🌍 Kajian Kitab
👤 Al-Ustadz Abu Haidar As-Sundawy حفظه الله
📗 Kitab Awaa’iqu ath Thalab (Kendala Bagi Para Penuntut Ilmu)
📝 as-Syaikh Abdussalam bin Barjas Alu Abdul Karim حفظه الله
Kenikmatan, kebahagiaan, kegembiraan dan bersuka-suka didalam surga itu continue, terus menerus tanpa ada putus. Dan bertambahnya kadar kenikmatan surga sangat ditentukan oleh kadar kesungguh-sungguhan kita dalam beribadah disini (dunia). Disini (dunia) jangan banyak berleha-leha, jangan banyak senang-senang, jangan banyak tidur-tidur, maka apa yang dilakukan oleh para ulama ? isi penuh waktu yang kamu lalui dengan aktivitas yang bermanfaat dan jangan tidur kecuali kalau terpaksa. Kalau ngantuk masih kita perangi untuk membuka buku, untuk melakukan sesuatu yang manfaat maka lakukanlah kecuali memang kalau tubuh sudah tidak kuat, tidak mampu lagi menahan rasa kantuk tidurlah sesuai dengan waktu yang kita butuhkan. Jangan lalai untuk memakmurkan kehidupan ini walaupun sesaat. Para ulama itu sering sekali tidurnya juga diperpustakaan. Syaikh Al-Albani rahimahullahu ta’ala ba’da sholat shubuh itu sudah duduk dimeja perpustakaan, kemudian istrinya datang untuk menghantarkan makanan (sarapan), terus beliau baca dulu. Begitu setelah sholat dzuhur istrinya datang lagi untuk mengirim makan siang tapi makanan sarapan masih utuh karena apa ? orang kalau sudah membuka buku kitab, hadits menyelami lautan ilmu hadits itu bisa lupa segala macam karena banyak ditemukan mutiara-mutiara ilmu yang super berharga yang tidak bisa ditemukan ditempat lain. Kata imam ibnu Jauzi rahimahullah, “Jangan tidur, kecuali memang terpaksa”. Karena tidak mampunya kembali fisik kita untuk menahan rasa kantuk maka barulah tidur. Hal ini kesungguh-sungguhan, ini musyaro’ah dengan mujahadah. Kita sudah jelaskan syarat diterimanya amalan ada empat, dua diantaranya syarat sahnya amalan dan dua yang lainnya dua syarat sempurnanya amalan. Dua syarat sahnya amalan itu apa ? Ikhlas dan mutaba’ah. Dan dua syarat diterimanya amalan adalah musyaro’ah dan mujahadah. Musyaro’ah tadi ayatnya sudah dibahas fastabiqul khoirot,
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
Didalam surat Al-Hadid Ayat 21,
سَابِقُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
Sedikit berbeda lafadznya, “وَلَا تَنِيَا فِي ذِكْرِي “, “Jangan kalian lalai, lelet didalam mengingat Ku” (QS. Thoha: 42). Adanya perintah untuk bersegera dalam menunaikan amalan yang baik menunjukan bersegera adalah wajib. Itulah syarat sempurnanya amalan yang pertama, dan yang kedua mujahadah maknanya bersungguh-sungguh jangan alakadarnya, jangan seadanya. Allah berfirman,
“Ambil ini kitab dengan segenap kemampuanmu (dengan semaksimal kemampuan kamu)”. (QS. Maryam : 12) Jadi jangan asal-asalan karena ini untuk Allah azza wa jalla, ada banyak kasus ketika orang melaksanakan perintah Allah tetapi tidak sungguh-sungguh maka itu ditolak oleh Allah azza wa jalla. Pernah dengar kisah dua anak adam yang disuruh berkurban. Yang satu memilih kambing yang paling bagus, paling besar dan yang satunya lagi memilih kambing yang jelek. Dua-duanya melaksanakan perintah Allah tetapi yang satu sungguh-sungguh sementara yang satunya lagi asal-asalan maka apa yang terjadi ? yang asal-asalan ditolak dan yang sungguh-sungguh itu yang diterima oleh Allah. Allah berfirman,
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Allah hanya akan menerima amalan dari orang yang bertaqwa”. (QS. Al-Maidah : 27) Jikalau yang melandasi amalan itu ketaqwaan pasti benar-benar, pasti sungguh-sungguh dan pasti yang terbaik. Kalau yang dipersembahkan kambing yang paling jelek itu menunjukan bukan ketaqwaan yang melandasinya namun dia asal-asalan, tidak bersungguh-sungguh maka hasilnya ditolak oleh Allah azza wa jalla. Contoh yang kedua yakni ada tidak orang yang ketika ramadhan melaksanakan shaum tetapi shaumnya itu asal-asalan, dia hanya menahan lapar, menahan haus, menahan syahwat maka shaumnya itu diterima atau tidak ? jawabannya tidak, Allah tdak butuh. “Siapa orang yang shaumnya tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan yang sia-sia, Allah tidak perlu terhadap perbuatan dia meninggalkan makan, meninggalkan minum, meninggalkan syahwat yang dilakukan. Maka hasilnya ditolak“. Kemudian lihat lagi sholat, apakah setiap orang yang sholat pasti sholatnya diterima ? jawabannya tidak, ada gitu orang sholat gak sholat tapi tetap di adzab oleh Allah azza wa jalla ? ada. Allah berfirman dalam surat Al-Ma’un ayat 4-6 :
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ. الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ. الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ
“Celakalah bagi orang-orang yang sholatnya itu saahuun (Lalai) dan orang yang riya’”.
Dia sholat tetapi asal-asalan maka ditolak oleh Allah juga di adzab oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Allah menyatakan خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ , ambil kitab ini dengan sepenuh kekuatan kamu maka bersungguh-sungguhlah dalam beribadah, wajib hukumnya. Termasuk salah satu diantara ibadah yang sangat-sangat agung adalah thalabul ilmi (belajar ilmu). Curahkan seluruh potensimu untuk ilmu maka ilmu akan memberikan sebagian dari dirinya kepadamu. Pernah kita ungkapkan ini juga di sebutkan oleh syaikh Utsaimin rahimahullahu ta’ala didalam kitabul ilmi. Kata para ulama menetapkan kaidah dalam asalnya, “Berikan seluruh kemampuanmu kepada ilmu maka ilmu akan memberikan sebagian dari dirinya kepadamu dan berikan sebagian dari potensimu kepada ilmu (tidak seluruhnya, asal-asalan, alakadarnya) maka ilmu tidak akan memberikan apapun kepada dirimu“. Oleh karena itulah maka keberhasilan ditentukan dari kesungguh-sungguhan seberapa banyak kadar pengorbanan yang kita berikan untuk ilmu maka sebesar itu pula manfaat yang kita peroleh dari ilmu. Berdasarkan hal itulah maka terapkan kedua point terakhir dari penyempurnaan amalan dalam mencari ilmu yakni musyaro’ah dan mujahadah. Apa arti musyaro’ah ? yakni bersegera dan apa arti mujahadah ? yakni bersungguh-sungguh. Itulah lawan dari Taswif (menunda-nunda), dan taswif sangatlah berbahaya.
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته