🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abu Syuja
📝 Ahmad bin Al-Husain bin Ahmad Al-Asfahāniy (Imam Abū Syujā’)
~~~~~~~~~~~~~~
MACAM-MACAM NAJIS DAN CARA MENGHILANGKANNYA
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد
Para Sahabat bimbingan Islam yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, pada halaqah ke 26 ini, kita akan membahas seputar “Najis Dan Cara Menghilangkannya”.
Sebagiannya pernah disinggung pada awal pembahasan kitab matan Abu Syuja’.
■ PEMBAHASAN PERAMA | Tentang najis
قال المصنف:
((وكل مائع خرج من السبيلين نجس إلا المني))
((Dan setiap cairan yang keluar dari dua jalan (baik qubul dan dubur) hukumnya najis kecuali cairan mani))
Di dalam manuskrip yang lain disebutkan:
((وكل ما يخرج من السبيلين نجس))
((Dan apa saja yang keluar dari dalam qubul dan dubur adalah najis))
Pada teks yang kedua ini lebih umum meliputi cairan maupun kotoran, baik darah, air kencing, kotoran dan cairan lainnya seperti madzi dan wadi.
Dalil bahwasanya hal itu adalah najis, diantaranya adalah:
⑴ Hadits Anas radhiyallāhu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam Bukhāri, beliau berkata:
كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا تبرز لحاجته، أتيته بماء فيغسل به
“Nabi Shallallāhu ‘alyhi wa sallam apabila keluar untuk buang hajat atau buang air, maka saya pun membawakan air untuk beliau, kemudian beliau mencuci dengan air tersebut”.
(HR Bukhāri)
⑵ Hadits lain diriwayatkan Imam Bukhari dari ‘Ali radhiyallāhu ‘anhu, beliau berkata:
كنت رجلا مذاء فاستحييت أن أسأل رسول الله صلى الله عليه وسلم، فأمرت المقداد بن الأسود فسأله فقال: «فيه الوضوء»
“Saya adalah seorang yang sering keluar air madzi, namun saya malu untuk bertanya kepada Rasūlullāh Shallallāhu ‘alyhi wa sallam, maka saya perintahkan Miqdād bin Aswad untuk bertanya kepada beliau, maka beliaupun bersabda: ‘Wajib berwudhū’.”
Di dalam riwayat Muslim:
فقال: «يغسل ذكره ويتوضأ»
“Hendaknya dia mencuci kemaluannya, kemudian berwudhu.”
قال المصنف:
((إلا المني))
((Kecuali air mani))
Disini diperkecualikan cairan mani, maka cairan mani itu tidak najis, baik cairan mani dari manusia maupun cairan mani dari hewan, kecuali anjing dan babi.
• Dalil:
⑴ Tatkala Rasūlullāh Shallallāhu ‘alyhi wa sallam ditanya tentang cairan mani, maka beliau bersabda:
إنما هو كالبصاق
“Bahwasanya cairan mani itu seperti ludah (yaitu tidak najis).”
(HR Daruqutni, Baihaqi dengan sanad yang shahih)
Begitu pula di dalam hadits yang lain,
⑵ Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari ‘Āisyah radhiyallāhu Ta’āla ‘anhā tatkala beliau menceritakan bahwasanya ‘Āisyah mengerik cairan mani yang menimpa baju Rasūlullāh Shallallāhu ‘alyhi wa sallam yang telah mengering dan beliau tidak mencucinya dan pakaian itu digunakan oleh Rasūlullāh Shallallāhu ‘alyhi wa sallam untuk shalat.
■ PEMBAHASAN KEDUA | Tentang cara membersihkan najis
قال المصنف:
((وغسل جميع الأبوال والأرواث واجب))
((Dan mencuci seluruh kencing dan kotoran adalah wajib))
Ini adalah hukum asal, berdasarkan dalil-dalil diantaranya:
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, bahwasanya Rasūlullāh Shallallāhu ‘alyhi wa sallam memerintahkan para shahābatnya untuk menyiramkan air diatas kencing seorang badui yang kencing di masjid.
