri)
Dan shalat ‘Isyā lebih afdhal diakhirkan waktunya jika tidak memberatkan,
dan ini adalah pendapat mayoritas ahli ilmu (para fuqaha),
berdasarkan hadits Abu Barzakh Al-Aslami, beliau mengatakan:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يستحب ان يؤخر العشاء
“Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam senang untuk mengakhirkan waktu shalat ‘Isyā.” (HR. Bukhāri dan Muslim)
قال المصنف:
((والصبح وأول وقتها طلوع الفجر الثاني وآخره في الاختيار إلى الأسفار وفي الجواز إلى طلوع الشمس))
((Shalat Shubuh awal waktunya adalah terbit fajar yang ke-2 dan akhir waktu ikhtiyār (akhir waktu seseorang diperbolehkan mengakhirkan) adalah sampai langit kekuningan atau langit agak terang (isfār) dan waktu jawāz (waktu darurat) adalah sampai terbit matahari))
Fajar ke-2 (fajar shādiq) adalah munculnya cahaya yang tersebar merata di ufuk.
Dalilnya adalah hadits-hadits tentang waktu shalat dan juga ijma’ para ulama.
Dan tidak diperbolehkan seseorang shalat Shubuh (shalat Fajar) sebelum waktunya, berdasarkan ijma para ulama.
Adapun akhir waktu yang diperbolehkan bagi seseorang tanpa udzur (alasan yang diperkenankan oleh syari’at) adalah sampai waktu isfār (langit mulai terang).
Dan waktu darurat (waktu jawāz) bagi orang-orang yang memiliki alasan yang diperbolehkan oleh syari’at adalah sampai terbit matahari.
Dan dalil-dalil yang menjadi pegangan didalam masalah ini, sebagaimana salah satunya sudah disebutkan, yaitu hadits-hadits yang cukup panjang yang menjadi pegangan (pedoman) di dalam waktu-waktu shalat.
Demikian yang bisa kita sampaikan. Dan akan kita lanjutkan dalam halaqah berikutnya.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
___________________