⇒ Ini menunjukkan bahwasanya menghilangkan najis, itu adalah wajib.
قال المصنف:
((إلا بول الصبي الذي لم يأكل الطعام فإنه يطهر برش الماء عليه))
((Bahwasanya diperkecualikan kencing bayi laki-laki yang belum makan makanan, maka cara mensucikannya cukup dengan memercikkan air di atasnya))
⇒ Dan hal ini tidak berlaku bagi bayi perempuan.
Dan bayi, selama masih menyusui dan belum makan makanan selain susu, maka cara membersihkan atau mensucikan kain yang terkena kencing bayi tersebut cukup dengan dipercikkan air di atasnya.
Adapun bayi perempuan, maka tetap harus dicuci walaupun belum makan makanan.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh para pemilik kitab Sunan (Ash-hābus Sunan), mereka mengatakan:
“Di dalam hadits tersebut, Rasūlullāh Shallallāhu ‘alyhi wa sallam bersabda:
«يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ، وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلَامِ»
“Bahwasanya najis kencing bayi perempuan dicuci dan najis kencing bayi laki-laki cukup dipercikkan air di atasnya”.
Dan di dalam riwayat lain ditambahkan:
{مالم يطعم}
“Sebelum bayi tersebut makan makanan”.
⇒ Yakni berlaku sebelum bayi tersebut makan makanan lain selain susu.
قال المصنف:
((ولا يعفى عن شيء من النجاسات إلا اليسير من الدم))
((Dan keberadaan najis tidak ditoleransi atau tidak dimaafkan, kecuali apabila hanya sedikit dari darah ataupun nanah))
Hal ini terkait dengan ibadah shalat, dimana ibadah shalat harus suci dari najis dan hadats.
Namun apabila terdapat sedikit darah ataupun nanah, baik di badan ataupun dalam pakaian maka dimaafkan dan diberikan toleransi serta tetap sah shalatnya.
Dan perkataan para ulama mengenai ini cukup banyak, tentang jenis dan kadar najis yang dimaafkan, apabila mengenai pakaian ataupun badan.
Namun secara umum yang menjadi acuan/dhābith/patokan adalah sesuatu yang darurat atau banyak terjadi serta sulit untuk dihindari serta sulit untuk dihilangkan.
قال المصنف:
((وما لا نفس له سائلة إذا وقع في الإناء ومات فيه فإنه لا ينجسه))
((Dan hewan yang tidak memiliki aliran darah, apabila terjatuh diatas bejana dan mati diatasnya, maka bangkai tersebut tidak membuat air dalam bejana menjadi najis))
Ini adalah lanjutan dari najis yang dimaafkan dalam Madzhab Syāfi’ī. Dan dianggap sebagai najis karena dianggap sebagai bangkai dan bangkai adalah najis.
Akan tetapi karena dia termasuk yang ma’fu (dimaafkan) maka dia tidak membuat najis air yang tercemar atau terjatuh ke dalamnya hewan-hewan tersebut.
Akan tetapi disini dikatakan oleh Ibnu Mundzir:
“Dan saya tidak mengetahui seorang pun yang berpendapat dengan pendapat ini, kecuali Imam Syāfi’ī.”
Karena sudah dijelaskan pada pertemuan yang lampau bahwasanya hewan yang tidak memiliki aliran darah apabila mati, maka dia tidaklah najis dan bukan merupakan bangkai yang najis.
قال المصنف:
((والحيوان كله طاهر إلا الكلب والخنزير وما تولد منهما أو من أحدهما))
((Dan hewan-hewan seluruhnya adalah suci dalam keadaan hidupnya, kecuali anjing dan babi dan apa-apa yang keluar dari keduanya (yaitu peranakan dari keduanya) atau dari salah satunya))
⇒ Dan poin ini telah dibahas pada pertemuan sebelumnya.
قال المصنف:
((والميتة كلها نجسة إلا السمك والجراد والآدمي))
((Dan semua bangkai najis, kecuali bangkai ikan, bangkai belalang dan bangkai manusia))
⇒ Dan poin inipun pernah kita jelaskan pada halaqah yang telah lampau.
قال المصنف:
((ويغسل الإناء من ولوغ الكلب والخنزير سبع مرات إحداهن بالتراب))
((Dan bejana yang dijilat anjing dan babi dicuci sebanyak 7x, dan salah satunya adalah dengan tanah))
Hal ini berdasarkan hadits Bukhari dan Muslim tatkala Rasūlullāh Shallallāhu ‘alyhi wa sallam bersabda:
“Cara membersihkan bejana kalian apabila dijilat oleh anjing adalah dengan mencucinya sebanyak 7x dan salah satunya adalah dengan tanah.”
قال المصنف:
((ويغسل من سائر النجاسات مرة تأتي عليه))
((Dan untuk jenis najis-najis yang lain maka cukup dicuci sekali saja))
Hal ini berdasarkan pada hadits Ibnu Umar:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: «كَانَتِ الصَّلَاةُ خَمْسِينَ، وَالْغُسْلُ مِنَ الجَنَابَةِ سَبْعَ مِرَارٍ، وَغَسْلُ الْبَوْلِ مِنَ الثَّوْبِ سَبْعَ مِرَارٍ، فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُ حَتَّى جُعِلَتِ الصَّلَاةُ خَمْسًا، وَالْغُسْلُ مِنَ الْجَنَابَةِ مَرَّةً، وَغَسْلُ الْبَوْلِ مِنَ الثَّوْبِ مَرَّةً»
“Dahulu kewajiban shalat sebanyak 50 waktu, dan mandi janabah sebanyak 7x dan bersuci dari kencing sebanyak 7x.
Maka Rasūlullāh Shallallāhu ‘alyhi wa sallam pun senantiasa meminta ( yaitu meminta kepada Allāh agar diberikan keringanan) sampai Allāh jadikan shalat hanya 5 waktu shalat dan mandi janabah hanya 1x dan mencuci dari air kencing cukup 1x.”
(HR Abū Dāwūd dan beliau tidak mendha’ifkan hadits ini)
قال المصنف:
((والثلاثة أفضل))
((Dan mencuci sebanyak 3x itu lebih baik/afdhal))
Berdasarkan hadits:
«إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ، فَلَا يُدْخِلْ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ »
“Apabila kalian bangun dari tidur, maka janganlah memasukkan tangannya ke dalam bejana sebelum mencucinya sebanyak 3x.”
(HR Ash-hābus Sunan)
قال المصنف:
((وإذا تخللت الخمرة بنفسها طهرت وإن خللت بطرح شيء فيها لم تطهر))
((Apabila khamr berubah menjadi cuka dengan sendirinya, maka dia menjadi suci. Namun apabila berubah menjadi cuka dengan menambahkan sesuatu kedalamnya, maka dia tidak menjadi suci))
Ini adalah permasalahan yang kembali kepada masalah “Apakah khamr itu najis atau tidak?”
Dan bagi jumhur yang mengatakan bahwasanya khamr itu najis, maka dia bisa menjadi suci apabila berubah menjadi cuka dengan sendirinya, bukan dengan faktor kesengajaan.
Namun apabila disana ada faktor kesengajaan, apakah dengan menambahkan unsur atau dengan proses tertentu yang disengaja, maka khamr tersebut menurut jumhur tidaklah menjadi suci, walaupun dia berubah bentuknya menjadi sesuatu yang lain, yaitu menjadi cuka.
Demikian.
و الله تعالى أعلم
وصلى الله على نبينا محمد و على آله و صحبه و سلم
السلام عليكم ورحمة الله و بركاته
🖋 Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS